Kalsel

Peringati Hari Lingkungan Hidup, Walhi Sebut Kalsel Berada di Pusaran Krisis Ekologis

apahabar.com, BANJARBARU – Krisis lingkungan menjadi urgensi dalam kerangka pembangunan di Kalsel. Ada banyak catatan bencana…

Oleh Syarif
Walhi berorasi di Bundaran Banjarbaru. Foto-apahabar.com/Hasan

apahabar.com, BANJARBARU – Krisis lingkungan menjadi urgensi dalam kerangka pembangunan di Kalsel. Ada banyak catatan bencana berulang terjadi.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, pada peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia ini mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam mendorong kebijakan pemulihan lingkungan.

“Kegiatan yang dilaksanakan dua sesi dalam satu hari ini berbentuk aksi damai orasi dan pembagian serta penanaman bibit tanaman pada sore hari pukul 15.00 Wita di bundaran Kota Banjarbaru dan di Loktabat Selatan,” ujar Dirut Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono.

Setelah itu, katanya diteruskan nonton bareng sekaligus diskusi pada pukul 20.00 Wita di Kedai Biji Kopi Borneo.

“Hari lingkungan hidup yang diperingati setiap tanggal 5 Juni ini merupakan agenda yang seharusnya menjadi refleksi bersama bagaimana upaya kita mencegah krisis lingkungan yang semakin parah,” tambah pria gondrong itu.

Cak Kis sapaan karib Dirut Walhi bilang, semangat itu dapat ditunjukkan melalui kampanye mengenai isu-isu lingkungan yang sekarang dapat dilakukan di berbagai platform.

Dalam dunia yang serba digital seperti sekarang, menurutnya tidak muskil bagi seseorang melakukan kampanye kecil melalui media sosial yang dimiliki.

Sebagai pengingat, di awal tahun 2021, Banua dilanda banjir besar yang menerjang setidaknya 11 kabupaten/kota yang melumpuhkan perekonomian beberapa waktu.

Mundur ke belakang di tahun 2020 merupakan awal mewabahnya Covid-19 di Indonesia. Total pasien Covid-19 yang tercatat hingga kini mencapai 34.923 jiwa di Kalsel.

“Beberapa bulan ke depan kita dihadapkan lagi dengan potensi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi berulang tanpa ada upaya mitigasi besar yang dilakukan Pemerintah,” katanya.

Tahun 2019 lalu pernah terjadi kebakaran besar yang menyebabkan terjadinya kabut asap dan menyebabkan menurunnya produktivitas masyarakat.

“Pemerintah terkesan lamban dalam menghadapi krisis iklim yang terjadi, alih-alih memulihkan malah memperparah kerusakan seperti membiarkan perpanjangan kontrak PT Arutmin dengan nomor SK 221K,” ketusnya.

Belum lagi adanya pelepasan kawasan hutan yang diperuntukkan secara besar-besaran untuk korporasi. “Ini sangat bertentangan dengan pemulihan kerusakan lingkungan dan pelestarian alam,” timpalnya.

Kis mengatakan, turut menjadi catatan besar kemunduran kebijakan upaya pemulihan lingkungan dan kemunduran reformasi bisa dilihat dari sahnya UU nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dalam hal lainnya disahkannya UU nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi upaya mengembalikan sentralisasi kebijakan,” tandasnya.