Kalsel

Peringatan Hari Pencegahan Bunuh Diri, Psikolog: Bisa Dicegah dan Disembuhkan

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia diperingati setiap tanggal 10 September. Tahun ini, Ikatan…

Oleh Syarif
Pimpinan Umum apahabar.com saat bersama psikolog Melianda Bahri. Foto-Rizal Khalqi

apahabar.com, BANJARMASIN – Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia diperingati setiap tanggal 10 September. Tahun ini, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia mengangkat tema “Membangun Harapan melalui Aksi Nyata”.

Peningkatan kasus bunuh diri yang terjadi masyarakat menunjukkan bahwa kesehatan jiwa penting diperhatikan agar mengakhiri hidup dengan bunuh diri bisa dicegah. Kesadaran mengenai kesehatan jiwa ini harus dibangun di setiap lapisan masyarakat.

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat ada 40 juta orang meninggal dunia karena bunuh diri setiap tahunnya. Artinya, ada satu orang setiap 40 detik yang mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Ketua Pengurus IPK Indonesia Kalimantan Selatan (Kalsel) Melianda Bahri, mengatakan ada banyak faktor orang berpikir mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

“Misalnya dari individu seperti gangguan bipolar, depresi berat atau traumatik akibat bencana,” kata psikolog ini, Jumat (10/9).

Melinda menjelaskan siapa saja dapat berpikiran untuk bunuh diri. Apalagi saat stres berat tekan batin, gangguan kesehatan dan masalah kejiwaan.
Hal itu kemudian didorong oleh beberapa kondisi yang meningkatkan risiko untuk bunuh diri.

1. Depresi berat

Orang yang mengalami depresi berat berisiko tinggi untuk bunuh diri.
Kondisi ini umumnya ditandai dengan rasa putus asa, suasana hati yang buruk, tidak semangat menjalani aktivitas sehari-hari, atau kehilangan minat dan motivasi hidup. Gejala tersebut bahkan bisa muncul tanpa adanya sebab yang jelas.

2. Gangguan bipolar

Orang dengan gangguan bipolar akan mengalami perubahan suasana hati yang sangat drastis. Misalnya, ia bisa mendadak sedih atau tidak bersemangat, padahal sebelumnya merasa gembira dan sangat antusias.
Jika dibiarkan tanpa pengobatan, penderita gangguan bipolar berisiko tinggi untuk mencoba bunuh diri.

3. Anoreksia nervosa

Penderita anoreksia nervosa selalu merasa dirinya gemuk sehingga melakukan berbagai upaya untuk menurunkan berat badan, termasuk konsumsi obat-obatan secara berlebihan hingga berisiko mengalami overdosis.

Angka kematian karena bunuh diri cukup tinggi pada pada penderita gangguan makan ini, terutama pada remaja wanita.

4. Borderline personality disorder (BPD)

Penderita borderline personality disorder (BPD) memiliki emosi yang tidak stabil dan terkadang sulit bersosialisasi. Penderita gangguan ini umumnya memiliki riwayat pelecehan seksual pada masa kecilnya dan memiliki risiko lebih tinggi untuk bunuh diri.

5. Skizofrenia paranoid

Ciri orang dengan skizofrenia paranoid adalah sering berhalusinasi, paranoid atau sulit percaya dengan orang lain, berperilaku aneh, dan memiliki paham atau percaya pada hal-hal yang belum tentu nyata.

Diperkirakan sekitar 5% penderita gangguan kejiwaan ini mengakhiri nyawanya dengan cara bunuh diri.

6. Gangguan adiksi

Gangguan adiksi adalah gangguan perilaku yang membuat seseorang menjadi sangat ketergantungan atau kecanduan dengan hal tertentu, seperti rokok, minuman beralkohol, atau narkoba.

Melianda mengatakan depresi adalah penyakit yang bisa dicegah dan bisa disembuhkan. Namun hal itu juga membutuhkan bantuan masyarakat atau orang dekat.