Kalteng

Penularan Covid-19 di Kalteng Tak Terpengaruh Musim, Termasuk Kemarau

apahabar.com, PALANGKA RAYA — Kalimantan Tengah (Kalteng) dan wilayah lain di tanah air kini sedang memasuki…

Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Tengah Suyuti Syamsul. Foto-apahabar.com/Tiva

apahabar.com, PALANGKA RAYA — Kalimantan Tengah (Kalteng) dan wilayah lain di tanah air kini sedang memasuki musim panas atau kemarau, sementara penularan Covid-19 terus masih terjadi.

Lantas, apakah musim kemarau bisa memicu spekulasi bahwa Covid-19 kemungkinan menurun bahkan menghilang seiring tibanya musim panas.

Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Suyuti Syamsul mengatakan, meskipun ada beberapa data, di beberapa negara saat musim dingin angka Covid-19 masih tinggi, namun di sisi lain, akan ‘mati’ pada suhu 56 derajat celcius.

“Tetapi sepanas-panasnya Indonesia terutama Kalteng, tidak mencapai 56 derajat celcius,” kata Suyuti di Palangka Raya, Selasa (4/8).

Memang, saat ini, tidak mempunyai data penelitian yang mendukung apakah panas atau musim kemarau bisa mengurangi penyebaran Covid-19.

Wakil Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 ini, tak memungkiri potensi penularan di komunitas masih akan terjadi, jika masih tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Apalagi kini, sedang menuju tatanan adaptasi kehidupan baru. Hendaknya masyarakat jangan sampai mengabaikan imbauan pemerintah.

“Sebenarnya tidak pernah jauh-jauh untuk menghindari, pakai makser, jaga jarak, kurangi pertemuan dengan orang, social distancing dan phycycal distancing,” ujarnya.

Hal itulah yang saat ini terjadi. Itulah sebabnya di kawasan perkantoran kini jadi salah satu potensi penularan Covid-19.

Sebab jadi masalah, karena merasa teman kerja, teman baik, sahabat, sehingga berpikir tidak mungkin tertular.

“Karena semua merasa sudah saling kenal, merasa sehat-sehat sehingga tidak ada yang pakai masker, sehingga merasa aman-aman saja,” ucapnya.

Perkembangan virus corona, saat ini tidak terjadi di klaster lagi karena penularan sudah komunitas. Sehingga klaster tidak dijadikan acuan seseorang terkena Covid-19.

Untuk angka reproduksi efektif (Rt) Covid-19, di Kalteng masih di atas satu, artinya resiko penularan masih tinggi.

Walau, tidak ada yang meninggal murni karena Covid-19, tetapi meninggal karena penyakit bawaan setelah virus corona diidap korban.

“Jadi tidak ada yang meninggal karena Covid-19, bahkan tidak ada penyakit penyerta pun, tidak bisa dibilang meninggal karena Covid. Tetapi (karena) gagalnya fungsi paru atau pneumonia,” tegasnya.

Menurutunya memang dulu ada asumsi hanya yang berusia di atas 50 tahun, yang mempunyai penyakit bawaan, yang meninggal. Ternyata tidak begitu.

Sejak awal, Covid-19 tidak bisa dianggap masalah enteng. Kendati ada sebagian masyarakat mengganggap remeh tidak percaya hanya teori konspirasi dan hanya dibesar-besarkan media.

Dia menjelasjkan kalau orang kesehatan menganggap ini adalah penyakit baru, belum diketahui, belum punya pengalaman dan penyebaran sangat cepat sehingga resiko kematian sangat tinggi.

Sebagai pembanding, angka case fatality rate (CFR) angka kematian DBD di Kalteng, selalu dibawah satu persen. Artinya setiap kematian karena DBD, 100 orang yang terkena DBD kurang dari satu orang meninggal.

Sedangkan, angka CFR Covid dua hari lalu 5,2 persen. Artinya setiap 100 orang, ada 5,5 lebih yang meninggal.

Jika dibandingkan dengan angka kematian DBD, angka kematian Covid 500 persen, lebih banyak angka kematian DBD di Kalteng.

“Jadi lima kali lipat. Jadi bahaya kematian Covid jauh lebih tinggi dari penyakit lain,” kata Suyuti.

Untuk itu Suyuti, meminta agar masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan, sehingga September mendatang, tidak lagi menjadi wabah.

Justru sebaliknya, jika tidak diindahkan, target September bebas corona bakal meleset, bahkan tidak menutup kemungkinan hingga 2021.

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin