News

Penuhi Kebutuhan Baterai Kendaraan Listrik, Tesla Beli Nikel Indonesia Rp74 Triliun

apahabar.com, JAKARTA – Setelah produsen mobil asal Cina, Chery, yang berinvestasi di Tanah Air, kali ini…

perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat (AS), Tesla inc., teken kontrak senilai 5 miliar dollar AS atau setara Rp74,5 triliun. (Foto: Instagram @luhut.pandjaitan)

apahabar.com, JAKARTA – Setelah produsen mobil asal Cina, Chery, yang berinvestasi di Tanah Air, kali ini giliran perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat (AS), Tesla inc, yang teken kontrak senilai 5 miliar dollar AS atau setara Rp74,5 triliun.

Komitmen kerjasama itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan Luhut yang menerangkan, bahwa perusahaan milik Elon Musk itu, telah menandatangani kontrak pembelian nikel dari dua perusahaan di Indonesia.

“Mereka sudah membeli, nah itu yang bagus, dua produk dari Indonesia. Dari Huayou, satu lagi dari mana, dia sudah tandatangan kontrak untuk lima tahun. Jadi tahap pertama sudah masuk,” ujar Luhut dikutip apahabar.com dari Reuters, Senin (8/8).

Luhut menambahkan, kontrak yang akan digunakan untuk lithium baterai kendaraan listrik itu, berlaku selama 5 tahun. Untuk lokasi perusahaan nikel yang dikontrak Tesla berada di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

“Kontrak untuk lithium baterai di Morowali, di sana itu ada berapa belas industri. Dia udah engage di sana, nilainya mungkin sekitar US$ 5 miliar,” beber Luhut.

Namun, terkait rencana Tesla untuk membangun pabrik otomotif berbasis listrik di Tanah Air, Luhut mengatakan masih melakukan negosiasi.

“Tesla ini kami masih negosiasi terus. Karena Tesla ini masih sibuk dengan dalam negeri dia, dengan masalah Twitter dan sebagainya,” tukasnya.

Pemerintah Indonesia sendiri tertarik untuk mengembangkan industri kendaraan listrik dan baterai di dalam negeri. Bahkan, pemerintah telah menghentikan ekspor biji nikel guna memastikan pasokan bagi investor terjaga.

Upaya itu berhasil menarik investasi dari perusahaan raksasa baja asal Cina dan perusahaan Korea Selatan seperti LG dan Hyundai.

Namun demikian, sebagian besar investasinya selama ini ditujukan untuk produksi logam mentah seperti besi dan feronikel. (Adit)