Penjualan Kian Marak, Regulasi Bisnis Minol di Banjarmasin Masih Tak Jelas

Seiring penjualan yang kian marak, regulasi mengenai penjualan minuman beralkohol di Banjarmasin masih tak jelas.

Minuman beralkohol (minol). Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN - Seiring penjualan yang kian marak, regulasi mengenai penjualan minuman beralkohol atau minol di Banjarmasin masih tak jelas.

Pasalnya, status Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol (Minol) kini terkesan menggantung.

Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina pernah berujar, jika pemkot sebenarnya sudah melakukan pengajuan ke DPRD setempat agar aturan itu direvisi. 

“Pemkot sudah mengajukan lagi untuk dilakukan revisi, tapi tidak sempat dibahas oleh dewan,” kata Ibnu, usai menghadiri rapat paripurna penyampaian rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Wali Kota Tahun 2022, Rabu (26/4/2023).

Masih menurut Ibnu, jika revisi perda itu sedang dalam pembahasan, itu berarti mencabut perda sebelumnya.

“Otomatis mencabut perda yang ada. Karena di klausul terakhir, dengan berlakunya perda ini maka perda sebelumnya tidak berlaku lagi,” jelasnya.

Ibnu menjelaskan, sebenarnya proses perda sebelumnya sudah hampir disahkan.

Namun dihentikan, karena ada aturan di dalam perda yang membolehkan supermarket menjual miras, selama satu jam per hari.

"Dari pukul 23.00-24.00 Wita. Aturan itu seolah-olah melegalkan perdagangan miras. Padahal saat itu tidak ada satupun izin yang dikeluarkan pemkot,” katanya.

Akan tetapi lanjut Ibnu, semenjak pemerintah pusat memberikan kemudahan pembuatan izin secara online melalui Online Single Submission (OSS), justru memudahkan para pengusaha menjual miras. 

“Belakangan adanya OSS, pedagang akhirnya mengurus izin. Masing-masing punya izin, dan mereka bisa berjualan,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Harry Wijaya mengaku, belum bisa menjelaskan bagaimana mekanismenya.

Apakah bisa langsung dibatalkan, dicabut, atau ada mekanisme lain yang bisa dilakukan mengenai masalah tersebut.

“Segera akan kami tindak lanjuti,” ucapnya.

Harry menyatakan, jika melihat proses perjalanan pembuatan perda, justru pemko lah yang membatalkan.

“Status perda tersebut ketika akan disahkan, tapi di tunda wali kota. Sejarahnya seperti itu,” jelasnya.

Harry mengaku, jajarannya tidak ingin sembarangan, mengingat pencabutan atau pembatalan sebuah perda ada mekanismenya. 

“Ini terkait dengan status pansus. Pembahasannya periode 2014-2019, sementara perdanya tidak jelas. Tidak menutup kemungkinan malah bisa menjadi masalah hukum,” tandasnya.