Pemilu 2024

Pengamat: Tak Ada Ganjar Effect, PDIP Sulit Menang di Pilpres 2024

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menanggapi terkait pernyataan PDIP yang terbiasa dikeroyok di Pemilu 2024.

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dan Ganjar Pranowo dalam acara puncak Bulan Bung Karno (BBK) 2023 di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (24/6/2023). (ANTARA/HO-PDIP)

apahabar.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menanggapi terkait pernyataan PDIP yang terbiasa dikeroyok di Pemilu 2024.

Apalagi, lawan partai berlogo banteng tersebut merupakan koalisi yang terdiri dari empat partai besar yaitu Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN).

"Kalau PDIP bilang dia terbiasa dikeroyok, memang benar dan sudah terbiasa. Tapi jika dikaitkan dengan kejadian 2014 banyak perbedaannya," ujarnya pada apahabar.com, Jumat (18/8).

Baca Juga: PDIP Kritik Deklarasi Prabowo di Museum: dari Awal Melanggar UU

Ia pun menjabarkan banyak perbedaan tersebut jika dibandingkan dengan Pilpres di 2014 lalu.

"Dulu pada 2014, posisi PDIP adalah sebagai partai oposisi yang 2 periode, 10 tahun lalu menjadi partai yang naik daun. Oleh karena itu publik sangat suka," tukasnya.

"Di saat yang sama, saat itu partai pemerintahnya korup makanya PDIP mendapat tempat di 2014," lanjutnya.

Belum lagi adanya Jokowi effect yang mana arah  angin dukungan ada pada dirinya.

"2014 elektabilitas Jokowi hingga 60 persen, naik-turun, maju-mundur jadi potensi menangnya besar," imbuhnya.

Baca Juga: Surya Paloh: Sebutan Pak Lurah Jokowi hanya Sekadar Candaan

Namun yang menjadi pembeda, saat ini PDIP merupakan partai penguasa yang sudah berkuasa dua periode sehingga rakyat mulai bosan.

"Dua periode berkuasa maka rakyat juga mencapai titik kejenuhan karena banyak persoalan yang menerpa PDIP. Juga tidak ada Ganjar effect dan elektabilitas Ganjar tidak terlalu tinggi," pungkasnya.

Terakhir, dirinya mengklaim sulit bagi PDIP untuk menjadi pemenang di Pilpres selama tiga kali berturut mengingat banyaknya kekecewaan rakyat pada partai yang lekat dengan warna merah tersebut.