Impor Kereta Bekas

Pengamat: Impor Gerbong KRL Baru Akan Gerus Keuangan KAI

Impor kereta bekas saat ini masih dibutuhkan, lantaran melihat kondisi keuangan PT KAI yang terbebani oleh pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KJCB). 

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menegaskan pihaknya tetap tidak memberikan rekomendasi impor kereta rel listrik (KRL) bekas sebagaimana hasil reviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Foto: redigest.web.id

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah batal merealisasikan rencana impor KRL bekas dari Jepang sebanyak 12 rangkaian. Sebagai gantinya, pemerintah akan mengimpor tiga rangkaian KRL baru dari Jepang.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai, impor kereta bekas saat ini masih dibutuhkan seiring lonjakan penumpang. Sementara di saat yang bersamaan kondisi keuangan PT KAI yang terbebani oleh pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KJCB). 

Skema pembiayaan untuk menutupi pembengkakan biaya alias cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI).

"Kita lihat keuangan KAI berdarah-darah karena disedot pembangunan KCIC. Kalau impor gerbong KRL baru, apakah punya uang?" ujarnya saat dihubungi apahabar.com, Jumat (23/6).

Baca Juga: BPKP Telah Selesai Kaji Rencana Impor Kereta Bekas dari Jepang

Selain itu, rencana impor trainset kereta baru dinilai tidak efesien karena akan membebani keuangan negara.

"Kedua, apakah pemerintah sanggup sanggup menanggung PMN? jika nantinya malah membebani keuangan negara," ujarnya.

Menurut Djoko, jika pemerintah tetap ngotot mengimpor gerbong kereta baru, pastinya akan memberatkan masyarakat karena tarif kemungkinan akan naik. Namun jika KAI tak menaikkan tarif, pastinya subsidi kereta api akan membengkak.

Baca Juga: Impor Kereta Bekas dari Jepang, KAI Tunggu Review BPKP

"Kalau beli kereta baru tarifnya naik, bebannya tinggi buat penumpang. Apakah pemerintah siap untuk subsisidi? Subsidi kereta api Rp3,3 triliun loh," ujarnya.

Djoko juga menilai, subsidi kereta api saat ini jumlahnya sangat besar. Bahkan ia menyebut, subsidi kereta api sebesar Rp3,3 triliun tersebut setara dengan subsidi taransportasi darat, laut, dan udara.

"Padahal sebagian tarnsportasi kereta api ada di Jawa saja, dan sedikit di Sumatera, harusnya dialihkan ke transportasi lain, biar adil," pungkasnya.