Kemacetan Jakarta

Penerapan AI untuk Urai Kemacetan di Jakarta, Pengamat: Itu Sia-Sia

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menerapkan kebijakan untuk menggunakan artificial intelligence (AI), demi mengurai kemacetan.

Kondisi depan sekolah Lab School saat jam pulang sekolah. Macet sepanjang Jalan KH Ahmad Dahlan hingga lampu merah menuju ke Radio Dalam, pada Kamis (19/01/2023). Foto: Reka Kajaksana

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub) menerapkan kebijakan untuk menggunakan artificial intelligence (AI), demi mengurai kemacetan.

Kebijakan tersebut menelan anggaran sebesar Rp78 miliar untuk 20 titik pada tahun lalu. Bahkan, tahun ini akan meningkat menjadi Rp130 miliar untuk 40 titik persimpangan.

Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menyatakan kebijakan itu sebagai hal yang sia-sia dan percuma.

"Alah, AI itu buang-buang duit. Coba aja lihat nanti hasilnya seperti apa," ujarnya saat dihubungi apahabar.com, Selasa (18/7).

Baca Juga: Tekan Kemacetan, Dishub Bakal Atur Jam Kerja Lingkungan Pemprov DKI

Menurut dia, selama masyarakat masih menggunakan kendaraan pribadi, jalanan akan tetap macet.

"Kan kendaraan tetap jalan. Kecuali, gara-gara AI saya tidak jadi pakai kendaraan pribadi, nah itu baru bisa," imbuhnya.

Ia pun memperingatkan para pemangku kebijakan atau stakeholder untuk berhati-hati dalam menggunakan kewenangannya.

Anggaran yang tidak digunakan dengan bijak, kata dia, akan rawan penyelewengan dan malah menjadi temuan baru yang rentan dikorupsi.

"Tidak akan sukses, kan dia mengurai (kemacetan), tidak mengatasi kan. (Anggarannya) miliaran rupiah, wah itu harus hati-hati, bisa jadi temuan itu barangnya. Nanti rentan korupsi. Udahlah, yang benar-benar aja. Rawan diselewengkan," ungkapnya.

Baca Juga: Berapa Biaya Reparasi Bodi Mobil yang Penyok di Bengkel Ketok Magic?

Alih-alih mendukung kebijakan penerapan AI, ia mengusulkan agar anggaran miliaran rupiah tersebut dialokasikan untuk memperbanyak keberadaan angkutan umum.

Ia menilai, angkutan umum yang dapat menampung para pekerja dari luar Jakarta / kota penyangga, dapat dimanfaatkan dengan baik.

Bahkan, lanjutnya, angkutan umum yang dibuat senyaman mungkin bisa saja digratiskan atau dibuat semurah mungkin untuk tarifnya.

"Uang sebanyak itu (dipakai) hanya untuk mengurai, untuk apa? Menghabiskan duit, lebih baik mengatasi. Kalau bisa orang naik angkutan umum digratiskan itu, gitu caranya. Mungkin pada jam tertentu, biar pada mau naik angkutan umum, gratiskan saja," katanya.

Baca Juga: MG Bakal Hadirkan Mobil Listrik Baru di Ajang GIIAS 2023

Ia pun mencontohkan beberapa angkutan umum nyaman yang telah berjalan, seperti JR Connexion dan Royal Trans, yang semestinya diperbanyak keberadaannya jika memang Jakarta fokus ingin mengurai kemacetan.

Sekalipun nantinya kebijakan menggratiskan transportasi umum dirasa mustahil oleh para stakeholder, menurut dia, para penumpang juga tidak merasa keberatan jika harus membayar sekitar Rp20-25 ribu, asalkan transportasi itu nyaman dan aman.

"Saya jamin tidak efektif ya. Lebih baik beli bus dibanyakin busnya untuk ngangkut orang, dari kota penyangga ke Jakarta," tutupnya.

Sebagai informasi, teknologi AI yang dipasang pada 20 titik persimpangan telah digunakan sejak April 2023 lalu 

Baca Juga: Sambut HUT RI, Beli Mobil DFSK Berhadiah iPhone 14 dan Liburan ke Bali

Sistem pemantauan lalu lintas yang bernama Network Operation Centre (NOC) Intelligent Traffic light System (ITS) memiliki cara kerja.

Pj. Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono menjelaskan cara kerja sistem tersebut dengan cara mengidentifikasi kemacetan di titik tertentu.

Dijelaskannya, dengan memanfaatkan teknologi AI, nantinya, lampu merah tersebut bisa dilakukan intervensi dalam upaya mengurangi kemacetan.

"Sistemnya dihitung berdasarkan kepadatan (lalu lintas), kalau sedang padat maka lampu hijaunya dipercepat dan sebaliknya," kata Heru dikutip dari keterangan tertulisnya, beberapa waktu lalu.