Pemilu 2024

Peneliti Antikorupsi: Prabowo Subianto Dangkal Pahami Politik Uang

Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai Prabowo Subianto begitu dangkal memahami politik uang.

Menteri Pertahanan RI yang juga Ketua Pelaksana Muktamar Sufi Internasional, Prabowo Subianto menyambut kehadiran Presiden Jokowi. Foto: Dok Partai Gerindra

apahabar.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai Prabowo Subianto begitu dangkal memahami politik uang.

Bahkan ia malah menyebut politik uang sebagai bagian dari suap dalam gelaran Pemilu 2024 demi meraup suara masyarakat.

“Apa pun alasannya, pemberi maupun penerima secara simbiosis mutualisme terlibat dalam mata rantai politik uang. Pernyataan ini pertanda 'dangkalnya' pemahaman soal esensi politik uang,” kata Herdiansyah di Jakarta, Rabu (13/9).

Baca Juga: Ketua Bawaslu Minta Masyarakat Lapor Praktik Politik Uang

Pria yang akrab disapa Castro menerangkan politik uang merupakan tindakan politik uang membuat praktik politik di Indonesia tergolong mahal.

“Saya pikir Prabowo mesti belajar kembali bagaimana politik uang itu bekerja. Jangan sampai justru membuat politik uang makin subur,” kata dia menegaskan.

Dia menjelaskan pernyataan yang disampaikan Prabowo itu secara tidak langsung justru permisif terhadap praktik politik uang, termasuk serangan fajar.

Kondisi itu, sambung Herdiansyah, dikhawatirkan akan berdampak semakin membuat kesadaran publik kian terbelakang. Dia khawatir publik akan terus terjebak dengan pragmatisme politik, siapa yang bayar maka akan dipilih.

Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Bawaslu Petakan Wilayah Rawan Politik Uang

“Padahal kita butuh pemilih cerdas yang memilih karena ide dan gagasan para calon, bukan karena isi kantungnya,” kata dia.

Castro mengingatkan bahwa mahalnya ongkos politik akan memicu pada tindakan korupsi. Herdiansyah mengungkapkan bahwa berbagai riset sudah dijelaskan terkait biaya yang harus dikeluarkan politisi ketika mengikuti pemilu.

Di tingkat DPRD kabupaten/kota misalnya, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp15-20 miliar, lalu Rp20-100 miliar di tingkat provinsi dan akan meningkat dalam kontestasi pemilu presiden (pilpres).

Baca Juga: Pemilih Perempuan Rawan Jadi Sasaran Politik Uang!

Sebelumnya, Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo menyampaikan orasi saat acara Milad 11 Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, pimpinan Miftah Maulana Habiburahman atau Gus Miftah, Jumat (8/9) malam.

Dalam acara tersebut, Prabowo menyinggung terkait politik uang atau money politics yang sering terjadi saat pemilihan umum di Indonesia. Lalu Prabowo menyarankan masyarakat menerima uang tersebut.

Menurut Prabowo, jika ada yang bagi-bagi uang jelang pemilu, rakyat terima saja. Karena uang yang diberikan itu juga uang rakyat.

Pernyataan Prabowo yang saat ini menjadi bakal calon presiden (bacapres) yang diusung Partai Gerindra, Golkar, dan PAN itu menimbulkan polemik di masyarakat.