Penasihat Hukum AKBP Dody Sebut Teddy Minahasa Tidak Kooperatif

Mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa sekaligus tersangka kasus Narkoba dianggap tidak kooperatif

Pemusnahan Barang Bukti Narkoba okeh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya terkait kasus Narkotika Teddy Minahasa. Foto: apahabar.com

apahabar.com, JAKARTA – Mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa sekaligus tersangka kasus Narkoba dianggap tidak kooperatif.

Pasalnya, TM tidak mengikuti agenda pemusnahan barang bukti sebanyak 3 kg lebih yang dilakukan Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya.

Tim penasihat hukum AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pudjiastuti dan Samsul Maarif, yakni Adriel Viari Purba mengatakan bahwa tindakan tersebut sangat tidak kooperatif dan bertolak belakang dengan kliennya.

“Sementara klien kami ini menunjukkan tindakan yang konsisten dari awal kasus ini terbuka hingga nantinya akan dibawa ke pengadilan,” tutur Adriel, Rabu (21/12).

Baca Juga: Agenda Konfrontir Irjen Teddy dengan AKBP Dody, Hotman: Belum Ada Titik Temu

Adriel mengatakan, kehadiran Dody dkk dalam pemusnahan barang bukti itu sebagai bentuk tindakan kooperatif untuk mendukung penyidik Ditresnarkoba Polda Metro dan jaksa untuk bisa mengungkap kasus itu secara tuntas.

Karena itu, Adriel menyayangkan kubu TM yang tidak hadir dalam agenda ini dengan alasan yang kurang jelas.

Menurutnya, sejak awal kasus TM merupakan dalang alias bandar dari perkara sabu 5 kg itu. Apalagi Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan Kejaksaan Agung sudah memastikan kalau barang bukti yang ada di Kejaksaan Negeri Agam dan Kejaksaan Negeri Bukit Tinggi tidak berhubungan dengan perkara yang menjerat TM saat ini.

“Artinya barang bukti yang dimusnahkan itu sebenarnya adalah bukti yang terkait dengan kejahatan TM,” ujar Adriel.

Baca Juga: Pengacara Dody & Bandar Linda Tuding Teddy Minahasa Tak Konsisten Soal Barbuk Sabu 5 Kg

Di samping itu, Adriek menjelaskan bahwa tindakan TM berkaitan dengan posisinya yang masih aktif sebagai jenderal bintang 2 kepolisian.

Dengan kata lain, tindakan TM itu sebagai bentuk arogansinya sehingga hambatan psiko-hirarki dan psiko-politis menjadi nyata adanya.

“Itu sebabnya, kami selalu menyerukan dan mendukung komitmen Kapolri Listyo Sigit Purnomo yang akan segera menyidangkan TM secara etik sehingga hambatan psiko-hirarki dan psiko-politis dalam pengungkapan perkara 5 kg sabu ini bisa terbuka seterang-terangnya,” pungkas Adriel.

Agenda pemusnahan barang bukti sabu 3 kg lebih itu dihadiri Wadir Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Dony Alexander, Puslabfor Mabes Polri, jajaran penyidik Ditresnarkoba, perwakilan dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, perwakilan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Negeri Depok.

Pemusnahan itu juga dihadiri 4 orang tersangka dalam kasus ini yakni AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pudjiastuti, Samsul Maarif dan Kasranto.

Baca Juga: Teddy Minahasa Jalani Pemeriksaan, Hotman Klaim Barbuk Masih Utuh

Diketahui, sebelumnya perkara ini bermula dari penangkapan Polres Jakarta Pusat terhadap seorang HE dan MS dengan barang bukti sabu yang dikemas dalam dua buah kantong plastik dengan total 44 gram.

Kemudian kasus dikembangkan, dan diketahui bahwa HE dan MS mendapatkan sabu dari seseorang bernama Abeng.

Setelah Abeng ditangkap, ia pun mengaku bahwa sabu itu diperoleh dari petugas Polsek Kalibaru, Tanjung Priok, Ajun Inspektur Dua Achmad Darmawan (AD).

Dalam proses penyelidikam, AD mengakui dapat sabu dari Kapolsek Kalibaru Komisaris Kasranto. Untuk mendapatkan barang sabu itu, Kasranto mengaku berhubungan dengan anggota dari Satuan Narkoba Polres Jakarta Barat Ajun Inspektur Satu Janto S.

Baca Juga: Gagal Konfrontir Teddy dengan Tersangka Lainnya, Hotman: Ada yang Sakit

Setelah semuanya diusut, maka perkara ini berawal dari penukaran sabu hasil pengungkapan kasus narkoba oleh Polda Sumatera Barat pada Mei 2022 dengan barang bukti 41,4 kilogram senilai Rp 62,1 miliar.

Ketika itu, Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa memerintahkan Dody mengganti 5 kilogram sabu tersebut dengan tawas. Perintah lainnnya sabu itu agar diserahkan kepada Linda Pudjiastuti untuk dijual.

Atas perbuatannya, para tersangka, termasuk Teddy Minahasa, dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.