Hot Borneo

Pemuda yang Ditangkap Densus 88 di Sungai Tabuk Terindikasi JAD

apahabar.com, BANJARMASIN – Sebuah foto yang diunggah A (24) ke Facebook diduga kuat menjadi alasan Densus…

Setahun terakhir, dua kali sudah Densus 88 menggelar operasi senyap di Kalimantan Selatan. Foto ilustrasi: Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Sebuah foto yang diunggah A (24) ke Facebook diduga kuat menjadi alasan Densus 88 menggelar operasi senyap di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Dalam setahun terakhir, sudah 2 kali tim antiteror menggelar operasi khusus di Bumi Lambung Mangkurat. Sebelum A, Densus menangkap seorang pemuda berinisial NR (22), warga Kuin, Banjarmasin, Desember 2021.

Apakah penangkapan A dan NR saling berkaitan? Sampai hari ini pihak Densus 88 belum buka suara. apahabar.com masih terus berupaya menghubungi Kabag Bantuan Operasi Densus 88, Kombes Pol Aswin Siregar.

Sementara E kakak ipar A masih dibuat bertanya-tanya mengenai penangkapan pada 27 Februari tersebut.

"Ya, informasinya gara-gara foto lama di media sosial itu," ujar E kepada apahabar.com, baru baru tadi.

Lantas siapakah sosok dalam foto yang bersama A tersebut? Pihak keluarga belum mengetahui. Selama ini, A hanya numpang menginap di rumah E. A sehari-hari bekerja menemani E berjualan ponsel.

“Kemarin dia ditangkap saat tertidur usai salat subuh,” ujar

A dikenal sebagai sosok pendiam. Sangat jarang melakukan interaksi. Sekalipun dengan keluarga sendiri. A biasa keluar hanya untuk melakukan ibadah berjemaah di masjid.

"Kalau ke rumah sini biasanya datang, makan, tidur. Sangat jarang interaksi bahkan cerita kesehariannya di luar," ungkap E.

Hanya saja, yang E tahu A memang ikut bergabung dalam salah satu organisasi. “Organisasinya tidak terdaftar pemerintah,” ujar E.

A diamankan beserta sejumlah barang. Seperti celana, baju loreng-loreng lengkap dengan embel-embel identitas salah satu organisasi, kacamata, hingga buku rekening.

Berbeda dengan A, Densus sendiri sudah mengonfirmasi jika NR diduga kuat terafilisasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

NR diduga berperan dalam rencana pembelian senjata. Dan sejumlah persiapan-persiapan pelatihan fisik JAD di Sampit, Kalteng. Mahasiswa semester akhir ini disebut-sebut tergabung dalam grup salah satu media sosial bersama anggota jaringan JAD lainnya.

Lantas, apakah penangkapan A terkait NR? apahabar.com menyodorkan pertanyaan tersebut ke Al-Chaidar, aktivis salah satu faksi Darul Islam sekaligus pengamat terorisme.

“Ya, sepertinya [terkait] JAD,” ujar dosen Antropologi, Universitas Malikusssaleh, Aceh ini.

Apa kiranya faktor yang membuat JAD masih terus berkembang? JAD, kata Chaidar, bukanlah organisasi sembarangan. Sel terorisnya tak pernah tidur, sekalipun pemerintah telah melarangnya pada 2018. Dan sang pemimpin, Aman Abdurahman telah divonis mati.

JAD, kata Chaidar, kini sudah berkembang di 20 provinsi Indonesia. Termasuk Kalsel dan Kalteng. Jika Jemaah Islamiah (JI) menarget orang asing, JAD lebih menyasar sipil dan polisi. Perbedaan lainnya, rekrutmen JAD lebih longgar ketimbang JI.

“Siapa saja bisa jadi JAD asal mau Jihad. Mereka yang berpendidikan rendah sekalipun,” ujar Chaidar.

Lantas, mengapa Kalsel? Apa potensi yang dilihat JAD?

Kalsel, menurut Chaidar, bisa saja menjadi basis JAD yang cukup besar selama JAD bisa merekrut massa yang tidak berwawasan agama. Lewat pengajian tersembunyi satu per satu, misalnya. Atau pengajian eksklusif yang paling banyak hanya melibatkan satu keluarga.

Sekali lagi, menurut Chaidar, JAD adalah organisasi klandestin yang memanfaatkan orang orang yang kurang berilmu pengetahuan agama sehingga mudah dijanjikan surga dengan cara cara khawarij.

“Kalsel adalah wilayah yang selama ini belum digarap. Tapi, ini hanya wilayah rekrutmen sementara saja. Bukan yang utama. Agak sulit membuat jadi seperti Marawi [Zona konflik di Filipina] karena Kalsel adalah wilayah dengan tingkat pendidikan yang rata rata tinggi dan tercerahkan,” ujar Chaidar.

Peta Sebaran JAD

Melihat Peta Migrasi Kelompok JAD Setelah Penangkapan Pesilat Dunia Banjarmasin

Peta migrasi kelompok JAD berawal pada 1998 ketika sejumlah kombatan menyeberang dari Malaysia menuju Jawa, Maluku, Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat.

Malaysia yang hanya berbatasan laut dengan Nunukan di Kalimantan Utara tepatnya Sabah menjadi rute pilihan para militan Indonesia memasuki Filipina Selatan yang kerap dijadikan kamp pelatihan militer para kombatan ISIS.

Dua tahun berselang, lanjut Chaidar, pola migrasi JAD berkembang ke Maluku kemudian Poso hingga Papua. Baru 10 tahun kemudian sel-sel jaringan JAD mulai tumbuh di Aceh hingga Kalimantan Timur, Sumut, Sumbar dan Banteng.

Dari Kaltim inilah kemungkinan besar paham JAD berkembang hingga Kalimantan Selatan. Medio November 2016 silam Densus 88 pernah menangkap seorang tokoh JAD bernama Juhanda alias JO. Ia adalah pelempar bom molotov ke Gereja Oikumene di Samarinda.

"Biasanya mereka berkembang melalui daerah-daerah sekitarnya seperti Balikpapan dan Pontianak," ujar Chaidar.

Tak hanya Kaltim, Al-Chaidar juga menyebut kemungkinan rute lain kelompok JAD masuk ke Kalsel.

"Kalsel dan Kalteng adalah daerah baru yang merupakan wilayah persebaran dari JAD, dan ini masuknya melalui daerah-daerah sekitarnya atau dari Jawa dan Sumatera," ujar aktivis Darul Islam ini.

Sebagai antisipasi, Chaidar meminta para orang tua memperkuat jalinan keakraban dengan semua anggota keluarga guna menangkal paham JAD.

“Perlu saling sayang dan saling peduli satu sama lain agar tidak “diculik” oleh organisasi khawarij yang suka mengkafirkan sesama muslim dan juga suka mem-bidah-kan hal-hal kecil dan tradisi yang bukan masalah akidah,” pungkas Chaidar.

Dilengkapi oleh Syaiful Riki