Nasional

Pemerintah Tetapkan Harga Nikel US$ 30/Metrik Ton, Hipmi: Berita Baik Bagi Pengusaha

apahabar.com, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming (MHM) menyambut baik…

Ketua Umum Hipmi Mardani H Maming dalam Forum Hipmi Policy Discussion di Kantor Sekretariat BPP Hipmi Sahid Sudirman Center, Jakarta, Jumat (28/2). Hipmi bertindak sebagai tuan rumah dalam forum yang mengusung tema “Prospek Industri Nikel Dalam Negeriā€ itu. Foto-Istimewa

apahabar.com, JAKARTA – Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming (MHM) menyambut baik putusan pemerintah jika harga nikel dipatok US$ 30 per metrik ton

“Kemarin baru disampaikan, kita mengucapkan terima kasih karena harga nikel HPM [harga patokan mineral] sudah mau diputuskan dengan harga US$ 30 per metrik ton FoB tongkang,” jelas MHM di sela Forum Hipmi Policy Discussion di Kantor Sekretariat BPP Hipmi Sahid Sudirman Center, Jakarta, Jumat (28/2).

“Hanya masalah surveyor tidak diputuskan kedua belah pihak, sehingga menjadi masalah. Ini sudah menjadi berita baik bagi kita pengusaha tambang,” sambung MHM.

Hipmi berperan sebagai tuan rumah dalam dialog itu. Tema yang diusung “Prospek Industri Nikel Dalam Negeri.

Dalam dialog, MHM meminta kepada pemerintah agar segera menetapkan harga nikel berdasarkan HPM itu.

Selain itu, eks Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan itu juga meminta agar pemerintah menetapkan surveyor dari kedua belah pihak antara pemilik smelter dengan pengusaha tambang. Penambang merasa tidak adil dalam bisnis jika surveyor hanya dari pihak smelter.

“Inilah yang Kita perjuangkan bersama-sama untuk pemerintah hadir mengambil jalan tengah, bagaimana caranya HPM betul-betul dipatok tidak saling merugikan antara penambang dan smelter. Maka bisnis akan baik dan bagus,” ucapnya.

Dengan demikian, MHM menyayangkan keputusan pemerintah yang melarang ekspornikel. Keputusan ini sangat berdampak bagi pengusaha di sektor pertambangan maupun energi. Sehingga, banyak pengusaha tambang kebingungan menjual nikel dengan kadar 1,7 persen. Sedangkan smelter dalam negeri hanya menerima kualitas nikel dengan kadar 1,8 persen.

“Di mana pengusaha tambang yang mengirim kadar 1,7 persen sekarang lagi kebingungan bawa barangnya ke mana. Padahal, smelter hanya menerima barang dengan kualitas 1,8 persen,” ungkapnya.

Dampak ditahannya atau disetopnya ekspor tidak boleh keluar negeri, MHM menambahkan sangat berdampak sekali kepada pengusaha nikel, khususnya pengusaha tambang.

“Kualitas barang kadar 1,8 persen kurang 0,1 saja Kita kena penalti US$ 7. Di mana surveyor itu yang menentukan Kita dipenalti atau tidak. Bagaimana bisa bisnisnya adil kalau yang memberi surveyor hanya si pemilik smelter. Mestinya si penambang juga berhak menunjuk surveyor yang nanti akan menjadi acuan apabila terjadi perselisihan,” ujar MHM.

Baca Juga: Ratusan Pedagang Dadakan Menjamur di Kawasan Sekumpul

Baca Juga: Umrah Disetop, 2.393 Jemaah Indonesia Gigit Jari

Baca Juga:POTRET Hiruk Pikuk Ribuan Jemaah Jejali Kawasan Sekumpul

Baca Juga: Kubah Ditutup Bagi Perempuan, Radius 1 Km Steril dari Kendaraan

Editor: Fariz Fadhillah