News

Pemerintah 80 Persen Dikuasai Parpol, Ekonom INDEF Kritisi Lemahnya Pengawasan Hutang

Apahabar.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Junaidi Rachbini…

Ekonom INDEF Didik Junaidi Rachbini sebagai Keynote Speaker menyampaikan penyebab lemahnya pengawasan hutang Indonesia. Foto: Apahabar.com

Apahabar.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik Junaidi Rachbini mengungkapkan bahwa situasi pemerintah saat ini sebanyak 80 persen sudah dikuasai oleh partai politik. Hal tersebut membuat proses pemantauan oleh DPR semakin lemah dan berpotensi mengancam keseimbangan demokrasi.

"Karakter pejabat dan politisi adalah memaksimalisasi anggaran, tujuannya supaya mereka Kembali menjabat di masa pemerintahan berikutnya," ujar pria yang juga Rektor Universitas Paramadina.

Hal tersebut disampaikannya pada INDEF G20 Event: Advancing Debt and Economic Justice Through G20 yang dilaksanakan secara hybrid di Bali, Kamis, (14/7/2022).

Didik mengkritisi kebijakan pemerintah yang cenderung memiliki tujuan agar dapat terpilih kembali. Salah satunya dengan cara menambahkan dasar keuangan yang secara teoritis diambil dari anggaran pendapatan publik.

Praktik seperti itu, kata Didik, sebaiknya perlu dikritisi sekaligus dievaluasi agar pejabat publik mulai dari bupati, walikota, dan anggota parlemen dari daerah dan pusat dapat meminimalisasi anggaran dengan baik.

Didik juga membandingkan praktik minimalisasi anggaran di lingkungan perusahaan dilakukan agar mendapat keuntungan, sehingga perusahaan dapat berjalan. Sebab, perusahaan dikontrol berdasarkan mekanisme pasar.

Sedangkan dalam hal politik, kebijakan hutang luar negeri dengan meminimalisasi anggaran dapat dikontrol melalui pengawasan yang seimbang. Didik mengkhawatirkan demokrasi tanpa kontrol dapat membahayakan keuangan negara.

Salah satu di antaranya adalah keputusan pengambilan hutang pada 2020 saat pandemi Covid-19. Menurutnya, kebijakan tersebut menyebabkan bertambahnya beban defisit negara menjadi dua hingga tiga kali lipat dari APBN.

"Kita tahu ekspansi sangat besar. Sementara efisiensi tidak diutamakan dan hal tersebut kemudian meninggalkan hutang yang cukup besar," tutupnya.(Resty)