Mega Proyek Smelter

Pembangunan Smelter, Pengamat: yang Harus Dijual Produk Bukan Bahan Baku

Ahli Kimia Universitas Lambung Mangkurat Muthia menjelaskan pembangunan smelter nikel dapat membuat perubahan perilaku dalam mengelola dan memaksimalkan SDA.

Proses pembangunan smelter di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Foto: lenterabenua.com

apahabar.com, JAKARTA– Ahli Kimia Universitas Lambung Mangkurat Muthia menjelaskan pembangunan smelter nikel dapat membuat perubahan perilaku dalam mengelola dan memaksimalkan Sumber Daya Alam (SDA).

“Kita punya sumber daya alam dan harusnya kita yang ngolah sendiri dan kalau bisa kita jual produk ke orang lain,” ucapnya kepada apahabar.com melalui sambungan telepon.

Akibat daripada seringnya melakukan ekspor bahan mentah, membuat masyarakat harus membayar lebih mahal untuk SDA yang berasal dari Indonesia sendiri.

“Seperti minyak bumi saja yang untuk pengolahannya saja masih harus di Singapura, padahal yang punya bahan mentahnya kita,” ujarnya.

Melihat kondisi itu, dirinya sangat mendukung kehadiran smelter untuk bisa memberikan nilai tambah pada komoditas nikel.

“Dengan menjual barang dalam kondisi setengah jadi sampai jadi itu kan bisa memberikan nilai yang jauh lebih tinggi,” tuturnya.

Terlebih di masa mendatang komoditas nikel menjadi primadona banyak negara, karena menjadi bahan baku utama dalam membuat baterai.

“Nanti kan hampir semua alat akan menggunakan listrik ya dan baterai akan jadi bagian yang paling penting,” paparnya.

Dengan potensi yang besar itu, dirinya berharap agar sumber daya yang melimpah ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Sebagai informasi pemerintah sudah menetapakan salah satu wilayah di kabupaten Tanah Bumbu sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Wilayah inilah yang akan menjadi tempat berdirinya smelter nikel pertama di pulau Kalimantan.

Smelter ini nantinya diprediksi akan memiliki kapasitas produksi nikel sampai 40.000 ton setiap tahunnya.

Dan akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 10.000 orang.