Smelter Freeport

Pembangunan Smelter Berkaitan dengan Kedaulatan, Ini Kata Pengamat

Kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait pengelolaan tambang Grasberg, Papua, akan habis pada tahun 2041.

Perusahaan pertambangan PT Gag Nikel di Pulau Gag Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Foto via Harian NKRI

apahabar.com, JAKARTA - Kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait pengelolaan tambang Grasberg, Papua, akan habis pada tahun 2041. Pemerintah telah mengajukan sejumlah persyaratan terkait perpanjangan kontrak, di antaranya pembangunan smelter di Papua.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Jakarta, Jumat (30/6). Menurutnya, langkah tersebut berkaitan dengan kedaulatan dan harga diri orang Papua.

Khusus terkait kedaulatan dan demi harga diri orang Papua, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai hal itu tidak akan menjadi kendala, sepanjang dikontrol oleh pemerintah pusat. Menurutnya, titik tekan berdaulat justru terletak pada peran negara.

"Tetapi melihatnya kan, ini ada nuansa kepentingan daerah dalam hal ini yang disampaikan oleh Pak Bahlil saya kira. Jadi beliau juga putra asli sana, kalau mau menyampaikan aspirasi saya kira juga wajar-wajar saja," ujar Komaidi kepada apahabar.com, Senin (3/7).

Baca Juga: Bangun Smelter di Papua, Pengamat: Banyak Hal yang Perlu Diperhatikan

Lebih jauh, Komaidi menegaskan, aspek kedaulatan semestinya tidak hanya ketika smelter dibangun di Papua. Di mana pun lokasinya, selama di Indonesia dan masih menguntungkan dalam hitungan bisnis, hal itu tidak mengurangi makna kata 'berdaulat'.

"Tetapi kalau bisa dilakukan di daerah setempat, tentu masyarakat termasuk pak Bahlil juga akan senang gitu kalau bisa dilakukan di sana," ujar Komaidi.

Selain itu, ungkap Komaidi, segala sesuatu harus dikaji secara mendalam terlebih dahulu. Kira-kira mana yang paling memberikan manfaat yang lebih besar dari sisi ekonomi.

"Sehingga para pihak perlu lebih bijaksana bahwa ada unsur dari beliaunya ingin di sana. Saya kira wajar, tetapi tentu bicara kepentingan bangsa dan negara harus dilihat yang paling optimal yang mana begitu saya kira," pungkasnya.