Menyambut Nyepi

Pawai Ogoh-Ogoh dan Memaknai Hari Raya Nyepi di Magelang

Umat Hindu di Magelang menggelar Kirab Ogoh-Ogoh untuk menyambut Tahun Baru Saka 1940 atau Hari Raya Nyepi 2023.

Upacara Nyepi di Kabupaten Magelang, Selasa 21 Maret 2023. (Foto: apahabar.com

apahabar.com, Magelang - Umat Hindu di Magelang menggelar Kirab Ogoh-Ogoh untuk menyambut Tahun Baru Saka 1940 atau Hari Raya Nyepi 2023.

Kirab yang mengarak 2 ogoh-ogoh tersebut menyusuri rute Jalan Sarwo Edhi Wibowo sepanjang 1 kilometer mulai halaman Artos Mall sampai Pura Wira Buana kompleks Akademi Militer Magelang.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Magelang I Gede Suarti menuturkan, kirab ogoh-ogoh pada 2023 ini diikuti 250 umat Hindu se-Kota dan Kabupaten Magelang.

"Sedangkan untuk pengarak dan pemusiknya, juga ada dari siswa-siswi Taruna Nusantara Magelang," kata Suarti.

Memaknai Ogoh-ogoh

Terkait maknanya, Suarti menjelaskan ogoh-Ogoh merupakan lambang sifat-sifat negatif yang harus dilebur agar tidak mengganggu kehidupan manusia.

"Selain diusung menyusuri jalan utama, ogoh-ogoh mengitari Catus Pata sebagai simbol siklus sakral perputaran waktu menuju pergantian Tahun Saka yang baru," kata Suarti saat ditemui awak media, Selasa (21/3).

Baca Juga: Ribuan Masyarakat Kota Magelang Meriahkan Tarhib Ramadan 2023

Adapun makna yang terkandung dalam kirab ogoh-ogoh yakni mengekspresikan nilai-nilai religius dan ruang waktu sakral berdasar sastra agama Hindu.

Lebih lanjut, Suarti menjelaskan, kirab ogoh-ogoh bertujuan melestarikan adat, seni dan budaya Bali, juga mendorong kreatifitas muda yang terhimpun dalam wadah Muda Mudi Hindu Magelang.

"Kirab ini juga diharapkan dapat memperkaya budaya yang ada di Magelang," imbuhnya.

Upacara Nyepi di Kabupaten Magelang, Selasa 21 Maret 2023

Rangkaian Nyepi

Tak hanya kirab, Suarti mengatakan ada sejumlah ritual dan ibadah yang dilaksanakan umat Hindu di Kabupaten Magelang sebelum dan setelah Hari Raya Nyepi.

"Pertama, ada Upacara Melasti, sudah digelar dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan persembahyangan di laut maupun danau secara tertutup," jelasnya.

Baca Juga: Jelang Ramadan, Permintaan dan Harga Bunga Tabur di Magelang Naik Dua Kali Lipat

Sebagai informasi, rangkaian yang dikenal dengan sebutan upacara Melasti ini juga dilakukan dengan menyucikan segala benda sakral dari Pura seperti arca dan tempat-tempat sesaji.

Pasalnya, menurut kepercayaan Hindu, laut dan danau merupakan sumber air suci yang mampu menyucikan berbagai hal kotor dalam diri manusia dan alam.

Kedua, lanjut dia, ada upacara Tawur Kesanga yang digelar satu hari setelah Upacara Melasti atau sehari sebelum Nyepi.

"Tawur Kesanga juga dikenal sebagai 'Tilem Sasih Kasanga'," imbuhnya,

Pada upacara tersebut, umat Hindu menyiapkan berbagai sesajen atau caru di rumah masing-masing sambil berdoa dan beribadah.

Ketiga, sambung Suarti, ada upacara Pengrupukan atau Mecaru yang dilaksanakan berbarengan dengan Tawur Kesanga.

Baca Juga: Kompleks Pemakaman Gunungpring Magelang Ramai Dipadati Peziarah

Untuk diketahui, pengrupukan adalah menebar nasi Tawur di sekeliling rumah sambil memukul kentongan hingga gaduh.

"Pengrupukan dimaknai sebagai pengusiran Buta Kala yang ada di sekitar tempat tinggal manusia, sama halnya dengan menolak memala atau mengusir mara bahaya," jelasnya.

Suarti menuturkan, sebagai puncaknya, umat Hindu memasuki puncak Hari Raya Nyepi. Selama 24 jam umat Hindu tidak akan beraktivitas seperti biasa.

Keheningan dalam Nyepi

Pada hari ini, umat Hindu tidak boleh menyalakan api, bepergian, atau berkegiatan apa pun. Puncak Hari Raya Nyepi dilaksanakan secara hening.

"Keheningan tersebut tujuannya adalah sebagai bentuk introspeksi atau menyucikan diri dengan melepas semua hal yang berhubungan dengan kehidupan duniawi dalam sehari penuh," katanya.

Pada saat Nyepi, umat Hindu disarankan untuk berpuasa selama 24 jam, tapa, yoga, maupun samadi untuk merenungi dosa-dosa untuk menyiapkan diri menyambut tahun baru.

Pada kesempatan yang sama, Suarti juga menjelaskan ada empat pantangan yang wajib dipatuhi oleh umat Hindu.

Empat Pantangan

Adapun 4 larangan yang dimaksud yakni Catur Brata Penyepian. Catur Brata Penyepian adalah pantangan yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi umat Hindu, yakni Amati Karya, Amati Geni, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan.

"Larangan yang pertama yakni Amati Geni, dalam Bahasa Bali, Geni memiliki arti api," tuturnya.

Dengan demikian, lanjut dia, Amati Geni adalah larangan bagi umat Hindu untuk menyalakan api, lampu, dan benda elektronik lainnya.

Baca Juga: Menyusuri Tradisi Nyadran di Lereng Damalung

Pasalnya, api melambangkan kemarahan, iri hati, dan segala pikiran buruk manusia atau angkara murka.

Kedua, lanjut Suarti, Amati Karya yang artinya pantangan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, baik di luar atau di dalam rumah selama Nyepi berlangsung.

"Saat situasi hening, kami bisa merenung dan introspeksi diri atas segala tindakan kurang baik yang pernah dilakukan," paparnya.

Kemudian, larangan ketiga yang dimaksud Suarti yakni Amati Lelungan. Dalam Bahasa Bali, Lelungan memiliki arti bepergian.

"Amati Lelungan adalah pantangan untuk bepergian ke luar rumah agar umat Hindu khusyuk beribadah selama satu hari penuh," jelasnya.

Baca Juga: Mengupas Sejarah Soreng, Tentang Arya Penangsang dan Dendamnya pada Hadiwijaya

Untuk diketahui, sebagai gantinya, umat Hindu akan berdiam diri di rumah dengan bermeditasi bersama keluarga sekaligus mengevaluasi hubungan dengan Tuhan.

"Terakhir yang keempat yaitu Amati Lelanguan, berasal dari kata Langu yang berarti hiburan. Amati Lelanguan adalah pantangan untuk bersenang-senang saat Nyepi," jelasnya.

Suarti menjelaskan, saat Nyepi, umat diajak untuk menghentikan sejenak segala bentuk kesenangan duniawi agar fokus sembahyang.

Maka dari itu, tidak ada toko, warung, mal, dan tempat hiburan lainnya yang buka selama Nyepi. Bahkan umat Hindu juga berpuasa, tidak makan dan minum selama 24 jam penuh.