Kelompok Separatis Teroris

Panglima TNI Sampaikan Kronologi Gugurnya 1 TNI saat Kontak dengan KST di Papua

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyampaikan 1 prajurit TNI gugur akibat kontak tembak dengan Kelompok Separatis Teroris (KST)

Laksamana Yudo Margono saat konferensi pers tentang prajurit TNI yang gugur di PUSPENERBAL TNI AL, Sidoarjo. Foto: Dok TNI

apahabar.com, SURABAYA - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyampaikan 1 prajurit TNI gugur akibat kontak tembak dengan Kelompok Separatis Teroris (KST) di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Sementara, 4 prajurit lainnya masih hilang. 

Hal itu disampaikan Laksamana Yudo pada Konferensi Pers di Puspenerbal TNI AL, Sidoarjo hari ini (184). Laksamana Yudo juga menyampaikan kronologi gugurnya prajurit TNI tersebut.

Menurut dia, kontak tembak tersebut berawal 36 pasukan TNI yang sedang mencari keberadaan pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mertens. Dalam perjalanannya, KST menghadang dan kontak tembak dengan para TNI. 

Baca Juga: Prajurit Tewas, Panglima TNI dan DPR Tak Ragu Bumihanguskan KKB

"Mereka (KST) juga memanfaatkan anak-anak dan ibu-ibu untuk menyerbu pasukan kita, istilahnya ngeroyok rame-rame," ujar Yudo.

Menurut Yudo, kawasan Komplek Mugi, Kabupaten Nduga tidak memiliki penduduk. Anak-anak dan ibu-ibu yang ikut dalam peristiwa itu merupakan penduduk pindahan yang dimanfaatkan untuk menyerang TNI.

"Situasi ini membuat prajurit sempat bingung untuk menembak atau tidak, karena anak-anak dan ibu-ibu dianggap masyarakat sipil," tutur Yudo.

Baca Juga: KKB Tembaki Proses Evakuasi Jenazah TNI-Polri yang Jaga Salat Tarawih

Yudo melanjutkan, seorang prajurit TNI, Pratu Miftahul Arifin gugur dalam peristiwa itu. Miftahul Arifin jatuh ke jurang dengan kedalaman 15 meter.

"Jenazahnya masih berusaha dievakuasi," imbuh Yudo.

Sementara itu, 4 orang prajurit lainnya masih hilang. Sejumlah pasukan telah dikirim ke lokasi untuk melakukan pencarian terhadap 4 prajurit itu.

Baca Juga: Dorrr! Tukang Ojek di Ilaga Tewas Ditembak KKB

"Mereka belum terkonfirmasi keberadaannya, mungkin masih melarikan diri di sekitar situ karena takut peristiwa serupa terulang lagi," tutur Yudo.

Karenanya, TNI melakukan peningkatan status operasi menjadi siaga tempur. Yudo menjelaskan, kondisi ini tidak semua wilayah Papua.

"Hanya wilayah-wilayah yang rawan saja," kata Yudo.

Baca Juga: Pesawat Dibakar KKB, Susi Air Telan Kerugian Rp30,4 Miliar

Saat disinggung soal HAM mengenai penyerangan anak-anak dan ibu-ibu atau masyarakat sipil, Yudo mengatakan bahwa hal itu bukan ranahnya. Sebab, hal ini mempertimbangkan keamanan masyarakat sipil lainnya yang membutuhkan perlindungan TNI.

"Biar mereka (pihak yang berwenang) yang menilai, ini merupakan pelanggaran HAM atau tidak, karena itu bukan merupakan ranah saya," papar Yudo.

Menurut dia, tidak seharusnya TNI ditakut-takuti dengan masalah HAM. Sebabnya, banyak masyarakat sipil di sana yang keamanannya juga terancam. 

Baca Juga: Kapolda Papua Ngaku Pembebasan Sandera Dari Tangan KKB Terus Berproses

"Bukan berarti setiap saat kami ditakut-takuti dengan masalah HAM, ga maju-maju nanti. Karena ada rumah guru dibakar, pasar dibakar, padahal enggak ada masalah apa-apa, mereka lebih membutuhkan TNI," pungkas Yudo.