Kalsel

Pakar ULM Tawarkan Solusi untuk Progres Capaian Vaksinasi di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Progres capaian vaksinasi Covid-19 di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih rendah. Meski vaksinasi massal…

Tim Percepatan Penanganan Covid-19, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dewi Anggraini, menawarkan solusi agar progres capaian vaksinasi bisa tercapai. Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Progres capaian vaksinasi Covid-19 di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih rendah. Meski vaksinasi massal sudah beberapa kali dilakukan, tetapi target capaian masih jauh.

Saat ini capaian vaksinasi Kalimantan Selatan masih di bawah provinsi tetangga, Kalimantan Timur.

Meminjam data dari vaksin.kemenkes.co.id, per 11 Agustus 2021, sasaran vaksin di Kalsel sebanyak 3.161.137 orang.

Untuk dosis pertama ada 474.082 orang yang sudah menerima atau sebanyak 15.00 persen. Sedangkan dosis kedua 299.375 orang atau baru 9.47 persen.

Dibandingkan dengan Kaltim, dari sasaran vaksin sebanyak 2.874.401 orang, dosis pertama sudah mencapai 542.244 orang atau 18.83 persen. Sedangkan dosis kedua 361.138 atau 12.56 persen.

Lantas apa solusi agar progres capaian vaksinasi di Banua bisa lebih cepat?

Salah seorang pakar dari Tim Percepatan Penanganan Covid-19, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dewi Anggraini, menjelaskan dari hasil kajiannya, pemerintah daerah harus memulai melakukan inovasi terkait teknis pemberian vaksinasi kepada masyarakat.

Adapun yang ditawarkan adalah pemberian vaksinasi secara mikro. Sederhananya, vaksinasi dilaksanakan dalam lingkup lebih kecil dan menyasar ke level masyarakat paling bawah.

“Misal vaksinasi di tingkat RT maupun RW. Ini akan lebih efektif. Disampingnya adanya vaksin di tingkat kecamatan,” ujar Dosen Program Studi Statistika, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat ini, Rabu (11/8).

Selain bisa menyentuh masyarakat level bawah, pelaksanaan vaksinasi mikro juga guna menghindari adanya selisih ketersediaan vaksin dengan orang yang datang.

Sebab jika itu terjadi, dia khawatir akan berdampak terhadap antusiasme masyarakat.

“Khawatir mereka kecewa, jauh-jauh datang ternyata vaksinya habis. Saya sering dengar keluhan itu,” katanya.

Proses pelaksanaan vaksinasi mikro akan lebih sederhana, terfokus, dan aksesibel karena mampu menjangkau masyarakat di level bawah yang mempunyai segala keterbatasan.

Seperti masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari pusat-pusat kesehatan primer, masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam melakukan pendaftaran vaksinasi secara online, masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus, dan para lanjut usia (lansia).

“Karena tak semua masyarakat kita menerima informasi yang disebarkan di media sosial misalnya. Kalau mikro, bisa melalui RT, dibantu Babinkamtibmas atau Babinsa,” imbuh Dewi.

Kemudian, yang tak kalah penting juga vaksinasi skala mikro bertujuan untuk menghindari timbulnya kerumunan. Seperti yang kerap terjadi di vaksinasi massal.

“Kalau krannya dibuka, otomatis masyarakat yang mau divaksin berjubal. Walaupun sudah ditentukan jamnya, karena terlalu banyak maka sulit mengaturnya. Skala mikro tentunya lebih mudah,” jelas Dewi.

Catatan lain, pelaksanaan vaksin skala mikro harus dilakukan secara berkelanjutan dengan pengaturan jadwal yang tetap, serta jumlah ketersediaan vaksin dan jumlah undangan harus sesuai.

“Jika ini bisa berjalan dengan baik, saya yakin progres vaksinasi akan jauh lebih cepat dan efektif, juga kerumunan massa bisa dihindari,” tandasnya.