Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Pakar FKM UI Sampaikan Pandangan Terkait Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Guru Besar FKM UI Fatma Lestari menyampaikan pandangannya terkait kebakaran Depo Pertamina pelumpang.

Guru Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D. Foto-ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Guru Besar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Fatma Lestari menyampaikan pandangannya terkait insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang.

Menurut Fatma, saat ini yang harus dilakukan adalah investigasi terlebih dahulu penyebab terjadinya ledakan dan kebakaran tersebut.

"Yang pertama bukan mengetahui penyebab secara langsung, misalnya karena adanya gangguan teknis atau adanya sumber api," ujar Fatma Lestari yang juga Kepala Disaster Risk Decution Center (DRRC) UI dalam keterangannya, di Depok, Selasa (14/3).

Akan tetapi, lanjutnya, harus diketahui mengapa kejadian tersebut bisa terjadi. Sistem mana yang masih kurang, atau perlu dilakukan improvisasi. Kemudian harus disampaikan mengapa ledakan dan kebakaran bisa terjadi, serta penyebab langsung ledakan dan kebakaran tersebut.

Baca Juga: Bantu Korban Insiden Plumpang, Pertamina Salurkan Dana Rp1,7 Miliar

"Apakah ada hubungannya dengan perawatan yang kurang atau standar operasional prosedur yang perlu diperbaiki dan kompetensi pelaksana di lapangan," imbuhnya.

Jika dirunut ke belakang, kata Fatma, tepatnya pada tahun 2007 pihaknya beserta perwakilan dari Pertamina sempat melakukan analisis risk assesment di salah satu tangki di Depo Plumpang.

Rekomendasi yang disampaikan kepada pihak Pertamina saat itu adalah pembuatan buffer zone atau disediakan jarak yang cukup antara depo dengan permukiman warga.

Jika untuk jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax amannya berada di angka 50 meter, namun lebih baik, kata Fatma, berjarak 100 meter.

Baca Juga: Demi Keamanan, Pembangunan 'Buffer Zone' Plumpang Penting Dilakukan

"Kebakaran dan ledakan ini bisa terjadi jika ada bahan bakar, kemudian sumber api dan tentunya oksigen yang ada di sekitar kita. Kalau ketiga faktor tersebut bertemu maka akan terjadi kebakaran dan ledakan," ungkapnya.

Tapi jika salah satunya tidak ada, misalnya saja ada BBM, ada kebocoran, tetapi tidak ada sumber api atau jauh dari sumber api, maka kebakaran dan ledakan tidak akan terjadi.

Sementara untuk kejadian tahun 2009 kebakaran disebabkan dari aspek security. "Adapun untuk di Depo Plumpang kemarin kita belum tahu pasti apakah dari aspek safety atau keduanya," kata Fatma.

Dia menjelaskan untuk kasus kebakaran dan ledakan di Depo Plumpang perlu assesment sistem perpipaan yang menyalurkan BBM dari laut, balongan atau kilang-kilang, dan sumber lainnya.

Baca Juga: Di Hadapan DPR, Dirut Pertamina: Kebakaran Plumpang Bukan dari Tangki BBM

"Pipe link riskmanagement atau manajemen risiko perpipaan perlu juga menjadi perhatian. Mengingat unsur yang satu ini juga dapat menambah risiko dari sebuah kebakaran dan ledakan," terang Fatma.

Menurut dia, untuk objek vital sebesar Depo Pertamina diperlukan adanya kuantitatif risk assesment khusus untuk kebakaran dan ledakan. Termasuk  apakah permukiman harus dipindahkan atau tidak.

Hal tersebut juga akan memberikan pandangan seberapa jauh dampak ketika terjadi ledakan dan kebakaran terhadap masyarakat atau lingkungan sekitar.

"Meski sudah direlokasi potensi ledakan dan kebakaran masih mungkin terjadi," tandasnya.