News

NU Siap Berkontribusi di Forum Internasional G20, Mardani H Maming Temani Ketum PBNU Temui Presiden

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Umum PBNU Yahya Chollil Staquf bersama bendahara umum PBNU, Mardani H. Maming…

Ketua Umum PBNU Yahya Chollil Staquf bersama bendahara umum PBNU, Mardani H. Maming menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (22/4). Foto-Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Umum PBNU Yahya Chollil Staquf bersama bendahara umum PBNU, Mardani H. Maming menemui Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (22/4).

Pertemuan ini diperkirakan terkait dengan upaya Nahdlatul Ulama untuk berkontribusi di forum G20. The Group of Twenty atau G20 adalah sebuah forum kerjasama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa.

Dari unggahan bendahara umum PBNU di akun Instagram pribadinya, Mardani hanya mengunggah sedikit caption: Sukseskan G20 & PBNU.

Hal utama yang dibahas di G20 adalah isu-isu global yang terutama terkait dengan ekonomi, seperti stabilitas keuangan, perdagangan, kebijakan, dan keberlanjutan. Setiap tahun, kepresidenan G20 bergilir dari satu negara ke negara lain. Kali ini Indonesia mendapat kesempatan untuk memegang jalannya G20.

Sementara NU sendiri memiliki dua hal utama yang bisa ditawarkan dalam forum tersebut. Pertama soal pendidikan toleransi ala pesantren.

Solusi pertama, NU dapat menawarkan program penguatan Islam moderat dalam bentuk yang lebih konkret agar toleransi lebih dipahami secara substantif.

Dalam aspek membina toleransi antar-iman, Yahya Cholil Staquf menekankan kesadaran para pemeluk agama untuk mengakui bahwa setiap agama pasti memiliki masalah masing-masing. Artinya, diperlukan keterbukaan dan kejujuran dari setiap pemeluk agama agar terjadi diskusi antar-iman yang konstruktif.

NU telah menginisiasi pendidikan toleransi yang lebih substantif dengan mengubah redaksi kafir atau para pemeluk agama di luar Islam menjadi non-muslim dalam pengajaran materi keislaman di pesantren.

Beberapa pesantren yang berafiliasi dengan NU, seperti Pondok Pesantren Assalafiyyah Mlangi di Sleman, Yogyakarta, juga menerapkan pendidikan toleransi yang integratif dengan program pembelajaran pesantren.

Pendidikan toleransi dilakukan dengan mengundang tokoh lintas agama untuk berdiskusi dengan para santri. Diskusi turut mengkaji konsep toleransi dalam Islam berdasarkan referensi matan (tulisan singkat tentang rangkuman hukum Islam), syarah (penjelasan atas matan) dan hasyiyah (penjelasan atas syarah).

Untuk mengglobalkan model ini, NU melaluilembaga pengelola pesantrenRabithah Ma’ahid al Islamiyyahdan Kementerian Agama RI perlu mengembangkan kurikulum pembelajaran toleransi secara terstruktur. Harapannya, kurikulum tersebut dapat ditawarkan dan diterapkan secara luas di tingkat nasional dan global.

Solusi kedua yang bisa ditawarkan NU di forum G20 adalah peran NU untuk mendorong sektor ekonomi hijau yang didukung oleh digitalisasi.

Penerapan ekonomi hijau merupakanrefleksi dari sifattawazun(keseimbangan)sebagai salah satu elemen dariwasathiyyatul Islam(moderatisme keberagamaan Islam).

Berdasarkan data Kementerian Agama RI 2021, ada hampir 4 ribu pesantren berpotensi mendukung sektor ekonomi hijau. Adapun rinciannya antara lain1.479 pesantren di sektor agribisnis, 1.141 pesantren di sektor perkebunan, 1.053 pesantren di sektor peternakan dan 318 pesantren di sektor maritim. Kebanyakan pesantren mengelola usahanya dengansistem koperasi ataubaitul mal wat tamwil.

Perekonomian hijau berbasis pesantren terbukti telah mendorong perekonomian masyarakat sekitar pesantren.Pesantren al-Ittifaq di Bandung, Jawa Barat,danPesantren Rubat Mbalong di Cilacap, Jawa Tengah,dapat menjadi contoh pesantren berbasis agrobisnis yang telah memberdayakan perekonomian masyarakat sekitar.

Ide pengembangan ekonomi hijau ala NU dimulai sejak 2017 di Jambi dalam konsorsium yang disebut sebagaiKEMALA (Konsorsium Energi Mandiri Lestari). Konsorsium yang dikepalai oleh NU ini telah merancangkonsep Sekolah Hijau untuk memberdayakan masyarakat pedesaan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan energi alternatif.

NU, bersama lembaga-lembaga terafiliasi sepertiLembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Masyarakat NU, Lembaga Pengembangan Pertanian NU, danLembaga Penangggulangan Bencana dan Perubahan Iklim NUdapat memperluas konsep Sekolah Hijau untuk memantapkan cetak biru ekonomi hijau berbasis pesantren.

Jika dimanfaatkan dengan baik, NU bisa menawarkan potensi ekonomi hijau versi pesantren-pesantren yang berafiliasi dengan NU sebagai model ekonomi hijau pada forum G20. Harapannya, konsep tersebut dapat diterapkan di negara-negara berkembang.