Pembunuhan Brigadir J

Nasib Status Anggota Polri Richard Eliezer di Ujung Tanduk

Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) menilai Richard Eliezer berpeluang takkan dipecat dari institusi Polri karena hanya divonis 1 tahun 6 bulan

Bharada E di PN Jaksel (Foto: apahabar/BS)

apahabar.com, JAKARTA -Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) menilai Richard Eliezer berpeluang takkan dipecat dari institusi Polri karena hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara.

Sebab dalam Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 14/2011 yang diperbarui Perkap nomor 7/2022 menyatakan bahwa sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dilekatkan kepada anggota Polri yang diganjar hukuman pidana 5 tahun.

"Kalau merujuk Perkap 14 tahun 2011 yang kemudian direvisi menjadi Perkap 7/2022 menyebut bahwa sanksi berat PTDH bisa dilakukan untuk personel yang mendapatkan ancaman hukuman pidana tahanan 5 tahun dan divonis 3 tahun yang sudah berketatapan hukum atau inkrah," kata Peneliti ISSES, Bambang Rukminto, Rabu (15/2).

Baca Juga: Tangisi Vonis Richard, LPSK Pertaruhkan Nasib Justice Collaborator

"Tentu ada peluang Eliezer bisa kembali aktif sebagai anggota Polri," sambung dia.

Kendati demikian, ia menilai bahwa Perkap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1/2003 tentang pemberhentian personel Polri.

"Tetapi Perkap tersebut bertolak belakang dengan PP 1/2003 tentang pemberhentian personel Polri yang hanya menyebut sanksi PTDH berlaku pada personel yang divonis pidana, tanpa batasan waktu," jelasnya.

Untuk itu, Richard yang bakal menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) usai divonis, masih dalam bayang-bayang pemecatan.

"Masalahnya sidang KKEP yang akan digelar pasca pengadilan pidana tersebut, akan menggunakan aturan yang mana? Dalam tata perundangan, tentunya PP lebih tinggi dibanding Peraturan Kapolri," ungkap dia.

Baca Juga: [Apahabar News Flash] Richard Eliezer di Vonis 1.5 Tahun

Di sisi lain, sanksi pemecatan bagi Richard juga dinilai diperlukan karena pelanggaran yang dilakukannya telah merampas nyawa sesama anggota Polri, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Bila tidak dilakukan PTDH artinya Polri sebagai organisasi penegak hukum akan dianggap permisif pada tindak pelanggaran hukum oleh anggotanya," imbuh dia.

"Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional," pungkasnya.