Bentrok Seruyan

Nama Besar Best Group Bertengger di Konflik Sawit Seruyan

Tragedi berdarah terjadi di Desa Bangkal, Seruyan. Ketika warga menagih janji PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP). Siapa di balik perusahaan sawit ini?

Konflik agraria susulan di Seruyan, Kalimantan Tengah, merenggut korban jiwa, Sabtu (7/10), Gijik, seorang warga tewas saat warga aksi menuntut kebun sawit plasma dari perusahaan, PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMBP). Foto: Mongabay

apahabar.com, JAKARTA - Tragedi berdarah terjadi di Desa Bangkal, Seruyan. Ketika warga menagih janji PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP). Siapa di balik perusahaan sawit ini?

Cerita diawali 2006. Pertama kali perusahaan sawit di Kalimantan Tengah itu dapat izin beroperasi. Tiga tahun berjalan, konflik mulai mencuat.

"Konfliknya terjadi sejak tahun 2009," kata Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata kepada apahabar.com, Selasa (10/10).

Sekali lagi, pertanyaannya; siapa di balik perusahaan sawit ini? Sampai-sampai sekuat itu. Aparat kepolisian dan TNI rela jadi pagar. Bahkan menewaskan satu warga.

Baca Juga: Menilik Muara Konflik Warga dan Perusahaan Sawit HMBP Seruyan

Jawabnya mengarah pada satu nama keluarga. Tjajadi. Mereka adalah crazy rich asal Surabaya. 

Keluarga ini adalah pendiri sekaligus pemilik Best Group. Di mana memiliki banyak anak perusahaan yang bergerak di berbagai industri. 

Berdasarkan laman resmi yang diakses pada Selasa (10/10). Perusahaan ini dibalut dengan label Best Industry Group. Salah satunya bergerak bisnis minyak nabati. Khususnya untuk manufaktur palm cooking oil.

Best Industry Group. Foto via dataindonesia.id

Raksasa Palm Oil Indonesia

Bisnis Best Industry Group telah dimulai oleh keluarga Tjajadi pada tahun 1982. Tujuannya untuk mengantisipasi perubahan pola konsumen. Dari penggunaan minyak kelapa ke sawit untuk memasak.

HMBP adalah bagian kecil dari gurita bisnis keluarga Tjajadi. Boleh dibilang mereka adalah cucunya perusahaan.

Dalam tahun pertamanya, Best Industry Group hanya fokus di pasar domestik di Jawa Timur. Kemudian, memeperluas aktivitasnya ke Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta dan Sumatera.

Hingga akhirnya ke seluruh nusantara. Termasuk di Kalteng. "Ya, HMBP termasuk dalam pengembangan perusahaan agro internasional," beber Bayu. 

Baca Juga: Polda Kalteng Belum Tarik Aparat yang Berjaga di Seruyan

Dari catatan Walhi. Best Group memiliki lahan konsesi sawit seluas 200.000 hektare di Kalteng. Mereka juga pemain hilir.

Bahkan, diklaim menjadi satu dari lima kilang minyak sawit terbesar di Indonesia. Saat ini, kapasitas pemurniannya sebesar 6.000 metrik ton per hari. 

"Best Group menjadi salah satu perusahaan perkebunan besar swasta sawit," imbuh Bayu.

Dalam sebuah investigasi Reuters, pada tahun 2011. Keluarga Tjajadi sebenarnya sudah sempat menjadi sorotan di Kalteng. Melalui Proyek Rimba Raya.

Proyek ini dirancang untuk menjadi bagian dari program REDD PBB. Yang mana untuk menghadapi perubahan iklim. Menyelamatkan area hutan gambut kaya karbon di Kalteng. Tujuannya mulia.

Best Industry Group. Foto via dataindonesia.id

Sengketa Anak Perusahaan

Dalam laporan investigasinya, Reuters menyebutkan proyek Rimba Raya itu akhirnya tak berlanjut. Terhalang. Lantaran adanya konflik internal anak perusahaan Best Group.

Konflik itu melibatkan tiga entitas utama naungan Best Group. Yakni PT Best Agro Internasional, PT Best Capital Investment dan PT Best Industry Technology. Mereka saling klaim lahan dari beberapa perusahaan.

Nah, salah satu perusahaan adalah induk PT HMBP. Yakni, PT Best Capital Investment melalui PT Bio Green Indonesia.

Baca Juga: Polisi Tembak Warga hingga Tewas di Seruyan, DPR: Usut Tuntas!

Kepemilikan saham yang dimiliki oleh PT Bio Green Indonesia, sebanyak 274.476 lembar. Dan sisanya punya PT Best Capital Investment. 

Penting untuk tahu. Penguasaan saham PT Best Capital Investment adalah Rendra Tjajadi dan Winarno Tjajadi.

Tercatat, dua orang keluarga Tjajadi itu menanamkan investasinya dalam Best Capital Investment. Rendra sebanyak 47.253 lembar saham dan Winarno 87.753.

Menengok data Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM. Winarto Tjajadi tercatat sebagai komisaris HMBP. Direkturnya bernama Roby Zulkarnaen.