Religi

MUI Jatim ‘Larang’ Salam Lintas Agama, PWNU Jatim Buka Suara

apahabar.com, SURABAYA – Salam Lintas agama sedang disoroti Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur. Mereka mengimbau para…

Ilustrasi, salam lintas agama. Foto- Acclaim Images 

apahabar.com, SURABAYA- Salam Lintas agama sedang disoroti Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur. Mereka mengimbau para pejabat untuk tidak melakukannya. Sontak, imbauan tersebjut ditanggapi langsung PWNU setempat.

Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jatim yang tidak setuju dengan imbauan tersebut. Organisasi ulama ini pun mengeluarkan sikap resmi untuk menyikapi seruan MUI Jatim itu.

Dalam Surat Keputusan Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur tentang Hukum Salam Lintas Agama memperbolehkan pejabat Islam mengucapkan salam semua agama.

Dalam keputusan mereka juga dijelaskan mengenai dalil-dalil salam lintas agama tersebut. Dijelaskan dalam surat keputusan itu bahwa Islam sebagai agama kerahmatan selalu menebarkan pesan-pesan kedamaian di tengah manusia. Pesan kedamaian dalam wujud menebarkan salam secara verbal juga telah menjadi tradisi agama tauhid sejak Nabi Adam As yang terus diwarisi hingga sekarang

"Mengucapkan salam secara verbal merupakan tradisi Nabi Adam As dan keturunannya dari para nabi dan wali."

Nabi Ibrahim As mengucapkan salam kepada ayahnya yang masih belum bertauhid. "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu dan Aku akan memintakan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh ia sangat baik kepadaku." (QS. Maryam: 47).

Lebih lanjut dalam menelaah salam lintas agamaini, PWNU Jatim juga menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW juga pernah mengucapkan salam kepada penyembah berhala dan segolongan Yahudi yang sedang berkumpul bersama kaum muslimin.

"Diriwayatkan dari Urwah, sungguh Usamah bin Zaid mengabarinya Bahwa Nabi SAW naik himar yang di atasnya terdapat pelana dan di bawahnya terdapat kain beludru kampung Fadak, sementara Usamah mengikuti di belakangnya dalam rangka menjenguk Sa'd bin 'Ubadah di kampung Bani al-Harits bin al-Khazraj, peristiwa ini terjadi sebelum perang Badar, sehingga Nabi SAW melewati suatu majelis yang di dalamnya berkumpul kaum muslimin, kaum musyrikin penyembah berhala, dan kaum Yahudi yang di dalamnya terdapat Abdullah bin Ubai. Di majelis itu juga ada Abdullah bin Rawahah. Kemudian ketika debu telapak hewan kendaraan menyebar ke majelis, Abdullah bin Ubai menutupi hidungnya dengan selendangnya, lalu berkata: "Jangan kenai debu kami." Kemudian Nabi SAW mengucapkan salam kepada mereka…"(Muttafaq 'Alaih).

Demikian pula sebagian generasi sahabat dan tabiin setelahnya, seperti Abu Usamah Ra, Ibn Mas'ud Ra dan selainnya membolehkan dan melakukannya.

Karena demikian, sangat wajar menebarkan salam sebagai pesan kedamaian menjadi tradisi universal manusia lintas adat, budaya dan agama, dengan berbagai model, cara dan dinamika zamannya.

Lalu bagaimana hukum mengucapkan salam dari berbagai tradisi agama yang dilakukan oleh pejabat muslim dalam acara yang dihadiri oleh lintas agama?

Dalam hal ini, bagi pejabat muslim dianjurkan mengucapkan salam dengan kalimat "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh", atau diikuti dengan ucapan salam nasional, seperti selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, dan semisalnya.

"Namun demikian, dalam kondisi dan situasi tertentu demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama," demikian keterangan tertulis PWNU Jatim seperti dilansir apahabar.com dari Okezone, Rabu (13/11).

Surat keputusan dari PWNU Jatim ini ditandatangani oleh Ketua Sidang Bahtsul Masail PWNU Jatim KH Ahmad Asyhar Shofwan dan Sektretaris Kiai Ahmad Muntaha.

Baca Juga: Salam Pembuka Semua Agama Bukan Wujud Toleransi, Berikut Alasan MUI Jatim

Baca Juga: Upaya Mengembalikan Eksistensi Islam, MUI Kalsel Gelar Diskusi

Sumber: Acclaim Images
Editor: Muhammad Bulkini