Kontroversi Masa Jabatan Kades

Muhammadiyah Desak Usulan Perpanjangan Jabatan Kades Dihentikan

Hal itu akan berpotensi membuka celah kejahatan dan penyelewengan yang sistematis.

Kepala desa seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di Gedung DPR RI (Foto: apahabar.com/Daffa)

apahabar.com, JAKARTA - Pengamat Politik Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ridho Al-hamdi, mendesak agar usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dihentikan.

Menurutnya, jika usulan tersebut disetujui menjadi sembilan tahun, maka yang dikhawatirkan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk mengamankan Pemilu Serentak 2024.

"Ini sudah bisa dibaca," katanya seperti melansir Antara, Jumat (27/1).

Selain itu, Ridho mengkhawatirkan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun dinilainya terlalu lama.

Hal itu akan berpotensi membuka celah kejahatan dan penyelewengan yang sistematis.

Termasuk, imbuh Ridho, tuntutan tersebut dinilainya terkesan syarat kepentingan politik ketimbang kepentingan masyarakat luas.

"Oh ternyata pilkades berhasil jadi sembilan tahun, nah ini bagi orang-orang yang punya kepentingan juga motif politiknya, kenapa tidak untuk (jabatan) presiden? Untuk tidak menjadi perpanjangan periodisasi," kata dia.

Ridho mendorong DPR lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas ketimbang politik praktis.

Caranya, dengan menolak usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa yang bisa mencapai 27 tahun.

Ia menegaskan tidak perlu ada perubahan masa jabatan kepala desa dalam Undang-Undang Desa karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

Sebelumnya, sejumlah kepala desa berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun.

Mereka meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Aksi tuntutan tersebut berlansung selama dua kali.