Kebakaran Jakarta

Mimpi Buruk Pemerintah di Tanah Merah

Akibat kebakaran Depo Pertamina Plumpang, mimpi buruk pemerintah, termasuk para petinggi Jakarta terdahulu, benar-benar terwujud

Tanah Merah, Jakarta Utara. Foto: Suara.

apahabar.com, JAKARTA - Sebidang lahan tak bertuan tampak lengang di era 1960-an. Tanah peninggalan Belanda di sekitar utara Kelapa Gading itu cuma dihuni sembilan kepala keluarga, lantas berkembang jadi tempat tinggal ribuan nyawa.

Sedikitnya mereka tahu, kawasan bernama Tanah Merah itulah yang di kemudian hari, menjadi peristirahatan terakhir bagi belasan orang. Permukiman padat di sana tak lagi jelas terlihat; rata dengan tanah usai dilahap si jago merah.

Biang keladinya, gangguan teknis saat pengisian ulang BBM di Depo Pertamina, Plumpang. Malteknis itu menyebabkan adanya tekanan berlebih, sehingga menyulut bara api di tangki penyimpanan bensin tersebut.

Ini pun bukan kali pertama kebakaran terjadi di Depo Pertamina, Plumpang. Empat belas tahun sebelumnya, atau pada 18 Januari 2009, terjadi ledakan sekitar pukul 21.20 WIB. Kejadian ini menyebabkan kerugian mencapai Rp17 miliar.

Mimpi Buruk Gubernur Jakarta

Berkat kejadian itu pula, mimpi buruk para petinggi Jakarta terdahulu, benar-benar terwujud. Sebut saja mantan gubernur Fauzi Bowo, yang pernah menyampaikan seharusnya kawasan Tanah Merah tak boleh dihuni.

Sebabnya, wilayah tersebut termasuk dalam obyek vital nasional milik Pertamina. “Tidak hanya berbahaya bagi keamanan obyek vital itu sendiri, tetapi juga bagi masyarakatnya,” tegas Fauzi saat itu.

Tidak lama setelah peristiwa kebakaran Depo Plumpang 2009, Fauzi pun mencoba berdialog dengan penduduk Tanah Merah agar mau direlokasi. Namun, hasilnya nihil. Entah apa yang membuat mereka bertahan di wilayah tanpa legalitas izin tinggal tersebut. 

Padahal, sebagai warga berstatus ‘ilegal’, mereka akan mengalami kesulitan dalam mengurus administrasi. Hal ini juga berimbas pada sulitnya akses layanan publik, seperti air bersih serta listrik.

Berbagai upaya terus dilanjutkan pemimpin Jakarta kala itu, termasuk ketika Joko Widodo menjabat sebagai gubernur. Dia sempat mengusulkan buffer zone atau zona penyangga di sekitar Depo Pertamina Plumpang.

Lalu pada 2014, jelang pemilihan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan meneken kontrak politik dengan warga untuk memberikan izin tinggal di wilayah tersebut. Usai terpilih jadi orang nomor satu di Jakarta, dia benar-benar menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sementara.

Tujuannya boleh jadi mulia: untuk menyelesaikan masalah bangunan yang status legalnya belum tuntas. Namun, keputusan itu malah jadi bumerang, yang mengancam keselamatan ribuan nyawa.

Solusi Pemerintah Mengatasi Sengketa Tanah Merah

Berkaca pada dua tragedi naas di Depo Pertamina, pemerintah pun kembali membahas solusi lama. Persoalan sengketa tanah mencuat, menyisakan dua alternatif bagi pengampu negeri: memindahkan Depo atau merelokasi warga.

Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, menegaskan kawasan Depo Pertamina Plumpang harus dilakukan penataan ulang. Alternatifnya, dengan memindahkan tangki bensin itu ke daerah pelabuhan Tanjuk Priok.

Sementara, anggota DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak mengusulkan supaya masyarakat direlokasi. “Lebih baik warga sekitar direlokasi ke rusunawa atau rusunami, dan membatasi pemukiman dengan jarak tertentu sesuai peraturan," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (7/3).

Adapun sang Presiden sendiri belum tahu pasti saran manakah yang bakal diambil. Hingga kini, Jokowi masih meminta Menteri BUMN, Erick Thohir, untuk mengkaji sistem pengamanan Depo Pertamina Plumpang.