Miliki Kesamaan Sejarah, Wali Nanggroe Aceh Jajaki Kerja Sama Warisan Budaya dengan Rusia

Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al-Haytar menjajaki kerja sama warisan budaya dengan Republik Tatarstan yang merupakan salah satu negara bagian Rusia.

Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmu Al-Haytar (kiri) saat bertemu Ketua Komite Perlindungan Situs Warisan Budaya Republik Tatarstan Ivan Gushin Nikolayevich di Kazan, Sabtu (29-10-2022). (Foto: Antara)

apahabar.com, JAKARTA – Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al-Haytar menjajaki kerja sama warisan budaya dengan Republik Tatarstan yang merupakan salah satu negara bagian Rusia.

Kawasan tersebut dikenal mayoritas penduduknya muslim dengan menyimpan banyak peninggalan sejarah yang masuk dalam daftar situs warisan dunia UNESCO menjadi salah satu pertimbangan dilakukan kerja sama.

“Dari yang saya perhatikan secara historis Islam di Aceh sama umurnya dengan Republik Tatarstan,” katanya melansir Antara, Selasa (1/11).

Baca Juga: Cegah Tragedi Kanjuruhan Terulang, Polri Buat Perpol Pengamanan Kompetisi Olahraga Indonesia

Di hadapan Ketua Komite Perlindungan Situs Warisan Buday Republik Tatarstan Ivan Gushin Nikolayevich di Kazan, Tgk Malik mengulas tentang sejarah Aceh tentang kedatangan Portugis, Belanda, Jepang sampai terjadi konflik bersenjata.

Tak hanya itu Tgk Malik juga menceritakan status Aceh sebagai daerah yang memiliki status keistimewaan sampai kisah salah satu peristiwa terkelam di Aceh yakni tsunami 2004.

Sejarah panjang dan keanekaragaman tersebut yang membuat Aceh menyimpan banyak warisan sejarah dan kebudayaan. Namun, perang dan bencana tsunami membuat warisan budaya tersebut hancur dan hilang.

“Tatarstan sangat baik dalma menjaga warisan budaya. Kami ingin mempelajari bagaimana upaya-upaya pemerintah dan masyarakat di sini,” bebernya.

Baca Juga: Sebanyak 6.000 Kepala Desa se-Indonesia akan Mengunjungi IKN

Ia mengakui di Aceh masih mengalami kekurangan tenaga ahli dalam perlindungan dan restorasi budaya. Melalui kerja sama tersebut, ia menyampaikan keinginannya untuk dapat mengirimkan pelajar ke Tatarstan sampai mengundang para ahli datang ke Aceh.

Ivan Gushin Nikolayevich menerangkan pemerinta Tatarstan telah membentuk komite serta Institute Arkeologi yang di dalamnya terdapat sebanyak 60 ahli di berbagai bidang.

Lembaga tersebut selama ini bertugas untuk melindungi serta merestorasi 5.000 warisan budaya. Dari jumlah tersebut sebanyak 3.000 di antaranya merupakan warisan budaya arkeologi.

“Sama seperti di Aceh. Kami juga memiliki masa-masa sulit yaitu pada saat Uni Soviet Union dan perang dunia kedua. Kami kehilangan banyak sekali warisan budaya bersejarah,” kenangnya.