Metode Tanam Apung, Inovasi Baru di Tengah Keterbatasan Lahan Budidaya Cabai Hiyung di Tapin

Kelompok Tani Karya Baru di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, terus mengembangkan inovasi dalam budidaya cabai rawit hiyung.

Oleh Sandy
Ketua Kelompok Tani Karya Baru, Junaidi, saat menunjukkan metode apung cabai hiyung. Foto: bakabar.com/Sandy

bakabar.com, RANTAU – Kelompok Tani Karya Baru di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Tapin, terus mengembangkan inovasi dalam budidaya cabai rawit hiyung.

Dalam mengatasi keterbatasan lahan, mereka menggunakan metode tanam apung. Sebanyak 2.400 bibit telah ditanam dalam sepekan terakhir dan menunjukkan progres positif.

"Sampai sekarang metode apung menunjukkan perkembangan yang cukup baik," papar Ketua Kelompok Tani Karya Baru, Junaidi, Senin (10/3).

Namun demikian, tantangan tetap menunggu para petani. Salah satunya curah hujan tinggi yang menyebabkan sekitar 100 bibit mengalami kematian.

"Dalam budidaya cabai hiyung, kematian bibit adalah hal yang biasa. Selama tidak melebihi 50 persen dari total tanaman awal, kematian masih bisa dikategorikan normal," tukas Junaidi.

Metode apung sendiri memiliki perbedaan signifikan dibandingkan budidaya konvensional. Salah satunya perkembangan akar yang lebih terbatas, sehingga dapat mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman.

"Namun secara keseluruhan, pertumbuhan cabai hiyung dengan metode apung masih terpantau baik. Bahkan kami memperkirakan panen perdana metode apung yang dapat dimulai Juli 2025 mendatang, bisa mencapai 2 ton," harap Junaidi.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Tapin, Triasmoro, menyebutkan bahwa inovasi tanam apung bisa menjadi solusi di tengah keterbatasan lahan pertanian.

"Kami akan terus memantau dan memberikan pendampingan kepada Poktan Karya Baru agar mendapatkan panen optimal," papar Triasmoro.

"Melalui inovasi tersebut, bukan hanya hasil panen yang meningkat. Juga membuka peluang bagi petani lain untuk mengadopsi metode yang lebih efisien dan berkelanjutan," tutupnya.