Meski Harga Sedang Tinggi, Petani Kakao di Bone Menunggu Mati

Harga tanaman kakao kini menembus angka Rp31 ribu - 38 ribu per kilogram, karena sejumlah petani di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan menebang pohon kakao.

Ilustrasi. Buah kakao yang harganya semakin meningkat di Kabupaten Bone, Sulsel. Foto: Antara

apahabar.com, JAKARTA - Harga biji tanaman kakao kini semakin meroket dan menembus angka Rp31 ribu - 38 ribu per kilogram, karena sejumlah petani di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan menebang pohon kakao.

Produksi makin minim atau bahkan sudah tidak produktif menjadi alasan para petani menebang pohon kakao mereka, setelahnya harga jual biji kakao kering ini mengalami kenaikan.

Seorang petani kakao di Kecamatan Ulaweng Bone bernama Ami mengaku saat ini harga penjualan biji kakao kering mengalami kenaikan harga dari biasanya. Harga jual berkisar Rp31 ribu hingga Rp38 ribu per kg.

"Saya jual coklat (kakao) Rp31 ribu per kg. Itu kurang lebih tiga hari dijemur. Kalau kualitas yang lebih bagus, katanya bisa sampai Rp38 ribu per kg, tapi saya belum menjual seharga itu," kata dia.

Baca Juga: Peluang Ekspor, Produk Bubuk Kakao Indonesia Diminati Pasar Mesir

Kendati mengalami kenaikan harga, ia mengakui dari tahun ke tahun, produksi kakao miliknya terus mengalami penurunan. Akibat dari produksi kakao yang terus turun itu, sepetak kakao miliknya juga telah ia tebang dan ditanami jagung.

"Produksi kakao terus menurun. Biasanya kalau panen ratusan kilogram, akhir-akhir ini hanya belasan kilo. Itu pun lama baru panen. Kakao tidak produktif seperti dulu. Jadi banyak yang sudah ditebang dan menanami jagung kuning," ungkapnya.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Bone Hasanuddin mengakui adanya penurunan produksi kakao dari tahun ke tahun di Kabupaten Bone.

Sementara terkait harga jual kakao, ia belum mengetahui harga terbaru di tingkat petani. "Biasanya (harga jual kakao kering) sekitar Rp27 ribu per kg, saya tidak tahu sekarang. Nanti saya tanya dulu kelompok tani," kata dia saat dikonfirmasi.

Baca Juga: Wow! Komoditas Kakao Banyuwangi Mampu Tembus Pasar Eropa

Sejak 2019, puluhan ribu tanaman kakao di Desa Tea Musu, Kecamatan Ulaweng Bone telah ditebang. Aksi ini terus berlanjut seiring produktivitas tanaman kakao semakin minim.

Petani Kakao di kawasan tersebut sudah sekian lama menjerit. Mereka mengeluhkan produksi buah kakao yang terus menurun. Hal ini semakin memburuk sejak beberapa tahun terakhir.

Selain kakao tidak produktif, harga jual biji kakao sebagai salah satu hasil perkebunan andalan warga desa, terus mengalami penurunan harga hingga mengalami kenaikan baru-baru ini.

Kendati mengalami kenaikan harga, hal ini tidak berlangsung lama dan harga akan kembali turun lagi. Akibatnya, sejumlah petani menebang kakaonya dan menggantinya dengan tanaman jangka pendek. Sementara petani lainnya hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut.

Baca Juga: Temukan Segala Jenis Makanan-Minuman Berbahan Cokelat di Doesoen Kakao

Informasi dari sejumlah warga, penurunan harga kakao dipicu oleh berbagai hama yang menyerang kakao sehingga hasil panen kurang berkualitas. Akibatnya, nilai jualnya pun cenderung rendah.

Adapun penurunan produksi buah kakao disinyalir karena tanaman kakao petani sudah usia lanjut dan terserang berbagai hama.