Kalsel

Meratus di Ujung Daun, Yunias Robby Bersepeda Yogyakarta ke Tabalong-Kalsel untuk #savemeratus

Bagai embun di atas daun, benteng terakhir hutan hujan di Kalimantan Selatan, Meratus, masih belum aman….

Yunias Robby Rela Bersepeda Yogyakarta ke Ujung Kalsel demi serukan #savemeratus.Foto-Yunias Robby untuk apahabar.com

Bagai embun di atas daun, benteng terakhir hutan hujan di Kalimantan Selatan, Meratus, masih belum aman. Pecinta lingkungan Banua, Yunias Robby, melakukan perjalanan panjang menaiki sepeda Jogjakarta-Banjarmasin untuk mengingatkan betapa pentingnya menjaga Meratus dari aktivitas tambang.

Fauzi Fadillah

Surat Keputusan (SK) Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Republik Indonesia pada 2017 menjadi kabar duka bagi pecinta lingkungan. Gugatan pun dilancarkan para pejuang lingkungan dan masyarakat peduli di Kalimantan Selatan hingga detik ini.

SK itu berisi tentang “Penyesuaian Tahap Kegiatan PKP2B PT MCM” menjadi Operasi Produksi di Kabupaten Balangan, Tabalong dan Hulu Sungai Tengah (HST) , Kalimantan Selatan.

Tidak sedikit, luasan izin tambang batu bara yang mengintai Meratus seluas 1.398,78 hektare (ha) dan berada di hutan sekunder, permukiman 51,60 ha, sawah 147,40 ha, dan sungai 63,12 ha.

Dari catatan Walhi, PT MCM telah menguasai lahan seluas 5.900 hektare. Bahkan izin di HST mereka berada tak jauh dari Bendung Batang Alai, yang masuk dalam proyek strategis nasional terkait ketahanan pangan.

Berkumandangnya #Savemeratus menciptakan berbagai aksi protes oleh masyarakat Banua -sebutan Kalimantan Selatan.

Awalnya, setelah melihat besarnya penolakan, WALHI bersama Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (GEMBUK) yang juga mendapat dukungan khususnya Pemerintah Daerah HST dimandatkan mengambil langkah hukum dengan menggugat SK tersebut melalui PTUN Jakarta. Sayangnya langkah hukum yang ditempuh dari awal gugatan pada 28 Februari 2018 kandas karena putusan hakim menyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).

Berlanjut, 14 November 2018 Walhi memutuskan mengajukan banding atas putusan PTUN melalui PTTUN di Jakarta, namun kembali kandas karena putusan PTTUN menguatkan putusan sebelumnya.

Walhi kembali mengajukan kasasi pada 15 April 2019 ke Mahkamah Agung (MA). Enam bulan berlalu akhirnya pada 15 Oktober 2019 adalah hadiah untuk gerakan #SaveMeratus yaitu dikabulkannya kasasi melalui putusan yang ditayangkan di website resmi MA. Salinan putusan MA baru dikantongi Walhi pada 28 Februari 2020.

Perjuangan Save Meratus masih bagai embun di atas daun, belum aman. Dengan latar belakang itu, pada Sabtu 7 Maret 2020 kemarin, pemuda asal Kabupaten Tabalong Yunias Robby melakukan aksi kampanye #Savemeratus dengan cara bersepeda sejauh 1.021 Kilometer, menjaring lebih banyak dukungan untuk nasib yang digadang sebagai benteng terakhir hutan hujan di Banua itu.

Yunias Robby menulis caption di akun Instagramnya @yuniasrobby, “Bagaimana bisa ‘feeling good’ kalau #Meratus tidak bisa dipertahankan.” Tulisan tersebut disertai sebuah foto dirinya yang bersiap melakukan perjalanan.

Langkah tersebut adalah upaya mengajak masyarakat agar ikut menyuarakan #SaveMeratus. Berbekal niat dan tekad, Robby yang telah selesai menempuh pendidikan di Yogyakarta itu merencanakan sebuah perjalanan, misinya akan menjadi media pengantar pesan penyelamatan pegunungan Meratus di Banua.

Dalam perjalanan, Robby akan singgah dibeberapa kota, dan bertemu untuk berdiskusi dengan komunitas yang konsen dalam isu lingkungan. Perjalanannya dimulai dari Jogja, Solo, Madiun, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Banjarbaru sampai Tabalong.

Terakhir dihubungi tadi malam Sabtu, (7/3) Pukul 23.30 Robby sudah ada di Kota Solo Jawa Tengah dan sedang melakukan diskusi dengan massa “Solo Bergerak” yang aktif untuk sektor konflik agraria perkotaan.

“Sudah di Solo, sedang diskusi sama Solo Bergerak,” ujarnya kepadaapahabar.com.

Selama menempuh pendidikan di Kota Gudeg ini, tidak membuatnya lupa dengan situasi kampung halaman. Dia resah dengan eksploitasi sumber daya alam dan perampasan ruang hidup yang masif di Banua membuatnya tergetar.

“Perlawanan terhadap eksploitasi pegunungan Meratus di Banua memang banyak mendapat dukungan publik. Beberapa tahun terakhir masyarakat sedang ramai membicarakannya di media. Sebelumnya aksi penolakan terhadap eksploitasi sumber daya alam pegunungan Meratus masif dilakukan. Baik dari kalangan NGO, CSO, Akademisi, Mahasiswa, Pelajar, Pecinta Alam, Komunitas dan individu masyarakat,” ujar Robby.

Selama kuliah diIST Akprind Yogyakarta, Robby selalu memantau Banua dari seberang pulau. Berbagai aksi, kata dia, sudah dilakukan kawan-kawan, mulai dari mengheningkan cipta, tanda tangan petisi, istighosah, menulis surat kepada presiden, pentas para seniman hingga aksi protes turun ke jalan.

“Sudah banyak aksi dilakukan untuk menyelamatkan dan melestarikan pegunungan Meratus. Namun, faktanya masih banyak wilayah yang dibebani perizinan tambang mineral batubara dan sawit. Ada 33 persen beban izin minerba dan 17 persen adalah dibebani izin sawit dari total luas Kalsel 3,7 juta hektar,” ujarnya.

Dapertemen Kampanye Walhi Kalsel, Muhammad Jefry Raharja mengatakan panjangnya jalan perjuangan dan proses hukum yang dilalui adalah tantangan yang nyata di Negeri kita Indonesia.

Konflik agraria dan lingkungan sudah lama terjadi sejak bebasnya peluang investasi masuk ke daerah-daerah dengan segala praktik buruk yang dilakukan. Mulai dari diabaikannya daya dukung dan daya tampung lingkungan, perampasan lahan, hingga diskriminasi masyarakat adat menjadi pola yang sama ketika investasi ekstraktif berbasis ruang itu masuk.

“Dari fakta itulah, penting bagi publik luas terlibat dalam berbagai upaya perlindungan kelestarian alam dan lingkungan,” ujarnya.

Berbagi peran sesuai kapasitas dan keahlian serta profesi merupakan langkah baik dalam menggalang solidaritas antar entitas, baik antar suku, ras, adat, dan budaya.

“Nilai-nilai sosial dan religi yang kita percaya dalam Pancasila seharusnya bisa menjadi jawaban atas kesenjangan yang terjadi hingga hari ini,” ujar M. Jefry Raharja pria gondrong akrab disapa Cecef itu kepadaapahabar.com.

Lanjut Cecef, kesadaran fundamental tidak akan spontan kita dapatakan, melainkan terjadi melalui tindakan kecil yang sesuai dengan kapasitas kita. Setidaknya hari ini kita sadar bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja, mulai dari cuaca sulit diprediksi yang merupakan bagian perubahan iklim hingga bencana ekologis.

“Sudah saatnya isu lingkungan menjadi penting kita bahas dan diskusikan diberbagai agenda. Karena ini bukan hanya tentang keadilan lingkungan, tetapi keadilan bagi lintas generasi,” serunya.

Yunias Robby Rela Bersepeda Yogyakarta ke Ujung Kalsel demi serukan #savemeratus.Foto-Yunias Robby untuk apahabar.com

Baca Juga:Komitmen Save Meratus HST, Kementerian Tawarkan Perhutanan Sosial

Baca Juga: Save Meratus, Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Walhi

Reporter Muhammad Fauzi FadilahEditor: Muhammad Bulkini