Pameran Lukis

Menyusuri Kehidupan Seniman Penyandang Disabilitas Edo Makarim dalam Pameran Lukis 'Tapak Katresnan'

Sebuah lukisan berjudul P.E.T.E dengan medium akrilik di atas kanvas disuguhkan kepada pengunjung saat memasuki ruang galeri di lantai 2 Hadiprana Art Centre, J

Edo Makarim, Pelukis penyandang disabilitas berfoto di depan karya lukisnya yang dipamerkan dalam pameran tunggal bertahuk "Tapak Katresnan", Minggu (21/5). apahabar.com/Andrey

apahabar.com, JAKARTA - Sebuah lukisan berjudul P.E.T.E dengan medium akrilik di atas kanvas disuguhkan kepada pengunjung saat memasuki ruang galeri di lantai 2 Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5).

Di sisi tengah terpajang karya lukisan berjudul Kancing berukuran 60 x 70 cm, dan lukisan Lembah Harau (2018) berukuran 100 x 100 cm dengan medium yang sama.

Ketiga lukisan tersebut adalah beberapa hasil karya sosok seniman muda penyandang disabilitas bernama Edo Makarim. Sebanyak 15 lukisan ia pamerkan yang bertajuk "Tapak Katresnan", bermakna jejak cinta dan tanda dari kasih sayang dalam perjalanan hidup Edo yang mengidap cerebral palsy.

Baca Juga: ICW 'Mengendus' Kongkalikong Kemendagri dengan Ombudsman soal Pemilihan Pj Gubernur

Setiap lukisan memiliki cerita dan makna tersendiri bagi Edo. Lukisan berjudul P.E.T.E  menceritakan tentang dirinya saat masih anak-anak. Ia tidak memiliki selera makan semua jenis menu makanan apapun.

Akhirnya, sang nenek menyuguhkan pete dengan balutan sambal yang mampu menggugah selera makannya. Hingga saat ini, ia hanya mau makan jika ada pete, apapun menunya.

Sementara lukisan Lembah Harau menceritakan salah satu destinasi wisata di Sumatra Barat. Ia terpesona dengan pemandangan elok Lembah Harau saat study tour kelas 1 sekolah menengah atas (SMA) pada 2013 silam.

Baca Juga: Salah Kaprah Penunjukan Pj Gubernur, Koalisi Sipil Gugat Jokowi dan Mendagri!

Kekagumannya dengan Lembah Harau ia tuangkan dalam goresan lukisan berjudul Lembah Harau. Lukisan tersebut menggambarkan hamparan sawah yang menguning dikelilingi tebing dipadukan dengan pohon nan hijau.

Lukisan berjudul Kancing  menceritakan permasalahan Edo yang mengidap celebral plasy. Ia kesusahan saat mengancingkan baju karena gangguan motorik di sarafnya. Dia juga pernah merasakan phobia dengan benda kecil yang kerap terpasang di baju tersebut. 

“Di pameran ini, saya menceritakan proses hidup saya selama ini,” ujar Edo kepada apahabar.com, di depan lukisanya berjudul P.E.T.E saat pembukaan pameran tunggal karyanya bertajuk "Tapak Katresnan," di Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5).

Memulai Terapi Melukis

Sejak umur 4 tahun Edo mengikuti rangkaian terapi untuk memperbaiki fungsi motorik yang belum sempurna karena terkena cerebral palsy. Kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus menjadi penghubung Edo dengan dunia melukis.

"Pertamanya melukis sebagai media terapi saya, almarhum kakek saya terus sama bapak mengenalkan melukis ke saya, lukisan pertama saya pemandangan laut," ujarnya.

Edo terus menuangkan karya-karyanya tanpa mengeluh dengan penyakit yang ia derita. Melukis adalah medium yang memberikan kebahagiaan dan kesengangan baginya. 

"Selain untuk terapi, melukis memberikan rasa bahagia buat saya, Pieter Van Gogh dan Basuki Abdullah sosok pelukis yang sangat saya kagumi," imbuhnya kepada apahabar.com.

Baca Juga: 25 Tahun Reformasi, Cak Imin Soroti Persoalan Kemiskinan dan Kualitas Demokrasi

Semangat Edo terpancar dengan karya-karya lukisannya yang telah ia pamerkan di tanah air dan manca negara. Tahun 2018  karyanya berjudul berjudul: In The Arms Of An Angel pernah ia pamerkan di ajang Asia International Frienship Exhibition di Tokyo, Jepang.

Ia juga berkontribusi memamerkan karyanya di Pameran seni rupa festival Bebas Batas, pokok di Ambang Batas. Sebuah gelaran festival kesenian untuk penyandang disabilitas yang diadakan di Galeri Nasional Indonesia pada Oktober 2018 silam.  Dan banyak lagi pameran yang memajang lukisan Edo.  

Pengunjung melihat karya lukisan Edo Makarim dalam pameran tunggalnya bertahuk "Tapak Katresnan" di Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5). Foto: apahabar.com/Andrey

Timotius Suwarsito (47) alias Toto, seorang guru lukis yang mendampingi Edo dalam berkarya menuturkan, Edo saat ini menggunakan pendekatan realis dengan ide dan komposisi kontemporer. Pendekatan realis itu juga terlihat ketika sang seniman membuat sebuah karya abstrak. 

“Edo masih menikmati proses kreatif yang sifatnya realis,” ujar Toto bersama Edo di Galeri Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5). 

Baca Juga: Sindir Pemerintah Intervensi Pemilu, Anies Ajak Relawan Junjung Tinggi Kesetaraan

Edo mampu menghasilkan karya dengan baik lantaran latihan motorik yang diasah terus-menerus sejak kecil. Karya dihasilkan merupakan hasil karya sendiri tanpa sentuhan ulang dari orang lain.

"Edo bisa mengerjakan karya yang berbeda-beda dalam satu waktu, satu karya dapat selesai dalam waktu 3 bulan atau satu tahun. Dia bisa menyelesaikan satu karya dalam satu minggu," ujarnya.

Ekspresikan Perasaan Melalui Melukis

Menurutnya, Edo tidak memposisikan karya untuk kepentingan komersil, namun sebagai sebuah bentuk ungkapan perasaan dan berekspresi. Di tempat yang sama, orang tua Edo, Agus Basuki Yanuar, menceritakan awal Edo diperkenalkan di dunia melukis ketika umur 4 tahun.

Agus memperkenalkan seni lukis ke Edo  sebagai cara berkomunikasi lantaran terlambat berbicara. Diri kerap membuat gambar dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Ia menggambar apa yang ia dilihat saat setelah jalan-jalan. 

"Edo mulai menggambar sendiri apa yang dilihat, ia sudah bisa menggambar saat belum bisa berbicara," ujar Agus saat mendampingi Edo di Galeri Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5).  

Baca Juga: Kasus Korupsi BTS Menjerat Johnny Plate, Anies Desak Tuntaskan Penyelidikan

Timotius Suwarsito (kiri) guru lukis dari seniman muda penyandang disabilitas Edo Makarim (kanan) menjelaskan karya lukisannya di pameran tunggalnya bertajuk "Tapak Katresnan" di Hadiprana Art Centre, Jakarta Selatan, Minggu (21/5). Foto: apahabar.com/Andrey

Lukisan Edo mulai terlihat membaik dan memiliki ciri khas saat didampingi guru lukis. Lukisan yang awalnya hanya menjadi media terapi, berubah menjadi media ekspresi. 

"Saat ini selain berbisnis kopi, ia semakin fokus untuk menularkan buah pikirannya ke dalam lukisan," ujarnya kepada apahabar.com.

Saat ini pameran tunggal karya Edo bertajuk "Tapak Katresnan" selain menyuguhkan karya lukis Edo, juga menyuguhkan karya instalasi pendukung sebanyak 8 karya. Pameran tersebut di gealr hingga 24 Juni di di Galeri Hadiprana Art Centre, Kemang, Jakarta Selatan,.

"Pameran ini penting untuk menunjukkan bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus bisa menjadi seorang seniman yang hebat dan sukses," pungkas Agus.