Sejarah Magelang

Menyusuri Jejak Eks Bioskop Alhambra Magelang, Hiburan Sinyo dan Noni Belanda

Gedung Bioskop Alhambra, tempat terfavorit bagi sinyo dan noni Belanda untuk mencari hiburan dengan menonton film.

Eks Gedung Bioskop Alhambra Magelang yang beralih fungsi menjadi rumah dinas Bank BNI (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, MAGELANG - Gedung bioskop tua berusia 100 tahun. Alhambra menjadi tempat favorit sinyo dan noni Belanda menonton bioskop.

Bangunan di persimpangan jalan itu nampak lengang, meski suara klakson bising bergantian. Letaknya di jantung kota sejuta bunga, namun terlihat tak terlihat satupun penghuninya.

Meski sudah menjadi bangunan baru yang kosong, sebidang tanah itu dulunya memiliki jejak sejarah di Kota Magelang. Persimpangan kawasan Jordanlaan atau yang kini dinamai Jalan Pahlawan timur tersebut dulunya tempat mencari hiburan para inlader dan kaum elit di masanya.

Tepat di persimpangan SMK Kristen atau utara Bank BNI 46 Kota Magelang, 100 tahun yang lalu terdapat sebuah gedung bioskop ternama dan populer pada masanya.

Gedung Bioskop Alhambra, tempat terfavorit bagi sinyo dan noni Belanda untuk mencari hiburan dengan menonton film.

Sebagai informasi, Alhambra adalah salah satu usaha bioskop waralaba yang eksis pada jaman kolonial Belanda. Jika diibaratkan di masa kini, Alhambra menyerupai bioskop 21 atau Cineplex yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia.

Pegiat sejarah sekaligus pendiri Mlaku Magelang, Gusta Wisnu Wardhana menuturkan, film yang diputar di Bioskop Alhambra hanya film barat saja.

Eks Bioskop Alhambra (Dok. KITLV Leiden)

Menurut foto arsip Koninklijk Instituut voor Taal –, Land – en Volkenkunde (KITLV), bangunan Bioskop Alhambra menghadap ke utara (Bottonweg), di apit oleh jalan Jordaanlaan dan Progostraat.

"Letak Alhambra lebih tinggi dari jalan sekitarnya sehingga terlihat megah dan mudah dilihat dari berbagai sisi," kata Gusta saat memandu Walking Tour seri Jordaanlan, Minggu (17/9).

Lebih lanjut, Gusta menerangkan, Bioskop Alhambra di bangun pada 1920-an oleh Sie Wie Tjioe.

Adapun Sie Wie Tjioe adalah seorang aanemeer atau pemborong bangunan Tionghoa yang membuat berbagai bangunan di wilayah Kedu.

Gusta Wardhana saat berada di Jordaanlaan dan Progostraat, depan lokasi Eks Alhambra

Pergeseran di Alhambra pada masa masuknya Jepang

Meski populer dengan film Barat seperti "Jimmy and Sally" yang diputar pada 31 Juli-1 Agustus 1935, Bioskop Alhambra akhirnya terpaksa mengubah genre.

"Saat Jepang masuk ke Indonesia, bioskop Alhambra hanya diperbolehkan mempertunjukkan sandiwara tonil," kata Gusta.

Tonil adalah seni pertunjukan sandiwara yang menceritakan tentang kehidupan sehari-hari.

Menurut Gusta, larangan tersebut dilakukan untuk mencegah dan menghilangkan unsur-unsur barat.

Kekalahan Jepang

Bioskop Alhambra kembali mengalami pergeseran fungsi pasca Jepang menyerah pada 1945.

"Bioskop Alhambra diubah fungsinya menjadi markas Pemuda Republik Indonesia (PERI) yang disebut dengan nama PANTI PERI," tuturnya.

Kemudian, lanjut Gusta, pada Agustus 1948, gedung eks Bioskop Alhambra dipergunakan sebagai salah satu tempat untuk penyelenggaraan Kongres Kebudayaan.

Untuk diketahui, kongres kebudayaan tersebut adalah pertemuan pertama setelah Indonesia merdeka.

"Pertemuannya kala itu dihadiri oleh Presiden Soekarno, Ki Mangunsarkoro, Ki Hajar Dewantara, Radjiman Wedyodiningrat, Armijn Pane, Ki Ageng Suryomentaram," ujarnya.

Kehancuran Alhambra

Naas, eks gedung Bioskop Alhambra kemudian hancur akibat tragedi Magelang Lautan Api.

"Gedung eks Bioskop Alhambra hancur saat Agresi militer Belanda II pada 1949," tuturnya.

Gusta menuturkan, akibat kerusakan gedung yang sangat parah, masyarakat sekitar menyebutnya sebagai 'gedung bobrok'.

"Bahkan banyak cerita-cerita mistis yang berkembang di gedung tua tersebut," tuturnya.

Seiring berkembangnya waktu, eks gedung Bioskop Alhambra kemudian diratakan dan dikelola pemerintah.

"Kalau status kepemilikannya kami belum menelusuri, tapi saat ini digunakan sebagai rumah dinas BNI," pungkasnya.