Kesenian Wonosobo

Sejarah Tari Lengger, Kesenian Klasik Wonosobo yang Terkait Syiar Islam

Tari Lengger diperkenalkan oleh Gondowinangun, seniman dari Desa Kecis, Wonosobo pada 1910. Tarian ini dikaitkan dengan syiar Islam.

Tari Lengger Wonosobo (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, WONOSOBO - Tari Lengger diperkenalkan oleh Gondowinangun, seniman dari Desa Kecis, Wonosobo pada 1910. Tarian ini dikaitkan dengan syiar Islam.

Sepasang penari terlihat lincah gemulai menghibur para penonton. Geraknya seirama musik yang menggema di alun-alun Wonosobo yang  sedang merayakan hari jadinya ke 198, Senin (24/7).

Dua seniman itu sedang membawakan Tari Lengger, tarian klasik khas Wonosobo yang berasal dari Dataran Tinggi Dieng.

Seorang seniman asal Wonosobo, Mulyanti (56) menuturkan, tari Lengger awalnya dikenalkan oleh seniman bernama Gondowinangun yang berasal dari Desa Kecis, Kecamatan Selomerto, Wonosobo pada 1910.

"Tari Lengger kemudian dipopulerkan Ki Hadi Soewarno pada dekade 1960-an," kata Mulyanti, Senin (24/7).

Lebih lanjut, Mulyanti menuturkan, Tari Lengger berasal dari kata 'le' yang berarti anak laki-laki dan kata 'ngger' yang berarti ‘ingat nak’.

Baca Juga: Ribuan Orang Berebut Gunungan Hasil Bumi di Pisowanan Agung Wonosobo

Meski demikian, hingga hari ini, masih banyak cerita tutur tentang asal-usul Tari Lengger yang beredar di masyarakat.

Salah satu yang populer adalah Tari Lengger yang dianggap mengisahkan asmara Galuh Candra Kirana, putri dari seorang Prabu Lembu Ami Joyo yang memimpin Kerajaan Jenggolo Manik dan Panji Asmoro Bangun, putra dari seorang Prabu Ami Luhur yang memimpin Kerajaan Cenggolo Puro.

Menurut legenda masyarakat, untuk mempererat hubungan dari kedua kerajaan ini maka Prabu Lembu Ami Joyo dan Parabu Ami Luhur sepakat menikahkan kedua anak mereka.

Namun sayangnya, pernikahan tersebut hampir gagal karena usaha Galuh Ajeng (anak Prabu Lembu Ami Joyo dari selirnya).

Kemudian Galuh Candra Kirana harus keluar dari kerajaannya dan menjadi penari Lengger. Suatu saat, kelompok Tari Lengger Galuh Candra Kirana diundang untuk pentas di Kerajaan Cenggolo Puro oleh Panji Asmoro Bangun.

Kemudian Galuh Candra Kirana tampil di depan tunangannya, Galuh Candra Kirana memutuskan untuk membuka penyamarannya.

Melihat kecantikan Galuh Candra Kirana, Panji Asmoro Bangun langsung jatuh cinta dan pada akhirnya pasangan ini menikah.

Baca Juga: Sensasi Menikmati Mi Ongklok, Kuliner Khas Wonosobo dengan Cita Rasa Unik

Tari Lengger dan Syiar Islam

Selain legenda , Mulyanti menuturkan, ada juga masyarakat yang menyebut Tari Lengger ini juga berkaitan dengan penyebaran agama Islam dan diciptakan Sunan Kalijaga.

"Namun dalam bab ini belum ada catatan sejarah yang menandaskan kebenarannya," kata Mulyanti.

Berdasarkan cerita tutur masyarakat, Sunan kalijaga menggunakan Tari Lengger sebagai salah satu sarana untuk mengajarkan agama Islam.

Dalam penyajianya, Tari Lengger juga diiringi alunan musik dari alat musik tradisional seperti gambang, saron, kendang, gong, dan lainnya.

Tari Lengger ditampilkan dengan durasi sekitar 10 menit dalam setiap babaknya. Gerakan demi gerakan dalam tarian tradisional ini sangat beragam dan memiliki makna tersendiri.

Seperti gerak Majeg yang berarti kemantapan dalam melakukan gerakan. Lalu Egolan yang melambangkan keerotisan wanita, dan lembehan yang lambang sikap pasrah kepada Tuhan.

Tak hanya itu, juga terdapat gerak untal tali yang melambangkan pertentangan baik dan buruk, dan kipatan yang melambangkan kewaspadaan.

Gerakan lainnya adalah gerak penthangan sebagai lambang penyatuan tujuan, hingga gerak seblak sampur yang melambangkan menghalau unsur negatif.