Menjaga Netralitas ASN Jelang Tahun Politik, Perlu Sanksi Tegas untuk Pelanggar

ASN menjadi barang seksi disetiap periode tahun politik, karena itu perlu ada batasan dan sanksi yang tegas untuk menjaga netralitas mereka

Aparatur Sipil Negara dalam netralitas pemilu. Foto: Rumah Pemilu

apahabar, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Tasdik Kinanto berpesan pada ASN untuk menjaga netralitas jelang tahun politik, yang kurang dari satu setengah tahun lagi.

Baginya, sebagai ASN mereka harus mengambil posisi netral pada Pemilu 2024 dan menjadi bagian yang turut mengawasi pemilu agar berjalan lancar. Berkaca dari nbeberaap pilkada biasanya penlanggaran ASN terjadi, dengan terlibat langsung dalam kontestasi pemilu.

KASN mencatat terjadi pelanggaran netralitas ASN pada 109 daerah dari total 137 daerah (79 persen) yang dipimpin oleh penjabat (Pj.) kepala daerah. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa pejabat pimpinan tinggi rawan terlibat politik praktis.

Sejumlah varian pelanggaran netralitas ASN itu di antaranya imbauan kepada ASN untuk memilih calon tertentu, keberpihakan dalam kebijakan, hingga pelaksanaan kegiatan yang menguntungkan pasangan calon kepala daerah tertentu.

Baca Juga: Menteri Teten Angkat Bicara soal ASN Pemerkosa: Bebas Relasi Keluarga

Adapun penyebab ASN menunjukkan ketidaknetralan dalam Pilkada 2020 karena ikatan persaudaraan sebesar 50,76 persen, kepentingan karier sebesar 49,72 persen, kesamaan latar belakang baik pendidikan atau profesi sebesar 16,84 persen, utang budi sebesar 9,5 persen, serta tekanan pasangan calon sebesar 7,48 persen.

"Menjelang pemilu dan pilkada serentaj tahun 2024 kemungkinan ini berpotensi terjadidan menimbulkan masalah, sehingga perlu ada pengawasan," kata Kinanto, melansir Antara.

Kepala Biro Fasilitasi Penanganan Pelanggaran Pemilu (FPPP) Bawaslu RI Yusti Erlina mengatakan ASN yang meliputi pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menjadi unsur yang sangat seksi untuk didekati oleh para kandidat maupun partai politik dalam kontestasi pemilu.

Baginya posisi ASN memiliki potensi tidak netral karena mengampu kewenangan mengelola keuangan dan aset negara, menggunakan fasilitas negara, serta membuat kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas.

Baca Juga: Penanganan Tenaga Non-ASN, Menteri PANRB: Ada Tiga Opsi

Pentingnya netralitas ASN lantaran memiliki fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik karena kebijakan-kebijakan tersebut dapat mempengaruhi masyarakat atas capaian hasil kinerja ASN tersebut yang memiliki potensi untuk didomplengi oleh kandidat pemilu tertentu untuk mensukseskan program-programnya.

Ada tiga faktor utama yang disebut menjadi motif dasar pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020, yakni eksistensi hak pilih yang dimiliki oleh seorang ASN. kepentingan pribadi ASN, baik kepentingan terhadap jabatan atau karier dan kedekatan dengan seorang calon kepala daerah ataupun wakilnya.

Ketiga, politisasi birokrasi yang dilakukan oleh calon kepala daerah, yang umumnya dilakukan oleh calon berstatus sebagai petahana. Melalui kekuasaannya, peserta pemilihan yang berstatus petahana dapat memberikan tekanan atau janji promosi kepada ASN dengan syarat memberikan dukungan kepadanya.

Berkaitan dengan itu, pengawasan pada ASN tidak bisa dilakukan sendiri oleh Bawaslu.Harus ada keterlibatan KASN selaku lembaga yang berwenang memberikan rekomendasi sanksi.

Baca Juga: Dukung ASN Papua, Wakil Presiden Minta Tiga Hal

Untuk mengefektifkan pengawasan terhadap netralitas ASN pada pemilu mendatang, KASN akan bekerja sama dengan lembaga lain seperti BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), hingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar rekomendasi sanksi yang dikeluarkan dipatuhi dan memberikan efek jerah.

Peneliti Badan Riset dan Investasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan bahwa etika politik dalam berdemokrasi sangat penting dikedepankan oleh para penyelenggara negara dan pejabat publik agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan publik.

"Diperlukan sosialisasi secara serius terkait pentingnya etika politik khususnya saat Indonesia melaksanakan Pemilu 2024. Tugas menyosialisasikan etika politik diemban oleh semua pihak, baik birokrat/ASN, elit politik, hingga tokoh dan pemuka dari berbagai bidang," tukasnya