Tak Berkategori

Menilik Latar Belakang AGM dan TCT; Dua Raksasa Tambang Berkonflik Panjang

apahabar.com, BANJARMASIN – Hingga kini jalan Hauling, Km 101, Suato Tatakan, Kabupaten Tapin masih dipasangi garis…

Police line dan penutupan jalan di Km 101 Tapin berawal dari laporan PT TCT terkait penggunaan lahan di jalan underpass Km 101 ke Polda Kalsel. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN – Hingga kini jalan Hauling, Km 101, Suato Tatakan, Kabupaten Tapin masih dipasangi garis polisi.

Itu imbas dari sengketa antara dua perusahaan yakni PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan PT Tapin Coal Terminal (TCT).

Alhasil, ribuan sopir hauling dan pekerja tongkang batu bara terpaksa tanpa penghasilan sudah lebih dari sebulan.

Lantas, bagaimana latar belakang dua perusahaan raksasa tambang yang berkonflik ini?

PT AGM merupakan pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Sebagian batu bara AGM dijual ke dalam negeri untuk memasok PLTU milik PLN, perusahaan semen di berbagai daerah dan sejumlah industri strategis.

Tahun ini dari kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produksi, realisasi AGM mencapai 39%.

Berdasarkan data emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham AGM dimiliki oleh PT Baramulti Suksessarana Tbk.

Emiten ini menguasai 99 persen kepemilikan AGM. Mayoritas saham BSSR dimiliki PT Wahana Sentosa Cemerlang, Tata Power, GS Energy Corporation dan publik.

Sementara seterunya, berdasar informasi pada laman resmi Minerba One Data Indonesia (MODI), saham TCT dikuasai oleh sejumlah korporasi dan individu yaitu PT Goku Resources, dan Kalta Capital.

PT Kalta Capital dimiliki sejumlah pihak. Di antaranya Yanuar Samron, Chandy Kusuma, Markus Antonius Wibisino dan PT Mulia Sejahtera Permai. Perusahaan terakhir terafiliasi dengan PT Goku dan Kalta.

Sisanya 4 persen saham dimiliki Muhammad Hatta atau Haji Ijay, Muhammad Zaini atau Haji Ciut 4,5 persen, dan Bambang Heri Purnama 4 persen.

TCT sejatinya sudah memiliki perjanjian kerja sama penggunaan lahan di jalan hauling Km 101 Tapin yang diteken pada 11 Maret 2010.

Perjanjian yang sudah dijalankan kedua perusahaan sejak sekitar 2011 itu tiba-tiba terhenti setelah PT TCT menutup jalur hauling di underpass KM 101 Tapin dan melaporkan adanya tindak pidana penyerobotan tanah oleh AGM. Akibat laporan itu Polda Kalsel melakukan police line terhadap objek hukum itu.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat praperadilan putusan Polda Kalsel yang melakukan penyitaan sekaligus memberikan police line di jalur angkutan batu bara itu.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai penyitaan dengan memberikan garis polisi di jalan hauling tidak beralasan hukum. Tidak ada izin ketua Pengadilan Negeri setempat.

"Kegiatan penyitaan itu dilakukan tanpa memberikan lampiran atau salinan apapun kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk berita acara penyitaan hingga permohonan ini diajukan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin," katanya.

Gugatan MAKI diajukan bersama asosiasi hauling dan asosiasi tongkang telah di daftarkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin pada tanggal 28 Desember 2021.

Terdapat belasan orang pemohon mewakili asosiasi hauling dan asosiasi tongkang batu bara yang mengajukan gugatan praperadilan ini.

Di antaranya Muhammad Sapi'i, Mahyudin, Novarein, Setyawan Budiarto, Fadhor Rahman, Moh Irfan Sudibyo, Abdurrahman, dan Kartoyo.

Kedua asosiasi tersebut memiliki ribuan anggota yaitu sopir hauling dan pekerja tongkang yang kini menganggur sejak Tatakan Underpass diblokade Polda Kalsel pada 27 November lalu.

Sementara pihak termohon dari gugatan praperadilan ini adalah Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel.

Boyamin menegaskan di tengah situasi pandemi yang telah menyengsarakan rakyat seperti saat ini, kebijakan Polda Kalsel sebagai termohon, melakukan penyitaan dan police line menjadikan gerak ekonomi masyarakat lokal terhenti.

Pengangguran di Tapin melonjak dan kepastin investasi menjadi hilang. Ribuan keluarga kehilangan pendapatan dan banyak pengusaha kecil terancam tutup usahanya.

"Tindakan ini juga bertentangan dengan upaya Presiden Joko Widodo untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi melalui jaminan kepastian investasi di seluruh Indonesia. Praperadilan ini adalah perjuangan rakyat untuk mendukung pemulihan ekonomi seperti dikampanyekan presiden," tegasnya.

Direktur Reskrimum Polda Kalsel, Kombes Pol Hendri Budiman merespons santai gugatan praperadilan terkait penutupan jalan hauling Km 101, Tapin.

Hendri kembali menjelaskan penutupan jalan seiring adanya proses penyidikan terkait laporan masyarakat di sana.

Langkah Polda Kalsel menutup jalan dengan cara memasang garis polisi itu menurut Hendri sudah sesuai aturan yang berlaku.

“Ya proses penyidikan kan memang seperti itu,” ujarnya saat dimintai tanggapan, Rabu (29/12).

Lantas apa persiapan Polda Kalsel menghadapi gugatan praperadilan ini?Hendri tak memiliki persiapan khusus.

Pasalnya, ia berkeyakinan bahwa semua yang dilakukan Polda sejak awal sudah sesuai prosedur.

“Ya gak adalah. Kan semua dari awal sudah jalan sesuai prosedur aja,” pungkasnya.