Kalsel

‘Mengubah Hitam Jadi Putih’, Menengok Pendidikan Anak di Balik Jeruji Besi LPKA Martapura

apahabar.com, MARTAPURA – Mereka yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Martapura, bukan berarti tidak…

Andikpas LPKA Martapura, MS (17) ditemani salah seorang petugas saat berbincang dengan apahabar.com. Foto-apahabar.com/Mada Al Madani

apahabar.com, MARTAPURA - Mereka yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Martapura, bukan berarti tidak bisa dapat pendidikan sekolah.

Demikian pula saat pandemi Covid-19 saat ini. Puluhan anak di balik jeruji besi LPKA Martapura tetap bisa menerima pendidikan, laiknya siswa sekolah di kehidupan bebas.

Pihak LPKA Martapura, tetap berusaha memberikan hak Anak Didik Pemsyarakatan (Andikpas), sesuai ketentuan yang diamanahi undang-undang.

Diungkapkan Kepala LPKA Martapura Rudi Sarjono, pihaknya sudah melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan Tingkat I dan Tingkat II.

Hal tersebut bertujuan agar mereka bisa meneruskan pendidikan walau sedang menjalani masa hukuman.

Saat ini, LPKA Martapura memiliki 43 anak yang masih bersekolah di bangku SMP dan juga SMA.

"Kami tidak pernah memberlakukan anak-anak untuk putus sekolah," ujarnya kepada apahabar.com, Jumat (27/8) lalu.

Puluhan Andikpas yang masih duduk dibangku SMA akan dimasukkan sekolah di SMA 2 Martapura.

Laiknya pelajar lain, mereka juga mengikuti proses pembelajaran Daring (dalam jaringan) selama pandemi ini.

Namun, mereka juga tetap dipantau oleh pihak sekolah yang sering datang ke LPKA terkait pembelajaran yang mereka berikan.

"Jika pandemi ini sudah berakhir dan proses pembelajaran sudah tatap muka, kami siap untuk mengantar dan menjaga langsung para Andikpas ke sekolah agar pendidikannya tidak terputus," ujar Rudi.

Rudi juga tetap menekankan kepada para Andikpas agar tetap menjalankan pendidikannya dengan menjalankan pendidikan kesetaraan, baik paket A, B, hingga C.

"Jika sebelum masuk ke LPKA ini putus sekolah, mereka akan kita masukkan kesetaraannya, ya itu PKBM entah itu Paket A, B, atau C," ungkapnya.

Harapannya mereka yang akan kembali ke masyarakat tidak kebingungan dalam mencari pekerjaan. Terpenting lagi tidak mengulangi kasus hukum yang pernah dilakukan.

Sebagai bekal mereka pula, Rudi mengatakan pihaknya sudah menyediakan pelatihan-pelatihan praktis. Seperti memasak, berkebun secara hidroponik, serta barbershop (potong rambut).

"Kenapa kita menerapkan pelatihan praktis? Karena jika nanti kedepannya mereka kembali ke masyarakat, maka tidak bingung ingin membuka usaha apa. Karena pelatihan yang kita berikan ini seperti membuat pentol berapa sih modalnya, jadi ini saya kira sangat bermanfaat untuk pembekalan," papar Rudi.

Tidak hanya itu, dari segi kerohanian juga ditanamkan oleh LPKA kepada Andikpas. Rudi mendatangkan para ustadz setiap paginya untuk memberikan ceramah dan juga mengajarkan mengaji untuk anak-anak.

Karena usaha yang dilakukan oleh LPKA tersebut, pihaknya dinobatkan sebagai LPKA Ramah Anak pada 17 Juli 2021 lalu saat Hari Anak Nasional.

"Walau dinobatkan sebagai LPKA Ramah Anak, namun kami tidak berbangga diri berbusung dada, melainkan kami harus berbenah diri dan meningkatkan pelayanan kami," jelasnya.

Saking lekatnya peran Rudi, para Andikpas LPKA Martapura menyebutnya ayah/abah alias sebagai orangtua mereka sendiri.

Diungkapkan oleh Rudi Sarjono jika sebutan ayah terbit karena pihaknya menempatkan diri sebagai orangtua kepada anak didiknya.

"Jika bisa, nanti kita jangan menempatkan diri sebagai petugas namun sebagai orang tua bagi mereka," ucapnya.

Rudi menegaskan jika merasa sebagai seorang petugas maka kesannya tersebut adalah arogan. Ia menolak hal tersebut.

"Perlu menjadi catatan ini bukan lapas, ini adalah Lembaga Pembinaan Khusus Anak. Jadi kita sudah menghilangkan kesan petugas," tegasnya.

Disampaikannya, LPKA adalah Lembaga Pemasyarakatan Anak, namun sejak ada SPPA, maka bahasanya diubah menjadi LPKA sejak tahun 2014.

Menyimpan Harapan

Bagi mereka yang punya catatan ‘hitam’ tetap menyimpan harapan kembali ‘putih’, ketika kembali di kehidupan bermasyarakat.

apahabar.com berkesempatan untuk menemui salah satu Andikpas, berinisial MS (17). Remaja ini terjerat hukum karena menghilangkan nyawa seseorang di daerah Rantau, Tapin. MS divonis empat tahun sembilan bulan.

MS sudah berada di LPKA Martapura, selama satu tahun enam bulan di LPKA, mengaku mengalami perubahan.

Pada saat awak media mengajak berbicara MS, tutur katanya sangat lembut dan tatapannya begitu tajam saat berbicara.

Bercerita selama menjalani masa pembinaan di LPKA, dirinya dididik untuk disiplin. Selain itu juga mendapatkan pembekalan ilmu untuk menjalani hidup setelahnya bebas nanti.

"Saya di sini dididik oleh bapak-bapak petugas untuk disiplin, seperti bangun harus pagi, harus bersih, juga kami diberikan pelatihan-pelatihan dan juga disekolahkan," jelasnya.

Untuk saat ini, MS sedang duduk di bangku kelas 11 SMA 2 Martapura, dengan sistem belajar yang sama dengan anak-anak yang berada di luar.

"Belajarnya seperti sekolah di luar sana, kami sekolah dari hari Senin hingga hari Jumat. Jika tidak ada jam sekolah kami dibekali dengan pelatihan-pelatihan untuk bekal jika kembali ke masyarakat nanti," ucapnya.

Dari pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh LPKA, MS yang bercita-cita sebagai Guru Olah Raga, meminati pelatihan memasak.

Dia berharap dengan memasak bisa jadi bekal membuka usaha warung makan, dan berusaha menafkahi orangtuanya.

"Juga nantinya pelatihan itu ilmunya akan saya bagikan kepada teman-teman yang ada di luar sana. Nanti keluar dari sini akan bergaul dengan masyarakat luar, jadi pengalaman yang baik di sini kita bagikan. Misalnya sepupu tidak bisa memasak kita ajari," jelasnya dengan polos.

Keji! Anak Habisi Nyawa Ayah dan Saudara Kandung