Sejarah Peninggalan Belanda

Mengintip Rumah Cimanggis, Warisan Kolonial yang Sempat Terbengkalai

Bangunan kuno di kompleks Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Cimanggis, Depok, Jawa Barat kini sudah kokoh kembali.

Rumah Genteng Seribu atau lebih dikenal sebagai Rumah Cimanggis menjadi salah satu bangunan bersejarah yang tersisa di Kota Depok. apahabar.com/Rubiakto

apahabar.com, DEPOK - Sempat terbengkalai, Rumah Cimanggis di kompleks Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Cimanggis, Depok, Jawa Barat kini kembali kokoh. 

Warna putih pada bangunan bergaya arsitektur Belanda tersebut mendominasi. Sudah utuh kembali, bangunan tersebut sebelumnya sempat tak terawat. Hancur di sebagian sisinya.

Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) memang sengaja tidak menggusur  Rumah Cimanggis. Sebab, bernilai sejarah.

Belakangan Pemerintah Kota Depok menetapkan rumah warisan kolonial Belanda itu menjadi salah satu Cagar Budaya di Kota Depok.

Baca Juga: Awas! Penyakit Lato-lato pada Sapi Mulai Ditemukan di Kota Depok

Dulu, rumah tersebut disebut Rumah Genteng Seribu atau Gedung Gede. Sebab, ukurannya yang besar dan luas hingga memang memiliki banyak genteng.

Rumah Genteng Seribu sempat terbengkalai dalam kurun waktu yang cukup lama.

Ketua Depok Heritage Community, Ratu Farah Diba bercerita Gedung Gede sedianya rumah peninggalan Gubernur Jenderal VOC yakni Albertus van Der Parra.

Dia membeli lahan seluas 1.000 hektare guna membangun rumah bagi istri keduanya: Yohanna. Rumah Cimanggis itu dibangun oleh arsitek David J Smith.

Baca Juga: Depok Siap Manjakan Jemaah Haji, Bakal Ada Areal Khusus

Van der Parra sendiri berkuasa sebagai Gubernur Jenderal VOC sejak 1761-1775. Sedang rumah tersebut berdiri sejak tahun 1775. 

Rumah dibangun di lokasi saat ini sebab dinilai strategis dan dekat dengan Pasar Cimanggis. Saat itu Pasar Cimanggis merupakan pusat untuk orang-orang bertukar kuda. Dibuktikan di sisi kiri rumah tersebut masih terdapat sumur-sumur yang dulunya digunakan untuk tempat minum kuda. 

Namun sayang, Yohanna tidak lama menghuni rumah tersebut. Dia wafat dalam usia muda. Setelah istri muda Van der Parra wafat, dan seiring kejatuhan penjajahan Belanda di Indonesia, rumah ini menjadi tidak terurus. Terbengkalai.

Dan pada 1953 silam, rumah diambil-alih oleh Samuel de Meyer yang juga tuan tanah. Namun, kembali, ia pun tidak lama menguasai rumah ini.

Baca Juga: Menyusuri Jejak Sejarah GPIB Beth El Magelang Usianya Lebih dari 2 Abad

Memasuki 1964, rumah tersebut menjadi milik RRI. Peresmiannya dilakukan tiga tahun berselang. Yakni pada tahun 1967. Kala itu, Presiden Soeharto yang meresmikan rumah yang berlokasi di Kompleks Pemancar RRI tersebut.

Adolf Heuken, menurut Ratu Farah Diba, seorang pakar sejarah bangunan tua, pernah menyebut bahwa Rumah Genteng Seribu sebagai contoh terbaik dan satu-satunya yang tersisa di Depok dari rumah peristirahatan atau land huizen para pejabat VOC di pinggiran Batavia.

Arsitekturnya paling artistik. Gaya pertemuan unsur kebudayaan tropis Jawa dengan unsur gaya klasisisme kebudayaan Eropa dari masa Louis XV.  

Selain itu, Gedung Gede juga menjadi penanda betapa dahulu kawasan itu, dari hutan, dibuka menjadi sebuah kota tempat transit utama dari jalan besar yang menghubungkan antara Batavia dengan Buitenzorg atau Bogor.

Baca Juga: 12 April: Catatan Sejarah Perempuan Pertama Menjelajah Angkasa

Jalan itu kemudian menjadi dasar ide Gubernur Jenderal Daendels untuk membuat Jalan Raya Post (Grote Postweg). Juga, suatu jalan yang kelak menjadi asal usul lahirnya kota-kota modern di Jawa.

Saat ini Pemerintah Kota Depok telah menetapkan bangunan ini sebagai cagar budaya dengan nama Gedung Tinggi Rumah Cimanggis, berdasar Keputusan Walikota Depok Nomor: 539/ 289/ Kpts/ Disporyata/ Huk/ 2018.

Ventilasi Sempat Dicuri

Ventilasi atau angin-angin ukiran pintu di situs sejarah Rumah Cimanggis juga sempat dicuri. Saat itu, Presidium Komunitas Sejarah Depok (KSD), JJ Rizal memperkirakan ukiran kusen pintu yang dicuri berasal dari kamar anak Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra (1761-1775).

Baca Juga: 12 April: Catatan Sejarah Perempuan Pertama Menjelajah Angkasa

"Angin-angin ini intinya adalah ventilasi di atas pintu. Nah terutama pada rumah-rumah kolonial. Fungsinya penting sekali karena bukan hanya sebagai ornamental tapi juga sebagai simbol. Kadang-kadang filosofi yang ingin dikatakan dari pemiliknya," ujar Rizal.

Menurut Rizal, jika ukiran tersebut dipasang di depan rumah, maka bermakna simbol keluarga atau heraldik. Jika dipasang di dalam rumah, maka menyatakan yang terkait keluarga tersebut.

Nah, bovenlicht -ventilasi dalam bahasa Belanda- yang hilang itu diketahui keberadaannya setelah mendapat informasi yang ditawarkan oleh orang yang ingin menjual ukiran. "Ternyata angin-angin," kata Rizal.

Menurutnya, yang paling dicari dari rumah bersejerah seperti Rumah Cimanggis adalah ukiran di atas pintunya. Sebab, ukiran tersebut memikili makna filosofis yang menunjukkan tingkat ekonomi dari pemilik rumah.

Baca Juga: Menyelami Sejarah di Balik Peringatan Hari Kenaikan Isa Almasih

"Yang paling diincar itu memang bovenlicht-nya, karena itu biasanya sangat dekat dengan pemiliknya, karena merupakan harapan-harapan, filosofi dan simbol tingkat ekonomi dari yang punya rumah," jelasnya.

Bakal Jadi Pusat Kebudayaan

Perwakilan dari UIII, MN Hidayat bilang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah melakukan pengerjaan renovasi Rumah Genteng Seribu.

“Kementerian PUPR mengucurkan dana Rp1,3 Miliar untuk merenovasi. Juga, mempertahankan bentuk aslinya tanpa mengubahnya sedikit pun,” katanya. 

Menurut MN Hidayat, nantinya gedung bersejarah peninggalan kolonial itu akan dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan kebudayaan oleh UII. 

Baca Juga: Sejarah Malang Plaza, Mal Pertama dengan Eskalator di Kota Apel

“Historisnya kan memang warisan Belanda, jadi nanti kami juga akan bekerja sama dengan Kedutaan Besar Belanda dan juga Pemerintah Kota Depok terkait kegiatan atau hal-hal serta aktivitas apa saja yang akan dilaksanakan di gedung ini,” tutur Syafrizal.

Rumah Genteng Seribu saat ini masih kosong dan lapang. Ke depannya akan diisi sejumlah properti yang berkaitan dengan sejarah Belanda dan juga keberadaan eks penjajah itu di Depok. Peralatan dan barang-barang yang akan disimpan di sini tidak sembarangan.

"Propertinya ya harus sesuai ya ke-Belanda-Belanda-an semua. Agar nuansa aslinya tetap kental terasa dan tidak menghilangkan sejarah aslinya bahwa ini adalah rumah warisan kolonial Belanda,” papar MN Hidayat.

Baca Juga: Cetak Sejarah, BUMN Akan Setor Dividen ke Negara Rp80,2 Triliun!

Rumah Cimangis memang belum bisa dibuka untuk umum. Sebab, masih ada pekerjaan penyelesaian taman, pagar, dan interior rumah.

“Mungkin nanti dibukanya setelah diresmikan oleh presiden,” tukas MN Hidayat.