Nasional

Mengenang Mendiang Rozien, Santri asal Banjarbaru yang Tewas Ditusuk di Cirebon

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Belum sempat melepas rindu dengan sang ibu, Muhammad…

Sang Ibu, Indira dan sang adik, Nabiel menangisi kepergian Rozien, santri asal Banjarbaru yang tewas ditusuk di Cirebon, awal September 2019 silam. Foto-Dok Pribadi

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Belum sempat melepas rindu dengan sang ibu, Muhammad Rozien tewas ditusuk. Beragam cita-cita mulianya kini harus terkubur bersama jasadnya.

Musnita Sari, BANJARBARU

BELUM lama tadi, Tim apahabar.com berkesempatan datang ke rumah duka di Banjarbaru.

Masih dalam keadaan berkabung, Muhammad Mabrur dengan terbata-bata menceritakan sosok Rozien.

Rozien, di mata sang ayah, merupakan anak kebanggaan anggota keluarga.

Bercita-cita menjadi dokter anak, maka tak salah santri milenial ini dikenal sebagai seorang Kutu Buku. Toko buku ibarat tempat piknik bagi mereka.

Rozien sebelumnya menjadi korban penusukan di kawasan Jalan dr Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon, Jumat 6 September silam.

Rozien tercatat sebagai salah satu santri Pondok Pesantren Husnul Khatimah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Saat kejadian, siswa kelas XII ini tengah menunggu kedatangan sang Ibu dari Kalimantan untuk menghadiri pertemuan wali santri.

SOSOK SANTRI MILENIAL

Lahir dan dibesarkan dalam keluarga Islam yang taat. Rozien mengikuti jejak sang ayah untuk menempuh pendidikan di Pondok Pesantren sejak di bangku sekolah menengah pertama.

Maka tak salah, hampir sepertiga hidupnya dihabiskan di Ponpes. “Kalau subjektif saya, dia itu santri milenial,” sebut Mabrur memulai cerita.

Menempuh pendidikan berbasis agama yang kuat, Rozien tetap mengikuti perkembangan di era modern.

Dalam pandangannya, sang anak selalu berbinar-binar ketika berkaitan dengan buku.

Saat hari kejadian lalu pun, Rozien tengah berburu koleksi terbaru salah satu penulis kesukaannya, Renald Kasali.

“Kalau sama saya sebelumnya itu (judulnya) Shifting, ini dia beli lagi yang terbaru,” sebutnya.

Bercita-cita menjadi seorang dokter anak, maka tak salah santri milenial ini dikenal sebagai seorang Kutu Buku. Toko buku ibarat tempat piknik bagi mereka. Foto-apahabar.com/Musnita Sari

Sembari mengawali kisah, Mabrur juga menunjukkan satu rak dengan koleksi buku yang tidak sedikit.

Tak terhitung buku-buku yang telah Rozien baca. Sebut saja Lima Menara, Laskar Pelangi, Ketika Cinta Bertasbih, hingga Sepatu Dahlan Iskan.

“Film dan bukunya dia suka. Sejak SMP sudah dilahapnya semua,” ujarnya.

Bukan hanya literasi, dunia pengetahuan lain pun tak luput didalami.

Sosok anak yang selalu ingin tahu, berambisi kuat serta memiliki filosofi hidup yang baik. Itulah yang dikenang sang Ayah.

“Jadi pengetahuan agamanya lumayan, umumnya bagus, seni dan pergaulan dengan teman-teman juga baik,” paparnya.

Terkadang dari ilmu tersebut, ada saja beberapa karya yang berhasil dibuat Rozien untuk dihadiahkan kepada saudaranya.

"Dia suka bikin video dan gambar-gambar. Waktu adiknya ultah dia buat sebagai kado," imbuhnya.

CITA-CITA MULIA

Rozien kecil memiliki ketertarikan mendalam pada dunia pengetahuan.

Hobi membaca tentunya hal biasa yang dimiliki setiap anak. Namun kebanyakan dari koleksinya adalah buku bertema sains.

Salah satunya yaitu Sehat Tanpa Dokter karya Mehmet C Oz dan Michael F Roizen.

Namanya mirip seperti penulis buku kesukaannya. apahabar.com/Musnita Sari

Bukan kebetulan yang disengaja. Namanya mirip dengan sang idola. Menurut sang ayah, Rozien memiliki cita-cita menjadi seorang dokter anak.

"Dia senang nonton acara Dr Oz. Dari SD buku bacaan dia adalah Sains, saya juga kaget," ungkapnya.

Mabrur memang memiliki kebiasaan mengenalkan buku bacaan sejak kecil kepada keempat anaknya.

Toko buku ibarat tempat piknik bagi mereka, masing-masing dibebaskan untuk menentukan mana kesukaan mereka. Dan pilihan Rozien selalu jatuh pada buku pengetahuan.

"Biasanya setiap anak dijatahi satu buku. Terkadang dia yang mengompori kakak adiknya untuk membeli buku untuk dia mau baca juga,” kenangnya.

Rozien memiliki mimpi yang besar, salah satunya menuntut ilmu di Negeri orang.

"Dia kan sudah kelas 3 Aliyah, tahun depan sudah mulai kuliah. Ibarat mangga, sudah besar dan siap dipetik," tuturnya.

Santri milenial dengan bekal wawasan keagamaan, Rozien tetap memiliki tekad untuk mengkhatamkan 30 Juz Alquran sekalipun tahu dunia perkuliahan akan sesibuk apa.

"Tetapi ya usia, terkubur semua. Ada rencana yang ingin dikerjakan, harapan, cita-cita, semua terkubur bersama jasadnya," katanya pasrah.

Di sela masa nostalgia bersama kenangannya, Mabrur juga memperlihatkan beberapa foto masa kecil Rozien.

Dalam foto yang dia tunjukkan, Rozien kecil pada masa Taman Kanak-Kanak terlihat percaya diri tampil berbicara di depan umum. Rasa PD itu terus berlanjut hingga Rozien beranjak dewasa.

"Saat di ponpes, ketika berpidato, teman-temannya menghabiskan 5 menit saja susah. Dia malah 10 menit lebih. Seperti cita-citanya, dia ingin menjadi motivator," ungkapnya.

ARTI NAMA ROZIEN

Menurut sang istri, Rozien memiliki arti pribadi yang seimbang. Sesuai harapan orang tuanya, karakter sang anak memang menjadi penyeimbang dalam setiap hidupnya.

"Prestasi di kelas sedang saja, rangking terakhirnya paling tinggi hanya di peringkat 6," sebut Mabrur.

Walau begitu, baginya Rozien tipikal anak yang selalu ingin tahu. Banyak hal-hal baru yang selalu ingin dikejar Rozien.

Anak kedua dari empat bersaudara itu juga menjadi penengah yang baik bagi adik dan kakaknya.

"Pernah kami naik Gunung sama-sama di Matang Keladan. Saat yang lain sudah lemas, dia yang jadi penyemangat mereka," ujarnya.

Kenangan terakhirnya tak hanya itu, beberapa waktu lalu mereka juga sempat melakukan perjalanan keluarga ke Surabaya dan Malang.

"Karena dia akan menyelesaikan kelas terakhir, kelas 12. Kami putuskan untuk jalan-jalan sekeluarga, rupanya itu perpisahan terakhir," ungkapnya.

FIRASAT IBUNDA

Ikatan hubungan Rozien dan sang ibu rupanya cukup kuat. Menurut Mabrur, dibanding dirinya sang anak lebih sering bertukar cerita dengan sang istri.

"Kalau terlalu sering bertemu kurang rasa rindu kata dia," ujarnya mengulangi kalimat andalan sang anak.

Beberapa waktu sebelum wafatnya Rozien pun, tanda-tanda kepergian ditunjukkan secara tidak langsung.

"Memang terakhir dia sempat nelepon sama istri, dia bilang satu minggu ini merasa gelisah, bingung dan gundah," ceritanya.

Hal itu pun masih dirasa normal, sang Istri berpesan kegelisahan bisa datang karena ada perasaan bersalah akibat perbuatan dosa atau pekerjaan yang tidak diselesaikan.

Namun semuanya ditepis oleh Rozien. Tidak ingin membuat sang anak tambah gelisah, Rozien disarankan untuk merilis perasaan tersebut dengan berolahraga.

"Mungkin karena umur 17, masa pubertas. Hormon (kelakian) itu akan muncul tanpa dia sadari," katanya.

Tidak ada perlakuan istimewa yang berlebih kepada seluruh anaknya, Mabrur dan Istri berusaha adil dalam memberikan perhatian satu sama lainnya.

Di lain waktu, dalam percakapan telepon, Rozien yang memang tinggal terpisah sempat menolak tambahan uang saku dari sang ibu.

"Dia bilang “Bekal Rozien sudah cukup, tuh kakak kayaknya masih kurang”. Tapi kalau dimaknai lebih dalam jadinya “Bekal saya sudah cukup, saya akan menghadap. Kakak tolong bantu ya biar bekalnya dicukupin”," ulangnya sesekali menghembuskan nafas berat.

Firasat terakhir yaitu beberapa jam sebelum kematiannya. Rozien meminta untuk ikut pulang bersama sang Ibu.

"Dia bilang, “Rozien pulang ikut Umi ya”. Waktu itu dipahami pulang ke pondok bersama Umin-ya, tapi ternyata pulang ke Banjarmasin dengan jasadnya," ucapnya pelan.

Sayangnya, tim apahabar.com tidak sempat bertatap muka dengan sang ibu. Menurut Mabrur, istrinya cukup terluka hingga tidak sanggup bertemu dengan banyak tamu.

"Karena istri intens sekali, apalagi harus menemui dia dalam kondisi itu, harus bisa mengikhlaskan. Saya juga saat mendengar informasi ditusuk itu sudah tidak bisa berdiri lagi," ungkapnya.

Tak cuma keluarga, para asatidz atau guru di Pondok Pesantren Husnul Khotimah berurai air mata, tatkala melihat jenazah Muhammad Rozien tertutup keranda hijau. Ya, Rozien telah mendahului mereka dari dunia ini. (Bersambung)

Rozien dan keluarga saat mendaki gunung bersama di Matang Kaladan, Kecamatan Aranio, Banjar. Foto: Dok.Pribadi

Baca Juga:BREAKING NEWS!!! Kecelakaan Beruntun di Gambut, Tiga Korban Dilarikan ke IGD

Baca Juga:Melawan Saat Ditangkap, Polisi Tembak Pembunuh Santri Husnul Khotimah Asal Kalsel

Baca Juga:Fakta Mencengangkan Pembunuhan Sadis Istri di Kandangan

Editor: Fariz Fadhillah