Tak Berkategori

Mengenang Kurt Cobain, si Bengal yang Tak Menyukai Popularitas

apahabar.com, BANJARMASIN – September 1991, saat musik rock masih dikuasai band-band hair metal, Nirvana merilis album…

Kurt Cobain. Foto-Matamatamusik.com

apahabar.com, BANJARMASIN – September 1991, saat musik rock masih dikuasai band-band hair metal, Nirvana merilis album keduanya “Nevermind” dengan ekspektasi yang rendah.

Setidaknya itu terlihat dari sikap pesimistis DGC, label di mana Nirvana bernaung. Sebelumnya, saat Kurt Cobain pertama kali mendengarkan single “Smells Like Teen Spirit”, kepada Krist Novoselic, respons yang didapat justru membingungkan.

“Lagu ini nggak masuk akal,” kata bassis Nirvana itu.

Sang drummer, Dave Grohl, memberikan koreksi. Ia ingin lagu tersebut dimainkan dalam tempo sedikit lebih lambat. Kurt pun mengambil bagian verse, sementara Dave memainkan drum.

Smells Like Teen Spirit akhirnya direkam bersama produser, Butch Vig. Hanya dengan tiga kali take, lagu itu selesai dengan sempurna. Konon, video klip-nya pun dibuat dalam tiga kali take.

Setelah dirilis ke pasaran, Smells Like Teen Spirit membuat banyak orang tercengang. Media menyebut musik yang dimainkan Nirvana dengan istilah “grunge”. Genre yang jauh dari kata populer pada masa itu.

Oleh banyak orang, lagu tersebut dianggap berbeda dengan standar rock era 80-an dan 90-an yang umumnya mengandalkan solo gitar panjang meliuk-liuk dengan lirik lagu seputar pesta, seks, atau tema-tema lain yang bersifat glamor seperti yang biasa dinyanyikan Guns N Roses, Bon Jovi, atau Motley Crue.

Smells Like Teen Spirit berbeda. Komposisinya jauh lebih sederhana daripada lagu-lagu hair metal, glam rock, atau progresif rock. Meski demikian, spirit pemberontakan di dalam lagu itu sangat kuat. Ia bagai tsunami yang tak pernah berhenti menggulung apa saja yang ada di hadapannya.

Lagu itu dianggap sebagai simbol perlawanan sekaligus pemberontakan, baik melalui liriknya maupun dari komposisi musik serta suara gitar kasar ala Kurt Cobain.

“Suara gitar kasar Nirvana itu berasal dari Black Sabbath, sementara harmonisasinya dari The Beatles,” begitu kata Kurt Cobain, suatu hari.

Musik grunge pun mulai mewabah. Nirvana tak sendirian. Mengikuti di belakangnya ada Pearl Jam, Soundgarden, Alice in Chains, dan Stone Temple Pilot. Bahkan, beberapa tahun kemudian pengaruh grunge masih ditemukan di album perdana Oasis, Definitely Maybe yang dirilis pada 1994.

Tak sekadar musik, bahkan Nirvana telah memengaruhi kebudayaan masyarakat saat itu. Penampilan dan cara berpakaian Kurt Cobain banyak ditiru anak muda; kemeja flenel, kaos, jeans robek, serta sepatu Converse. Pakaian semacam itu sangat identik dengan simbol pemberontakan era 90-an. Dan Kurt Cobain adalah ketua gengnya.

Di atas panggung, Kurt dikenal brutal. Ia sering kali melakukan aksi penghancuran alat musik seperti gitar dan drum. Dalam gelaran Reading Festival 1991 misalnya, Kurt menghancurkan drum untuk pertama kalinya setelah sebelumnya ia melompat untuk mengambil ancang-ancang. Ia pun harus membayar mahal peristiwa itu. Tulang rusuknya patah.

Kurt Cobain memang bukan orang pertama yang melakukan hal brutal di atas panggung. Puluhan tahun lalu, Pete Townshend, gitaris band rock Inggris, The Who, menghancurkan gitar saat tampil di event Railway Tavern London pada 1966.

Pada 2003 silam, Majalah Rolling Stone menempatkan Nevermind di posisi istimewa; urutan 17 dari 500 album terbaik sepanjang masa. Sedangkan Smells Like Teen Spirit berada di peringkat 9 dari 500 lagu paling berpengaruh versi majalah yang sama.

Darah rock Kurt Cobain memang besar. Barangkali karena ia dilahirkan pada 1967, sebuah periode yang disebut-sebut sebagai puncak kejayaan rock era klasik di mana saat itu dunia musik berada dalam genggaman The Beatles, The Doors, Pink Floyd, Jimi Hendrix Experience, dan sejumlah nama legendaris lainnya.

Namun, pada akhirnya segala ketenaran yang berhasil diraih Kurt Cobain tak membuatnya bahagia. Ia ditemukan mati bunuh diri pada 8 April 1994 di usia 27 tahun. Jenazah Cobain ditemukan di sebuah ruangan di atas garasi rumahnya di Lake Washington oleh pegawai Veca Electric bernama Gary Smith. Otopsi kemudian memperkirakan Cobain tewas pada 5 April 1994.

Sebuah surat bunuh diri ditemukan di saku jaketnya. Dalam suratnya ia menulis pesan terakhir yang cukup panjang. Isi suratnya menunjukkan betapa Kurt Cobain benar-benar sosok yang pesimistis, pemurung, dan tak suka keramaian. Jika hari ini dia masih hidup, gitaris kidal itu akan berusia 53 tahun.

Kurt memang bukan orang yang hidup dengan keluarga yang utuh. Ia akrab dengan kekecewaan dan penderitaan. Dia sendiri mengaku tidak menyukai popularitas dan tidak siap dengan sambutan gegap gempita penggemarnya yang menyambutnya seperti dewa.

Belajar dari Kurt Cobain. Popularitas tak melulu bisa membuat orang bahagia. Seringkali ia justru membawa seseorang pada jalan yang penuh batu kerikil, duri-duri tajam, dan sesuatu bernama keputusasaan.

Baca Juga: 6 Hari Dirilis, "Menghapus Jejakmu" Versi BCL Tembus 10 Juta View

Baca Juga: Menyambut "20 Tahun Bintang Lima Tour 2020" di Banjarmasin

Baca Juga: Forum Musisi Banua Tapin, Buka Ruang Generasi Baru

Baca Juga: Brian Drummer SO7 Tunjukkan Sosok Sephia di Dunia Nyata

Editor: Puja Mandela