Kalsel

Mengenal Tradisi Dayak Meratus Tapin, Meriahnya ‘Aruh Ganal’ di Balai Desa Harakit

Seperti tak lekang oleh waktu, apabila masyarakat suku Dayak Meratus, Kabupaten Tapin mendapat panen melimpah mereka…

Pengunjung dan masyarakat adat perempuan babansai. Foto – apahabar.com/Fauzi Fadilah

Seperti tak lekang oleh waktu, apabila masyarakat suku Dayak Meratus, Kabupaten Tapin mendapat panen melimpah mereka mengadakan aruh atau syukuran apa yang telah diberikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa kepada mereka.

Muhammad Fauzi Fadilah, RANTAU

PADA ritual adat itu Reporter apahabar.comberkesempatan mengikuti pelaksanaan aruh ganal (syukuran besar) di Balai Desa Harakit, Kecamatan Piani pada Sabtu, 20-21 Juli digelar acara yang sangat meriah, banyak tamu-tamu undangan, masyarakat adat ataupun umum hadir mengisi balai. Dalam balai terlihat karakteristik khas Suku Dayak yang memberikan kesan magis, unik dan juga indah.

Dari pengamatan apahabar.com, banyak didapati di setiap ornamen berhias dengan janur-janur kuning, tempat sesajian, terdapat juga ruangan-ruangan kamar yang di isi oleh para tamu jauh untuk bermalam. Sangat terasa bau semerbak dupa di sekitar tempat acara adat itu dilaksanakan.

Aruh diselenggarakan pada saat panen raya yang berhasil dan melimpah ruah, untuk itu diadakandi setiap kampung di balainya masing-masing. Di kecamatan Piani sendiri ada 8 desa dan desa yang mempunyai balai ada di 5 desa yaitu desa Pipitak Jaya, Harakit, Batung, Balawayan dan Bagandah.

Baca Juga: Festival Banjar 2019 di Jakarta, Hadirkan Suasana Magis Adat Dayak Meratus

Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Tapin, Karliansyah, menjelaskan sebelum aruh masyarakat adat di masing-masing desa menggarap bersama ladang mulai dari membuka lahan, menanam dan memanen. Hasil panen itu sendiri diperuntukan saat aruh, hasil panen itu dinamakan banih pataungan.

Setelahnya masyarakat adat akan menggelar rapat untuk menentukan kapan aruh dilaksanakan, melalui perundingan apabila hasil panen mencukupi dan sudah adakesepakatan maka acara akan dilaksanakan.

“Dari hasil perundingan itulah apakah aruh ganal, atau aruh kacil (syukuran kecil) dan mungkin bisa atau tidak dilaksanakan. Itu tergantung lagi dari hasil panen yang didapat,” jelasnya.

Pada pelaksanaan aruh, lanjutnya, sekitar pukul 8.00 Wita, setelah tamu undangan selesai menyantap makan yang dihidangkan acara aruh mulailah Balian (pemimpin ritual adat) melakukan rangkaian acara ritual.

“Untuk tamu undangan yang hadir wajib makan terlebih dahulu. Makanan itu sendirikami yang menyediakan makanan yang halal, mengingat banyak warga muslim kami yang ikut serta melaksanakan adat budaya ini, di Kecamatan Piani ini khususnya di kawasan Balai walaupun berbeda-beda agama masyarakat hidup rukun,” jelas Karliansyah lagi.

Baca Juga: Mapala Meratus Siap Tanam 600 Pohon Mangrove di Lokasi TMMD

Para tamu undangan yang hadir pada acara aruh ganal di Balai Induk Desa Harakit terdiri dari perwakilan pemerintah daerah setempat, Dinas Kebudayaan dan Parawisata Tapin, DAD provinsi, tokoh DAD Balangan, Koramil Piani, Polsek Piani, dan Tokoh Tokoh Masyarakat Dayak di Kalsel bahkan mahasiswa sejarah dan kesenian juga turut hadir dalam acara itu.

Terlihat semuanya jadi satu bersilaturahmi dan menyaksikan prosesi aruh bersama hingga larut malam sampai menjelang subuh.

Masih menurut Karliansyah, pada malam kedua, khusus diperuntukan untuk para tamu undangan juga masyarakat umum dari luar kampung. Terlihat para Balian dan Panjulang (balian perempuan) memulai prosesi aruh. Nanti akan terdengar mamangan (percakapan) antara Balian dan Panjulang.

Sementara itu, salah satu Balian bernama Rusdiansyah atau yang akrab disapa Pangbalum, untuk kegiatan aruh tahun ini, pelaksanaannya sampai 5 malam.

“Apa yang kita laksanakan tadi malam itu namanya babalian (tolak bala) dan setiap jenis babalian sendiri memiliki artinyamasing masing,”ujar Pangbalum yang berumur kurang lebih 60 tahun itu kepada apahabar.com.

Baca Juga: Kisah Tukiman, Perantauan Jawa yang Peduli Meratus

Berikut penjelasan singkat dari Pangbalum untuk nama-nama, arti serta makna jenis babalian saat ritual aruh pada Sabtu (20/7/2019) atau malam kedua untuk disaksikan para tamu undangan dari luar.

Diawali dengan ritual kalangkang mantit maksudnya membuang hal-hal negatif yang ada di dalam dan di luar balai sebelum babalian selanjutnya dimulai.

Pangbalum (pakai jenggot putih) saat melakukan babalian. Foto - apahabar.com/Fauzi Fadilah

“Di dalamnya itu maksudnya penghormatan sebelum ada diadakannya dunia sebelum adanya manusia, waktu hanya zaman jibril yang pertama diadakan. Waktu itu inya takaku makanya kami itu tetap memperingati untuk mengingat nasehat burung mantit, apabila babunyi (berbunyi) jahat artinya jangan bajalan (rehat sejenak). Tugas burung mantit sendiri sebagai penegur apabila ada marabahaya untuk diri ataupun kampung atapun banua. Burung mantit itu sendiri adalah burung tertua di dunia,” jelasnya.

Kedua bapincuk maksudnya membuang suara yang jahat atau bala yang akan datang, semisal yang di luar kampung di daerah Banjar yang di Rantau jangan terbawa emosi, jangan terbawa hati panas, artinya dibuang dengan mengikuti suara burung mantit itu yang serba jahat,

“Dibuang ke alam yang kada disuluk di alam nang kada dijajak, ka alam gaib. Memberitahu bahwa ikam (kamu) sudah ada bagian dan mengingatkan bahwa kita manusia yang ada di bumi tatap dibawah langit artinya kita semua tidak berbeda,” jelasnya lagi.

Baca Juga: Mengintip Keragaman Etnik Dayak Meratus di Balangan

Selanjutnya, Mambuka lawang itu dalam artinya sudah habis artinya dalam bamantit dan bapincuk, artinya mambuka lawang (pintu) itu bapadah (izin) minta buka akan lawang untuk memulai aruh. Menyampaikan kabar berita tembus kabubungan (pucuk) langit bahwa sudah bamanangan (panen melimpah).

"Kemudian babalian batahur danda di sini kita semua menghadap dan mengaku segala kesalahan luput kada luput tatap mangaku luput (salah tidak salah tetap mengaku salah),”ujarnya.

Babalian bapanaikan artinya di mana balian yang hadir menyaksikan mambawa kabar ke atas bubungan (puncak) langit bahwa apa yang ada diberikan sudah di terima oleh yang dan menyampaiakan bahwa handak (mau) menebus janji menebus hajat dan juga akan berdoa lagi supaya di tahun depan dapat di kabulkan.

Bagantung langgatan disaksikan oleh semua balian yang banyak bahwa digantung langgatan ini di mana ikatan seperti kita ini bapingkut (berpegang), bukan bapingkut(berpegang) katihang(tiang). Bapingkut (berpegang) kemana ? Tapi kita bapinggkut kepada Allah Ta’ala jua,bapingkut (berpegang) kepada yang satu jua,nah itulah tadi langgatan itu puncaknya.

“Tugas balian sendiri adalah memimpin prosesi aruh. penjulang sebagai pengingat. Untuk jadi balian ada syarat-syarat tertentu. Misalnya pada yang beragama muslim kalaunya para ustaz yang ahli ilmu sesuai ranahnya dibidangnya masing-masing,” jelas Pangbalum.

Baca Juga: Pemprov Kalsel Segera Daftarkan Geopark Meratus ke Unesco

Selesai semua prosesi maka seluruh tamu undangan dan masyarakat umum yang ada di balai, di persilahkan untuk mengikuti acara hiburan Batandik (untuk laki-laki) dan Babansai (untuk perempuan).

“Acara hiburan ini sebagai menghilang lelah,” pungkas Pangbalum.

Editor: Aprianoor