PLTP Kamojang

Mengenal PLTP Kamojang, Pelopor Pemanfaatan Energi Berkelanjutan

Pengembangan sumber energi panas bumi Kamojang menjadi bagian penting dari perjalanan pemanfaatan energi berkelanjutan di Tanah Air.

Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Rabu (17/5/2023). PLTP ini beroperasi kali pertama sejak tahun 1983 atau 40 tahun lalu. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA - Pengembangan sumber energi panas bumi Kamojang di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menjadi bagian penting dari perjalanan pemanfaatan energi berkelanjutan di Tanah Air.

Di lapangan Kamojang ini terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Kamojang. Pembangkit geotermal pertama di Indonesia ini tetap aktif sampai sekarang meskipun sudah beroperasi selama 40 tahun, melampaui usia rata-rata pembangkit listrik pada umumnya yakni 30 tahun.

Bahkan, kegiatan eksplorasi panas bumi di kawasan Kamojang sesungguhnya sudah dilakukan hampir satu abad yang lalu, tepatnya sejak 1926. Saat itu, pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan para insinyur dan peneliti dari Negeri Kincir Angin untuk mengebor sejumlah sumur panas Bumi di Kamojang.

Kegiatan pengeboran sumur panas bumi oleh pemerintah Hindia Belanda terhenti pada 1928. Meski begitu, jejak sumur-sumur panas Bumi peninggalan Belanda masih utuh hingga kini dan menjadi lokasi wisata yang dikelola Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA).

Baca Juga: PLN Kembangkan PLTP Ulumbu, Kurangi Ketergantungan Energi Fosil

Lokasi sumur yang berada di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan dikelilingi hamparan hutan pinus, menjadi spot favorit wisatawan untuk berfoto. Uap geotermal Kamojang juga dipercaya memiliki khasiat untuk mengobati beberapa penyakit.

Tidak hanya itu, salah satu sumur peninggalan Belanda ada yang diberi nama unik, yaitu Kawah Kereta Api. Kawah ini sampai sekarang masih aktif. Saat disambangi pada Rabu (17/5), terlihat kepulan uap dari lubang kawah terus menyembur tanpa henti dengan tekanan yang cukup kuat, diiringi suara bising mirip bunyi kereta api uap. Mungkin karena itu, sumur yang dibor oleh Belanda dengan kedalaman 60 meter ini diberi nama Kawah Kereta Api.

Kegiatan eksplorasi di Kamojang yang ditinggalkan Belanda, baru dilanjutkan kembali setelah pemerintah RI memberikan hak eksplorasi kepada Pertamina di Area Kamojang pada tahun 1971. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula kerja sama eksplorasi geotermal antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru.

Pada tahun 1978, pengeboran sumur oleh Pertamina sukses menghasilkan uap panas bumi yang mampu memenuhi unsur keekonomian menggerakkan turbin. Seperti diketahui bahwa cara kerja sistem pembangkit listrik panas Bumi adalah memanfaatkan tenaga uap panas bumi untuk memutar turbin. Turbin ini kemudian memutar generator sehingga menghasilkan listrik.

Baca Juga: Pertamina Kembangkan Tiga Aplikasi Bantu UMKM Kamojang

PLTP Kamojang Unit 1 dengan kapasitas 30 megawatt (MW) mulai beroperasi pada 1983. Setelah itu, pengembangan PLTP Kamojang pun terus berlanjut hingga Unit 5 yang mulai beroperasi pada 2015.

Peran PGE

General Manager Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) Area Kamojang, Rahmad Harahap saat menjelaskan mengenai keberadaan PLTP Kamojang di Geothermal Information Centre di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (17/5/2023). Foto: ANTARA

Saat ini, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) sebagai bagian dari Subholding Power & New Renewable Energy PT Pertamina, bertanggung jawab mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 4 dan 5 dengan kapasitas masing-masing 60 MW dan 35 MW. Sedangkan, PLTP Kamojang Unit 1,2 dan 3 dengan kapasitas total 140 MW, berada di bawah kendali Subholding PLN, yaitu PT Indonesia Power.

Total kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di area Kamojang mencapai 235 megawatt (MW) atau setara dengan pengurangan emisi CO2 1,2 juta ton per tahun. Dari kapasitas tersebut, area Kamojang ini setidaknya menyuplai asupan listrik ke 260 ribu rumah. Listrik dari PLTP Kamojang terhubung dengan sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Untuk mempertahankan kapasitas pasokan uap pembangkit Kamojang, PGE menjadwalkan pengeboran sumur baru. Hal itu karena ada kecenderungan penurunan produksi di lapangan panas Bumi yang telah lama dibuka sehingga perlu ada penambahan sumur baru.

Baca Juga: Tolak Proyek Geothermal di Gunung Gede Pangrango, Masyarakat Geruduk Kantor DPRD Cianjur

General Manager PGE Area Kamojang Rahmad Harahap mengatakan saat ini wilayah kerja panas Bumi Kamojang memiliki 94 sumur untuk memenuhi kebutuhan uap PLTP Kamojang Unit 1 hingga 5 dengan kapasitas terpasang sekitar 235 MW.

Dari 94 sumur yang ada, 59 merupakan sumur produksi. Kemudian ada 9 sumur injeksi, 17 sumur monitoring dan 9 abandoned wells.

Ekspansi

Kawah Kereta Api, sumur panas bumi yang dibor pada 1926 oleh pemerintahan kolonial Belanda masih aktif menyemburkan uap tanpa henti dengan tekanan yang cukup kuat pada Rabu (17/5/2023) di lokasi wisata Kawah Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: ANTARA

Melihat potensi geotermal di Indonesia yang sangat besar, PGE berencana untuk terus melakukan ekspansi pengembangan panas bumi termasuk di Area Kamojang. Apalagi pemanfaatan panas Bumi sebagai sumber energi terbarukan pembangkit listrik di Indonesia relatif masih rendah.

Kapasitas terpasang pembangkit panas bumi secara nasional hingga kini baru mencapai 2.100 MW, padahal potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 24 ribu MW atau 24 gigawatt. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini menunjukkan bahwa pengembangan energi panas Bumi masih sangat besar.

Baca Juga: Kredit Karbon, Pertamina Geothermal Raih Pendapatan 747.000 Dolar AS

Sementara total kapasitas pembangkitan PGE dari 14 area yang ada termasuk Kamojang, mencapai 672 MW. Di luar itu, ada pembangkitan yang dioperasikan bersama (joint operation) mencapai 1.205 MW.

Menurut Direktur Operasi PGE Eko Agung Bramantyo menjelaskan hasil penelitian PGE terdapat potensi pembangkitan panas Bumi hingga 330 MW di Gunung Masigit yang termasuk dalam Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) Kamojang. Potensi serupa juga ada di Area Lahendong.

Hanya saja untuk pengembangan ke depan, skema joint operation tidak akan dipilih lagi oleh PGE. Hal itu karena sesuai Undang-Undang Panas Bumi, pemilik WKP bisa melakukan pengembangan energi panas Bumi mulai dari hulu hingga ke hilir.

Untuk mendukung rencana ekspansinya, PGE telah menyiapkan investasi senilai 1,6 miliar dolar AS dalam 5 tahun ke depan. Investasi tersebut untuk mendukung peningkatan kapasitas terpasang yang dioperasikan sendiri sebesar 600 MW, yakni dari 672 MW saat ini menjadi 1.272 MW pada tahun 2027.

Baca Juga: Pertamina Geothermal Bukukan Pendapatan dari 'Carbon Credit'

Investasi USD 350 juta

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (kode saham: PGEO) resmi mencatatkan saham perdana di BEI, 24 Februari 2023. Foto: ANTARA

Selanjutnya, pada 2024 emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) ini juga menyiapkan investasi baru senilai total 350 juta dolar AS. Apabila ditotal maka investasi yang disiapkan PGE mencapai 1,6 miliar dolar AS sepanjang 2023 hingga 2027.

Besarnya alokasi investasi yang hampir Rp24 triliun menunjukkan bahwa bisnis geotermal bakal menjadi salah satu tumpuan dari Pertamina, khususnya untuk transisi ke bisnis energi terbarukan.

Manajemen puncak PT Pertamina (Persero) dalam beberapa kesempatan juga telah menyampaikan bahwa energi terbarukan akan menjadi salah satu bisnis unggulan BUMN ini mengingat bahan bakar fosil suatu saat akan habis. Apalagi, teknologi PLTP tidak menghasilkan polusi dan berkontribusi bagi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

Di sisi lain, Indonesia masih memiliki peluang besar mengembangkan energi panas Bumi. Saat ini, Indonesia merupakan negara nomor dua setelah Amerika Serikat yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia. Fakta ini meyakini bahwa panas bumi bisa menjadi salah satu andalan pasokan energi terbarukan pengganti energi fosil.

Baca Juga: Potensi Geothermal di Manggarai Capai 1.000 Megawatt

Meski begitu, pengembangan panas bumi juga memiliki sejumlah hambatan. Antara lain, investasi yang mahal, harga jual yang dinilai kurang kompetitif serta dampak stabilitas tanah bagi daerah sekitar akibat kegiatan pengeboran.

Komisaris Utama PGE Sarman Simanjorang pun mengakui jika ada beberapa tantangan dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Seperti harga keekonomian yang sudah menjadi isu cukup lama karena ditentukan oleh single buyer.

Terlepas dari kontroversi yang ada, keberadaan panas bumi di Kamojang yang mulai dieksplorasi hampir 100 tahun lalu, terbukti masih aktif hingga sekarang.

"Itu setidaknya membuktikan kalau geotermal memang merupakan energi bersih berkelanjutan," ucap Sarman.

Baca Juga: Pertamina Geothermal Resmi Melantai di BEI, Raih Dana Rp9,05 Triliun

Panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat menjadi beban dasar (base load) dalam sistem ketenagalistrikan dengan tingkat pemenuhan listriknya (capacity factor) yang tinggi, yaitu di atas 95 persen. PLTP juga dikenal sebagai pembangkit energi terbarukan yang rendah emisi, tidak terpengaruh cuaca, tanpa intermiten (jeda), serta lebih stabil terhadap pengaruh fluktuasi harga bahan bakar minyak.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk mengoptimalkan kekayaan panas bumi secara ekonomis di tengah kampanye transisi energi, terbuka luas. Dunia kini tengah menuju ke energi bersih maka peluang bagi industri geotermal juga kian besar.

Potensi panas bumi di Indonesia diharapkan makin dilirik investor sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, sejalan dengan upaya pencapaian program net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060.

Dalam konteks ini, PGE diharapkan dapat menjadi motor pengembangan panas bumi di Indonesia karena memiliki harta karun berupa potensi energi bersih berkelanjutan melimpah termasuk yang ada di dalam perut bumi Kamojang.