Kalsel

Mengenal Kintung, Alat Musik Khas Banjar untuk Datangkan Hujan

apahabar.com, MARTAPURA – Belum banyak yang tahu dengan alat musik berbahan bambu khas Kabupaten Banjar, Kalsel,…

Permainan alat musik tradisional Kintung di Kecamatan Astambul yang dimainkan oleh Nanang Galuh (Naga) Intan Kabupaten Banjar. Foto-apahabar.com/Mada

apahabar.com, MARTAPURA - Belum banyak yang tahu dengan alat musik berbahan bambu khas Kabupaten Banjar, Kalsel, bernama kintung. Bahkan dari segi namanya saja belum familiar di telinga masyarakat.

Alat musik daru bambu berjumlah tujuh batang yang dimainkan dengan cara dipukulkan ke batang pohon kelapa tersebut hingga saat ini masih sering dimainkan oleh masyarakat Desa Banua, Anyar, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar.

"Alat musik ini sudah ada sejak datu (kakek buyut, red) dahulu," ujarnya Kai Pawang kepada apahabar.com.

Alat musik dari bambu tersebut memiliki suara yang khas dan irama yang cukup unik, dengan nama-nama yang jarang dijumpai. Seperti, Pintalu Kacil, Pintalu Basar, Guruk, Pajak, Pindua Tinggi Pindua Randah, dan Agung.

"Kintung ini berbahan dasar bambu khusus bernama paring batung yang hanya ada di Desa Cindai Alus, Martapura," jelasnya.

Lelaki yang akrab disapa Kai Pawang ini mengungkapkan, kintung dimainkan oleh masyarakat Kecamatan Astambul pada saat selesai musim panen padi, atau saat musim kemarau untuk mengundang hujan. Suara khas kintung menyerupai katak.

"Alat musik ini dimainkan untuk mengundang hujan agar jeruk yang ditanam masyarakat pada saat musim kemarau di sini tidak mati karena kekeringan," ungkapnya.

Kesenian musik kintung ini memiliki cara dan not khusus untuk membunyikan hingga menjadi sebuah nada yang merdu.

Kintung juga memiliki not dan nada dan ada dua irama yang dimainkan bernama Gudinjalan dan Dunding.

"Ada dua musik, pertama Dunding dan untuk yang biasanya diperlombakan adalah musik Gudinjalan ini," ucapnya.

Menanggapi tentang perkembangan musik kintung, Kai Pawang mengharapkan agar Kintung dapat lebih dikenal di masyarakat terlebih lagi di kalangan remaja. "Intinya jangan sampai punah harus lebih lestari dan berkembang," harapnya.

Menanggapi hal tersebut, Nanang Galuh (Naga) Intan Banjar, datang dan belajar langsung permainan musik kintung tersebut untuk mengetahui dan memperdalam wawasan serta membagikannya kepada masyarakat khususnya dikalangan remaja.

"Kami berharap alat musik ini bisa lebih dikenal tidak hanya di Kecamatan Astambul saja tapi bahkan sampai ke Provinsi dan bahkan nasional dan Internasional," ucap Muhammad Azimi.

Pihaknya mengatakan, berupaya terus belajar dan datang langsung ke Astambul untuk belajar dan memperkenalkan kepada generasi muda dengan harapan kesenian tersebut tidak berakhir di generasi sekarang saja.

Di tempat yang sama, Galuh Intan Banjar, Syakira menambahkan jika pihaknya sangat tertarik dengan alat musik berbahan bambu tersebut.

Pasalnya di beberapa waktu yang lalu dirinya hanya bisa melihat dan mengenal alat musik ini dari foto dan video saja, namun kali ini dirinya bisa melihat hingga belajar memainkan secara langsung alat musik ini.

"Setelah melihat langsung, saya sangat terpukau dan ini adalah alat music yang menarik," jelasnya.

Dikonformasi apahabar.com kepada sejarawan Kalimantan Selatan sekaligus Dosen Sejarah Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Drs Hairiyadi, menyebut, kintung adalah alat musik yang ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum masuk kerajaan Nagara Daha dan Negara Dipa.

Ayah Hay, begitu kerap disapa, mengungkapkan, asal mula kintung adalah alat di pertanian dan kemudian menjadi alat musik karena suaranya yang merdu dan unik.

Perubahan tersebut diungkapkan olehnya karena masukkan kerajaan Nagara Dipa yang masuk ke Kalimantan dengan membawa kesenian dan nada-nada yang bagus.

"Pada saat masuk kerajaan Negara Dipa itu membawa kesenian, akhirnya kita tahu juga bagai mana bermain dengan irama. Dahulu di sini (Kalimantan, red) suah ada nada cuman tidak tahu bermain denga irama. Jadi untuk irama yang menjadi sebuah musik itu belum tahu," jelasnya.

Dari masuknya kerajaan tersebut, membuat masyarakat di Kalimatan mengenal sebuah nada. Terlebih lagi Masyarakat Jawa pada saat itu peradabannya lebih tinggi dibanding dengan Kalimantan pada saat itu. Sehingga masyarakat mempelajari dan membuat dana dari alat musik kintung menjadi lebih merdu.

Dosen Sejarah ini juga mengungkapkan jika Kintung digunakan untuk mengusir hama dan lain sebagainnya pada saat musim pana dan selesai pertanian.