Relax

Mengenal Keunikan Suku Osing, Asal dari Baju Adat yang Dipakai Farel Prayoga

apahabar.com, JAKARTA – Sosok Farel Prayoga belakangan ini tengah menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, penyanyi cilik…

apahabar.com, JAKARTA – Sosok Farel Prayoga belakangan ini tengah menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, penyanyi cilik yang melantunkan tembang Ojo Dibandingke pada Upacara HUT ke-77 RI itu berhasil mencairkan suasana di Istana Negara.

Suara merdu yang dipadu iringan musik khas campur sari, mampu menggoyang jejeran menteri dan para tamu undangan lain. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tak kuasa menahan tawa ketika bocah kelas 6 SD itu mengganti lirik lagu menjadi 'di hati ini hanya ada Pak Jokowi'.

Bukan cuma suara merdunya, pakaian adat yang dikenakan Farel juga tak ubahnya menarik atensi publik. Tidak sedikit netizen yang mempertanyakan, dari manakah kiranya baju daerah itu berasal?

Baju Adat Suku Osing, Penduduk Asli Banyuwangi

Saat tampil di hadapan Presiden Jokowi beserta jajarannya, Farel ternyata mengenakan pakaian adat khas Suku Osing. Baju tersebut dikenal dengan sebutan Thulik.

Thulik merupakan pakaian adat yang dikhususkan untuk pria. Pakaian ini terdiri dari atasan lengan panjang bermotif polos khas Jawa Timur, kemudian dipadu bawahan berupa celana sepanjang mata kaki dengan warna yang sama.

Setelan Thulik yang demikian dilengkapi dengan aksesoris berupa udeng, yaitu ikat kepala berbentuk tongkosan. Udeng ini biasanya bermotif khas Jawa Timur, seperti Gajah Uling, Paras Gempal, dan Moto Pitik.

Tradisi Unik Suku Osing

Tidak hanya baju adat yang unik, Suku Osing juga memiliki sederet tradisi dan ritual menarik. Salah satunya, tradisi jemur kasur atau disebut Mepe Kasur.

Menjemur kasur bagi masyarakat daerah lain biasanya cuma dilakukan ketika tempat tidur itu basah. Namun, lain halnya dengan Suku Osing yang rutin menjalani tradisi ini tiap tahun, tepatnya pada bulan Dzulhijah, bersamaan dengan acara selamatan desa.

Suku Osing meyakini tradisi ini bisa menjaga kerukunan dan semangat bekerja dalam rumah tangga. Bukan sembarang kasur, tempat tidur yang dijemur itu serentak berwarna merah dan hitam, yang melambangkan tolak balak dan kelanggengan keluarga.

Selain itu, ada pula tradisi Tumpeng Sewu yang merupakan perayaan makan besar tiap tahun. Dalam tradisi ini, beragam makanan dihidangkan. Salah satunya, pecel pithik yang berupa ayam panggang dengan serutan kelapa dan bumbu khas Suku Osing.

Sama seperti Mepe Kasur, ritus Tumpeng Sewu juga rutin dilakukan pada bulan Dzhulhijah sebagai tradisi tolak bala. Suku Osing menyakini, bila tradisi tersebut tidak dijalani, maka wilayah yang mereka tinggali akan terkena musibah.

Tradisi lain yang juga bertujuan untuk tolak bala ialah Barong Ider Bumi. Lebih tepatnya, tradisi ini bermaksud mengusir musim kemarau agar pergi tepat waktu supaya sawah warga mendapat pengairan yang cukup.

Barong Ider Bumi rutin diselenggarakan setiap tanggal 2 Syawal. Tradisi ini digelar dalam bentuk arak-arakan barong bak karnival. Kelompok barongan itu nantinya bakal mengitari desa dari ujung timur ke barat. (Nurisma)