Nasional

Mengenal Kanker Paru yang Diderita Sutopo

apahabar.com, JAKARTA – Berdasarkan diagnosa, karena kanker paru stadium 4B, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan…

Ilustrasi kanker paru. Foto-Antara

apahabar.com, JAKARTA - Berdasarkan diagnosa, karena kanker paru stadium 4B, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat (Pusdatinmas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho meninggal dunia.

Diketahui Sutopo mengidap kanker paru-paru sejak akhir 2017. Ia menjalani pengobatan di Guangzhou, Tiongkok, sejak 15 Juni 2019 lalu. Hingga ia mengembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit St. Stamford Modern Cancer Hospital di Guangzhou.

Kabarnya kanker yang diidap almarhum telah menyebar ke otak, tulang, dan beberapa organ vital tubuh lainnya.

Seperti apa kanker paru-paru dan gejalanya? Dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, dr Elisna Syahruddin Ph.D, Sp.P(K), menjelaskan sampai saat ini penyebab pasti kanker paru-paru belum diketahui. Akan tetapi, menurutnya, setiap orang memiliki risiko untuk terkena kanker paru dan akan meningkat jika memiliki faktor risiko.

Faktor risiko tersebut di antaranya, paparan asap rokok (perokok aktif maupun pasif), memiliki riwayat kanker lain sebelumnya, memiliki riwayat kanker dalam keluarga, lingkungan hidup yang kaya dengan zat karsinogen, dan lainnya.

“Mereka yang memiliki faktor risiko wajib melakukan pemeriksaan rutin untuk dapat menemukan dalam fase awal penyakit,” kata dokter Elsina seperti ditulias Republika.co.id.

Ia melanjutkan, gejala penyakit ini tidak ada yang spesifik dan hampir sama dengan penyakit paru lainnya. Beberapa gejala dari kanker paru-paru ini antara lain, batuk, sesak napas atau nyeri dada yang tidak sembuh dengan berkali-kali pengobatan. Menurutnya, mereka yang mempunyai gejala seperti ini juga termasuk golongan orang yang beresiko.

Ia menuturkan, bahwa gejala tergantung pada kondisi penyakitnya terutama berkaitan dengan lokasimetastasis. Untuk kanker paru, lokasimetastasisterbanyak pada selaput paru (pleura) yang menyebabkan sesak akibat cairanpleurayang masif. Meta di tulang umumnya memperlihatkan nyeri yang menjadi masalah, sedangkan meta ke otak terjadi keluhan neurologis seperti sakit kepala.

Dokter Elsina mengatakan, kanker paru-paru membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya terdiagnosa. Karena itulah, kata dia, dapat dilihat sebagian besar pasien terdiagnosis pada saat penyakitnya sudah pada tahap lanjut (stage 3 dan 4).

Sementara itu, ia menjelaskan, harapan hidup penderita kanker paru tergantung pada beberapa faktor termasuk tahap (stage) pada saat ditemukan, keadaan umum, dan jenis terapi serta responsnya terhadap terapi yang diberikan.

Walaupun kini dengan pengetahuan tentang penyakit dan ketersediaan obat umur harapan hidup lebih baik, akan tetapi menurutnya hal itu tidak bisa secara khusus dikatakan berapa usia atau harapan hidup seorang pengidap kanker paru ini.

“Angka yang sering digunakan berapa persen penderita kanker yang melewati 1, 3 atau 5 tahun,” lanjutnya.

Orang yang mengidap penyakit berat, termasuk kanker, tentunya akan berusaha untuk mencari tempat pengobatan yang dianggapnya terbaik, bahkan hingga ke luar negeri. Sutopo, misalnya, memilih Cina sebagai tempat menjalani pengobatan kanker paru yang dideritanya.

Dalam hal ini, dokter Elsina mengatakan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada dasarnya sama dengan pedoman negara lainnya untuk pengobatan standar. Hanya saja, menurutnya, jenis obat kelompok terapi target disesuaikan untuk pasien yang menggunakan BPJS.

Sementara itu, kata dia, keluhan pasien lebih kepada sistem yang cenderung ribet dengan keharusan rujuk berjenjang khusus untuk pengguna BPJS.

Pada dasarnya, ia mengatakan sebagian besar pasien kanker paru datang padastagelanjut. Dalam kondisi demikian, terapi tidak dapat dilakukan. Dalam hal ini, ia mengatakan bahwa kanker paru dalam kondisi tahap lanjut memang sulit diobati.

“Dari banyak pasien yang berobat ke China tidak ada perbedaan jika terapi standar yang diberikan, dan kebanyakan pasien yang ke Cina ditawarkancryosurgery, TACE, atau radioterapi implan yang bekerja lokal. Itu pilihan yang masuk dalam terapi medis alternatif. Jikastagelanjut ke manapun berobatnya hasil akan sama,” tambahnya.

Baca Juga: Berduka, Presiden Jokowi Kenang Ucapan Almarhum Sutopo soal Hidup

Baca Juga: Jenazah Sutopo Diperkirakan Tiba di Jakarta Malam Ini

Editor: Syarif