Mengenal Desmond Mahesa, Aktivis 98 Antiorba Asal Banjarmasin yang Berlabuh di Gerindra

Desmond Junaidi Mahesa, Aktivis 98 Antiorba asal Banjarmasin yang juga politikus Partai Gerindra Desmond meninggal dunia pada Sabtu (24/6).

Desmond J Mahesa. Foto-dok/apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN - Desmond Junaidi Mahesa, Aktivis 98 Antiorba asal Banjarmasin yang juga politikus Partai Gerindra Desmond meninggal dunia pada Sabtu (24/6).

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan Desmond wafat setelah dirawat di rumah sakit sejak kemarin.

"Beliau dari kemarin memang masuk ke Rumah Sakit Mayapada dan tadi telah berpulang pukul 04.00 subuh," ujar Dasco kutip CNNIndonesia.com.

Mendiang yang juga dikenal sebagai aktivis tersebut merupakan wakil ketua komisi III DPR RI pada periode pertama Presiden Joko Widodo sejak 2014 lalu.

Selain itu, Desmond juga menjadi wakil dari daerah pemilihan Banten II pada Pemilu Legislatif 2019 lewat 103.837 suara.

Lahir dan besar di Banjarmasin pada 12 Desember 1965, mendiang Desmond yang memiliki nama kecil Junaidi itu menghabiskan masa tumbuh besarnya di wilayah terpencil kota Kalimantan Selatan.

Melansir berbagai sumber, mendiang tumbuh besar di dua permukiman padat penduduk di Banjarmasin yakni di Sungai Tabuk dan Pasar Batuah. Tempaan keras pun dihadapinya sembari ia fokus meneruskan pendidikan.

Desmond berhasil memasuki bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, hingga mulai menuliskan opini-opininya untuk surat kabar maupun majalah lokal di sana.

Kiprah aktif Desmond dalam menyuarakan opini dan kritiknya itu membawanya menuju karier di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Banjarmasin, Bandung, dan Jakarta pada akhir era 1990-an atau jelang reformasi.

Namanya mulai mencuat saat Desmond menjadi salah satu korban penculikan aktivis pada era 1997/1998. Saat itu, Desmond dikenal aktif menyuarakan kritik lantangnya terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto.

Setelah bebas, Desmond membuka biro hukum Des & Des di Jakarta untuk menangani berbagai klien dan kasus.

Pada periode waktu yang nyaris bersamaan, Desmond juga melanjutkan studinya lewat Program Pascasarjana Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Jakarta pada 2003.

Kiprah politiknya kemudian terbangun hingga ia berhasil dilantik menjadi anggota DPR RI pada 2009. Saat itu, Desmond telah duduk di Komisi III dan tetap nyaring dalam bersuara.

Beberapa dekade setelahnya saat masih aktif sebagai politisi Gerindra. Nama Desmond kembali mencuat saat ia digeruduk oleh massa kader PDIP Purworejo pada November lalu.

Hal ini imbas pernyataan Desmond yang mengatakan bahwa permintaan PDIP agar negara meminta maaf kepada Presiden pertama RI Sukarno buntut pencabutan TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 mengada-ada dan muncul atas kemauan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Massa kader dan simpatisan PDIP itu mendesak Desmond meminta maaf atas pernyataan dia yang telah menyinggung Sukarno dan PDIP.