Kalsel

Mengenal Benteng Oranje Nassau dan Sejarah Perjuangan Pangeran Antasari

apahabar.com, MARTAPURA – Sejarah pembangunan tambang batubara tercanggih pertama di Indonesia pada zamannya, yang terletak di…

Oleh Syarif
Benteng Oranje Nassau, Pengaran. Foto-Istimewa

apahabar.com, MARTAPURA – Sejarah pembangunan tambang batubara tercanggih pertama di Indonesia pada zamannya, yang terletak di Kecamatan Pengaron.

Masyarakat setempat kini mengenal dengan nama Lubang Putaran, yang memiliki nama asli Oranje Nassau (benteng emas). Pembangunan Lubang Putaran itu tidak luput dari campur tangan kerajaan Banjar.

Kata oranje Nassau diambil dari dinasti (Wangsa) yaitu Oranje Nassau di Belanda.

Berdasarkan catatan sejarah De Loos pada 28 September 1849, Gubernur Jenderal Rochussen datang ke Pengaron di Wilayah Kerajaan Banjar untuk meresmikan tamang batubara tercanggih pertama di Indonesia.

Hal tersebut dilihat dari jejak sejarah Banjar yang mana kala itu, Pangeran Antasari mendapatkan Apanaze (istilah untuk sebuah tanah pembagian bangsawan) dari raja yang berada di Desa mangkauk, Kecamatan Pengaron.

Pangeran Antasari pada sejarah dikatakan menjadi pengusaha kayu, atau memperjualbelikan hasil hutan yang ada di Desa mangkauk, Kecamatan Pengaron.

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan, Mansyur menceritakan, Pangeran Antasari pada saat itu menjadi pengusaha kayu dan sempat memasok kayu untuk pembangunan benteng Oranje Nassau. Namun tidak dituliskan bentuk kayu yang diperjualbelikan Pangeran Antasari.

"Tapi, yang jelas Pangeran Antasari pernah menjual kayu ke Kolonial Belanda untuk pembangunan Benteng Oranje Nassau di Kecamatan Pengaron," ungkapnya.

Hal tersebut, bukan untuk melakukan spionase (mata-mata) kepada pihak Walanda bahkan juga bukan bentuk support kepada pihak Kolonial. melainkan pada saat itu belum terjadi perang Banjar.

"Karena perang Banjar meletus pada 1859 hingga 1905 M, sedangkan waktu itu belum terjadi perang Banjar," jelasnya.

Dijelaskan oleh lelaki yang akrab disapa Sammy tersebut, pembangunan tambang emas hitam tersebut dilakukan dengan cara sewa tanah milik kerajaan Banjar, yang mana tanah tersebut adalah Apanaze milik pangeran Mangkubumi Kencan (Pangeran Moh atau Ratu Anom), dengan cara membagi hasil dari tambang kepada pemilik tanah.

"Jadi pada saat itu, pihak Belanda menyewa kepada pemilik tanah dan membayar dengan bagian dari penghasilan tambang," terangnya.

Selain itu, proses pembangunan benteng Oranje Nassau ini juga mempekerjakan para budak dan narapidana dari tanah Jawa yang dibawa oleh pihak Kolonial Belanda ke Kalimantan Selatan untuk dipekerjakan secara paksa, serta tidak mendapat upah sepeser pun.

"Untuk para pekerja pembangunan banteng modern pertama di Indonesia itu, kebanyakan seperti budak, narapidana, dan lain sebagainya. Hal tersebut karena pihak pemerintah Belanda tidak mau mengeluarkan banyak biaya," jelasnya.

Tak hanya itu, Semmy juga mengungkapkan, dikarenakan Kesultanan Banjar yang tidak bisa menyediakan para pekerja, hal tersebut dikarenakan terbatasnya jumlah penduduk Kerajaan Banjar pada masa itu di tahun 1825.

Terkait dengan upah pekerja, Semmy mengatakan, pada awal-awal proses pembangunan tambang, para pekerja tidak mendapat upah sama sekali dari pihak kolonial.

Namun setelah berjalannya waktu dan banyaknya perubahan politik di Batavia dan Belanda serta kebijakan kaum moderat, mengusulkan menggaji pekerja pada masa itu.

"Namun untuk jumlah gaji pastinya kita tidak mengetahui pasti, karena tidak ada catatan sejarah yang menuliskan itu," terangnya.

Pembangunan tersebut, ungkap Mansyur, tidak luput dari serangan berbagai macam penyakit yang melanda pekerjanya. Di antaranya adalah kolera, malaria, dan cacar.

"Hal tersebut, dikarenakan daerah Kalimantan notabene adalah hutan dan pada saat itu tengah marak penyakit cacar dan malaria di Kalimantan Selatan," ujarnya.

Namun di balik semua itu, tambang Oranje Nassau adalah tambang tercanggih dan paling maju pertama di Indonesia pada zamannya.

Karena menggunakan sistem pertambangan di Eropa, dengan mesin ketel uap untuk membantu naik turun pekerjanya ke dalam tambang yang berada di bawah tanah dan menjadi mesin sedot air untuk mengeluarkan air yang berada di dalam tambang, karena pasang air Sungai Maniapun.

"Karena pada saat itu, Sungai Maniapun yang berada tidak jauh dari tempat pertambangan saat malam hari akan pasang, jadi menggunakan alat tersebut pihak Kolonial Belanda menyedot airnya," ucapnya.

Namun Sammy belum tahu pasti bagaimana bentuk dari mesin uap yang digunakan oleh Kolonial Belanda pada saat itu. Pasalnya, tidak ada catatan sejarah yang menggambarkan bentuk dari mesin tersebut.

"Jadi untuk saat ini kita hanya mengilustrasikan saja bentuknya,"katanya.

Dari pantauan apahabar.com, hingga saat ini, benteng Oranje Nassau tersebut masih berdiri.

Namun sayangnya bentuk bangunan sudah tidak karuan lagi, dan banyak ditemui vandalisme (coret-coretan) tangan tidak bertanggung jawab di bagian badan bangunan.

Selain itu, Oranje Nassau juga menjadi tempat wisata, sekarang sudah mulai jarang didatangi oleh orang-orang.