Tak Berkategori

Menengok Aktivitas Si Mahasiswi Cantik Avina Selama Ramadan di Switzerland

Tak sedikit pelajar asal Indonesia yang menimba ilmu di Switzerland. Salah satunya, Avina Triani Almira, cucu…

Avina Triani Almira, cucu mantan Gubernur Kalsel HM Said yang sedang menimba ilmu di Switzerland. Foto-istimewa.

Tak sedikit pelajar asal Indonesia yang menimba ilmu di Switzerland. Salah satunya, Avina Triani Almira, cucu dari mantan Gubernur Kalsel, HM Said. Seperti apa aktivitasnya selama di sana?

Ahmad Zainal Muttaqin, BANJARMASIN

Di Eropa, Ramadan kali ini bertepatan dengan musim panas. Vina, begitu ia lebih mudah disapa, pun harus menahan lapar dan dahaga sembari menyelesaikan studi di International Management Institute (IMI) Switzerland.

Ia tak sendiri, 25 temannya berasal Indonesia juga berada di sana. Setidaknya jumlah itu lah yang diketahui mahasiswi cantik kelahiran 8 Juni 1997 ini.

Sekarang putri dari Hj Dewi Damayanti Said ini pun tengah sibuk magang di sebuah restaurant di sana. Aktivitasnya dimulai sejak pukul 09.30-14.30, lalu lanjut lagi jam 16.30-23.30 waktu setempat.

Baginya kehidupan di luar negeri sepertinya sudah tidak asing. Pasalnya ia kerap pelisiran ke berbagai negara. Baik untuk program pendidikan, maupun sekadar liburan.

Identitasnya sebagai muslimah pun sudah mengakar sedari kecil. Wajar jika ke sana ke mari, ia tetap memakai jilbab.

Tak peduli meski berada di negara mayoritas non muslim sekali pun, Vina tetap memakai jilbab, yang sejak kecil sudah terbiasa mengenakan busana muslimah.

“Wa’alaikum salam,” jawab Vina ketika menyahut obrolan pembuka apahabar.com awal pekan tadi.

Vina bersama sahabat karibnya Annisa Permata Sari di Bern 22 April 2019. Foto-Istimewa

Selama di Swiss, ia tinggal di Zurich, sebuah kota besar nan indah di Swiss. Sejak Januari 2018 lalu ia berada di sana jauh meninggalkan keluarga.

Selama hidup sendiri di sana, otomatis untuk urusan sahur dan buka puasa pada Ramadan ini, Vina harus pintar-pintar menyiapkan makannya.

Baca Juga: Cerita Mufty dari Italia: Puasa 18 Jam di Musim Panas

“Puasa di sini tahun ini kurang lebih 16 jam, yang katanya masih lebih sebentar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tetapi masih terhitung lama, karena saya terbiasa puasa di Indonesia jadi perlu sedikit adaptasi,” ujarnya.

Ditambah lagi aktivitasnya yang sedang magang. Jadi menurutnya harus benar-benar bisa membagi waktu menyiapkan makanan untuk sahur dan harus menjalani puasa sambil bekerja.

Work force-nya terhitung berat dibandingkan pekerjaan di Indonesia,” sebut alumni Fakultas Perhotelan Universitas Trisakti Jakarta ini.

Untungnya, Swiss negara demokratis. Sehingga, terang Vina, warga di sana menghargai mereka yang berpuasa.

“Salah satunya kolega saya di tempat magang yang menyiapkan makanan saya untuk buka puasa,” ujar Vina, petugas server di restoran tersebut.

Menurutnya kolega yang juga owner dari restoran itu salah satunya orang Indonesia dan satu lagi orang Swiss, namun cakap berbahasa Indonesia.

Dia, aku Vina, sangat mengerti konsep agama Islam jadi mereka menghargai jika ia tengah berpuasa.

“Pas sahur saya bersama teman-teman yang juga berpuasa makan yang mudah dan cepat untuk dibuat saja. Seperti telur, tuna, ayam, tempe, dan lainnya. Kalau berbuka kita di tempat kerja masing-masing dan makan apa yang disediakan di tempat kerja saja,” tutur saudara dari Regina Triana Kamila dan Muhammad Rian Zulfikar ini.

Vina termasuk anak yang beruntung. Ia bisa melanjutkan studi ke luar negeri melalui kerjasama Trisakti dengan salah satu universitas di sana.

Lantas ketika mendapat kesempatan itu, ia pun sigap mengambilnya. “Ulun (saya, red) bisa ke sini semalam (kemarin, red) karena kampus ulun di Trisakti Jakarta bekerja sama lawan (dengan, red) kampus di sini,” ungkap Vina.

Vina bersama mahasiswi asal Indonesia usai menikmati santap buka puasa di salah satu restauran Jepang di Switzerland. Foto-Istimewa

“Kalau mau ke sini bisa buka websitenya imi-luzern.com. Banyak juga kampus-kampus di Indonesia yang bekerjasama kampus di sini sih,” tukas Vina sambil memberi saran.

Magang sendiri salah satu syarat untuk mahasiswa di sana untuk menyelesaikan pendidikan. Sehingga ketika lulus sudah bisa mengaplikasikannya di negara asal.

“Peraturan pemerintahnya di sini mengharuskan anak magang untuk digaji minimum 2000 CHF, dan karena di sini rata-rata perusahaan itu family owned, jadi kebanyakan mereka tidak menghire banyak pekerja,” terang Vina.

Seperti di tempat kerjanya, ada 4 orang yang magang. Dua urusan dapur dan dua lainnya sebagai server, salah satunya Vina. “Setiap pekerja harus saling membantu jadi kita mengerjakan semua seperti bersih2 ngepel cuci piring prepare makanan dan lainnya,” papar Vina.

Baca Juga: Cerita Yulida dari London; Beratnya Puasa di Negeri Orang, Kangen Suasana Ramadan di Banua

Lantas selama di sana, seperti perantau Indonesia lainnya, ia juga rindu kampung halaman, apalagi di Banjarmasin.

“Membeli jajanan atau takjil untuk buka puasa, di sini agak sulit, dikarenakan sedang magang jadi berbuka dengan apa yang disediakan saja,” pungkas Vina.

Editor: Aprianoor