News

Menakar Upaya Judicial Review Pemindahan Ibu Kota Kalsel di MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Upaya menjegal dasar hukum pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan tampaknya masih menemui…

Oleh Syarif
Pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru masih bergulir. Foto-apahabar/Riki

apahabar.com, BANJARMASIN – Upaya menjegal dasar hukum pemindahan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan tampaknya masih menemui jalan terjal.

Sebab sejak disetujui DPR RI pada 15 Februari lalu, hingga kini lembar pengesahan UU Provinsi tersebut tak kunjung keluar.

Alhasil, Dewan Kelurahan (DK) dan Forum Kota (Forkot) Banjarmasin pun belum bisa mendaftarkan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

DK-Forkot Banjarmasin menggandeng Borneo Law Firm (BLF) untuk menggagalkan status pemindahan ibu kota provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

"Formulasi judicial review saat ini sudah kami garap sekitar 70 persen," kata Direktur BLF, M Pazri dikonfirmasiapahabar.com, Selasa (15/3).

Menurut Pazri, UU Provinsi akan sah menjadi dan wajib diundangkan 30 hari pasca persetujuan DPR RI. Kendati tak ditandatangani Presiden Joko Widodo.

"Sesuai UU 15/2019 Perubahan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, tercantum di Pasal 73 ayat (2)," jelas doktor hukum jebolan Universitas Sultan Agung Semarang ini.

Kemudian mengacu Pasal 9 ayat (2) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, permohonan uji formil diajukan maksimal 45 hari sejak UU atau Perppu diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Meski mengklaim sudah melakukan 70 persen persiapan untuk 'bertarung' di MK, Pazri tampak masih enggan membeberkan lebih jauh dokumen apa saja yang dikantongi pihaknya.

Yang jelas, kata dia, minimnya partisipasi publik terhadap pembentukan UU Provinsi Kalsel dan pemindahan kedudukan ibu kota dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

"Alasan yang paling kuat ada pada proses dan tata cara pembentukan sudah sarat pelanggaran tidak berlandasan filosofis, sosiologis, yuridis dan historis," pungkasnya.