Kalsel

Melihat Penjelasan DKPP Mentahkan Syak Wasangka Etik Para Komisioner Bawaslu di Kalsel

apahabar.com, MARTAPURA – Meski pemilihan ulang sudah digelar, dan pasangan terpilih sudah dilantik, nyatanya Pilgub Kalsel…

Tak hanya Abdul Karim, DKPP juga menyanksi sejumlah komisioner di Bawaslu Banjar. Foto: Humas DKPP

apahabar.com, MARTAPURA – Meski pemilihan ulang sudah digelar, dan pasangan terpilih sudah dilantik, nyatanya Pilgub Kalsel belum benar-benar usai.

Sejumlah perkara di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terus berjalan. Yang pertama, dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisioner KPU Banjar Abdul Karim Omar.

Karim diduga mengetahui adanya panitia pemilihan kecamatan saat Pilgub Kalsel 2020 lalu yang menerima duit. Selain itu, Karim diam-diam juga bertemu dengan Ketua DPRD Banjar sekaligus Ketua Tim Pemenangan Denny Indrayana-Difriadi Darjat, Rofiqi.

Belakangan, Karim mendapat sanksi pemberhentian tetap melalui sidang dugaan kode etik penyelenggara pemilu yang digelar DKPP RI, Rabu (8/9) kemarin.

Tak hanya Karim, penyelenggara pemilu di level provinsi juga terseret dugaan pelanggaran etik. Adalah Azhar Ridhanie, Komisioner Bawaslu Kalsel.

Selanjutnya dua Komisioner Bawaslu Banjar, yakni Fajeri Tamzidillah dan M Syahrial Fitri, nomor perkara 147-PKE-DKPP/VI/2021.

Dua perkara ini diadukan kuasa hukum paslon nomor urut 01, Sahbirin Noor-Muhidin (BirinMu), Ricky Teguh Tri Aribowo.

Azhar Ridhani diadukan lantaran dianggap tidak berimbang dalam memberikan informasi kepada publik.

Ia dianggap terlalu cepat tanggap memberi keterangan serta pernyataan kepada wartawan atas dugaan pelanggaran yang dilaporkan oleh kubu Denny.

Sedang terhadap lawannya BirinMu, Azhar dianggap bertindak sebaliknya. Tidak sekalipun teradu disebut memberikan tanggapan atau respons di media.

Hal itu setelah Bawaslu Kalsel menelusuri dugaan pelanggaran pemilu kepada KH Wildan Salman atau Guru Wildan, terkait video ajakan mendukung Paslon 01 yang viral di media sosial.

Pada sidang pemeriksaan secara virtual oleh DKPP, Senin (23/8) lalu, Aldo sapaan karib Azhar membantah tudingan tersebut. Ia menyebut dirinya juga kerap memberi pernyataan kepada media soal proses penanganan perkara yang melibatkan pasangan calon nomor urut 01.

“Jika pengadu lebih bijak, setidaknya pengadu pasti menemukan berita-berita online yang memuat pernyataan teradu terhadap proses penanganan pelanggaran paslon nomor urut 01," katanya, dikutip dari laman DKPP RI.

Dalam fakta persidangan, yang dibacakan Rabu (8/9) kemarin dengan agenda pembacaan putusan, Azhar dalam sebuah pemberitaan di media online mengatakan akan menelusuri video dugaan kampanye tersebut.

Berdasarkan penelusuran Bawaslu Kalsel, tidak ada unsur pelanggaran, dan kemudian dimuat dalam formulir model A laporan hasil pengawasan pada 19 April 2021.

Fakta lainnya, terungkap bahwa Bawaslu Kalsel telah meregister 20 laporan dan 3 temuan pelanggaran pemilu. Dengan rincian 5 laporan ditujukan kepada paslon 01 dan 15 laporan ditujukan kepada paslon 02.

“Dari uraian fakta tersebut, DKPP berpendapat tindakan teradu dibenarkan secara aturan dan etika. Teradu bersikap tanggap dalam menanggapi video viral sesuai tata cara penanganan pelanggaran sebagai mana diatur Perbawaslu nomor 8 tahun 2020,” ucap Hakim anggota, Didik Supriyanto, dikutip dari channel YouTube DKPP RI.

Hakim menilai keberpihakan Aldo terhadap salah satu paslon Pilgub Kalsel 2020 tidak terbukti. Dalam putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Teguh Prasetyo, DKPP menolak aduan pengadu untuk seluruhnya dan merehabilitasi teradu Azhar Ridhanie.

Sedangkan perkara nomor 147-PKE-DKPP/VI/2021, teradu I yakni Fajeri Tamzidillah selaku Ketua Bawaslu Banjar diadukan lantaran diduga ikut andil dalam penggerebekan atau razia yang dilakukan oleh tim paslon 02 terhadap mantan kepala Desa Tambak Baru, Martapura.

Sedangkan Teradu II M Syahrial Fitri selaku anggota Bawaslu Banjar, diduga berusaha menyamarkan status hukum Denny Indrayana, paslon 02, yang sudah berstatus sebagai tersangka.

Dalam fakta persidangan, ketua Bawaslu Banjar menerima informasi melalui telepon dari Jurkani, terkait adanya pembagian sembako korban banjir di wilayah PSU, pada 10 April 2021 sekitar pukul 00.00. Jurkani merupakan anggota tim hukum paslon 02.

Lantaran sudah tengah malam, dan hanya Rizky Wijaya Kusuma, anggota Bawaslu Banjar, yang berhasil Fajeri hubungi.

Keduanya bersama anggota Polres Banjar serta Jurkani, pergi ke rumah Najmudin di Tambak Baru, sekitar pukul 01.50 Wita. Fazeri lalu mengetuk rumah Najmudin dan mengucap salam, serta menyampaikan maksud kedatangannya.

Fajeri dalam persidangan pemeriksaan sebelumnya menjelaskan bahwa Najmudin membenarkan adanya pembagian sembako korban musibah banjir.

Sembako itu dikumpulkan dari warga dan juga salah satu paslon yang kemudian dikemas oleh Najmudin ke dalam bakul yang bertuliskan "Paman Bakul" dengan total 115 paket.

Selain itu, ia juga membantah dalil yang menyebut dirinya ikut andil dalam razia tersebut. Menurutnya, Bawaslu Banjar harus menindaklanjuti setiap informasi atau laporan yang masuk, khususnya jika berkaitan dengan dugaan pelanggaran pemilu.

"Maksud kedatangan Bawaslu Kabupaten Banjar beserta tim Penyidik Polres Banjar untuk memastikan informasi yang disampaikan oleh Jurkani," jelas Fajeri, teradu I.

Hakim kemudian membacakan fakta persidangan lainnya. Pada kasus “Paman Bakul” tersebut, tidak ada bahan kampanye atau ajakan memilih pasangan tertentu. Selanjutnya Fazeri dan Rizky Wijaya Kusuma menuangkan hasil penelusuran peristiwa tersebut ke dalam formulir model A laporan hasil pengawasan Bawaslu Banjar.

Majelis hakim DKPP menilai berdasarkan kronologis di atas, kesigapan dan respons cepat ketua Bawaslu Banjar dalam menindaklanjuti laporan dibenarkan menurut hukum dan etika.

“Teradu 1 telah menggunakan kewenangannya secara efektif dalam menerima dan menindaklanjuti laporan, akan tetapi tindakan teradu 1 mengajak tim paslon 02 ke lokasi kejadian tidak dibenarkan secara etika,” kata hakim anggota Didik Supriyanto.

Ia melanjutkan seorang pengawas pemilu dalam menjalankan tugas harus bersikap independen dan tampak independen.

“Mengajak dan menghadirkan tim paslon 02 di lokasi kejadian dapat menimbulkan sangka publik mengenai keberpihakan dan kemandirian teradu sebagai penyelenggara pemilu. Teradu 1 harusnya menghilangkan potensi syak wasangka sebelum mengambil sebuah tindakan. Ketidaktahuan teradu 1 pada lokasi kejadian tidak bisa dijadikan alasan untuk mengajak tim paslon 02. Mestinya cukup meminta alamat lengkap dari pelapor sebagai informasi awal,” papar hakim.

Hakim berkesimpulan menerima sebagian aduan pengadu, dan teradu 1 terbukti melanggar pasal 8 huruf a Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggaraan pemilu.

Sedangkan teradu II, M Syahrial Fitri, diadukan terkait pernyataannya di media online “Tapi sepengetahuan saya, kalau tidak salah kasus itu sudah di-SP3-kan," demikian bunyi pertanyaan yang disoal.

Syahrial pada sidang pemeriksaan membantah telah menyamarkan status hukum Denny Indrayana, paslon 02, yang sudah berstatus sebagai tersangka.

Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan bentuk upaya preventif dan kehati-hatian di media massa supaya tidak ada kesalahan persepsi oleh pembaca.

Dari kronologis tersebut, hakim menilai teradu II tidak tahu pasti status hukum subyek yang diberitakan. Semestinya, kata hakim, Syahrial tidak menyampaikan informasi yang kebenarannya belum terverifikasi.

“Penyelenggara pemilu wajib menjamin data atau informasi yang disampaikan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pernyataan teradu II dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik dan profesionalisme penyelenggara pemilu, meskipun koreksi substansi redaksional sudah dilakukan,” terang hakim anggota.

Dengan ini, teradu II dianggap terbukti melanggar Pasal 15 huruf f dan Pasal 16 huruf e, Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu.

Sementara Karim dipecat, hakim hanya menerima sebagian aduan pengadu, dan menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada teradu Fajeri Tamzidillah dan M Syahrial Fitri.

Untuk Azhar, DKPP memutuskan bahwa ia tidak terbukti melanggar etik pemilu. Upaya klarifikasi Azhar ke Guru Wildan dimaklumi oleh DKPP.