Megaproyek Food Estate

Megaproyek Food Estate Kalteng Tak Punya Kajian Layak

Kegagalan megaproyek food estate di Kalimantan Tengah jadi buah bibir di Senayan. Legislator Daniel Johan menyebut program itu dijalankan tanpa kajian layak.

FOTO: Proses pengolahan lahan food estate di Kabupaten Kapuas, Kalteng. Foto-apahabar.com/Irfansyah

apahabar.com, JAKARTA - Kegagalan megaproyek food estate di Kalimantan Tengah jadi buah bibir di Senayan. Legislator Daniel Johan menyebut program itu dijalankan tanpa kajian layak.

"Sejak awal pertama kali food estate dirilis, kami sudah sangat kritis dan mewanti-wanti. Ini program rawan dan sangat besar kemungkinannya untuk gagal," katanya kepada apahabar.com, Senin (28/8).

Anggota Fraksi PKB DPR RI itu menyebut lahan yang digunakan pun tak memadai. Karena pangan yang ditanam di atas tanah gambut.

Baca Juga: Food is Dead Bukan Food Estate Kalteng

Kata dia, lahan gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk. "Artinya dia harus ada penggemburan kembali lahan tanah," ujarnya.

Dengan kebutuhan tanah mencapai ribuan hektare, ia mempertanyakan pengolahan yang dilakukan. Sebab, harus dikelola oleh banyak orang. Juga mesti dibekali dengan keterampilan khusus dalam mengelolanya.

Baca Juga: Food Estate di Kalteng Masih Berlangsung, Walhi Konsisten Menolak

Sayangnya, kata Daniel hal itu tak diterapkan dalam program food estate. "Kalaupun ada, penduduk itu harus dilatih dengan keterampilan peningkatan sumber daya manusianya," tegasnya. "Itu pun tidak dilakukan," imbuhnya.

Biar ingat saja. Pemerhati sosial Anang Rosyadi dan sejumlah aktivis lainnya menganggap megaproyek food estate di Kalimantan Tengah gagal.

Kata dia, megaproyek itu tak layak disebut food estate. "Tapi food is dead," sindirnya kepada apahabar.com, Minggu (27/8).