Tahun Politik

Masuki Tahun Politik, Indef Khawatirkan Gejolak Harga Beras

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) khawatir terjadinya gejolak harga beras jelang tahun politik yang saat ini tengah terjadi.

Pekerja memindahkan karung berisi beras impor di Gudang Bulog Divre Sumatera Barat, di Padang, Selasa (31/1/2023). Perum Bulog Sumbar menerima pasokan 5.000 ton beras impor kualitas medium asal Thailand untuk kebutuhan cadangan pangan provinsi tersebut. Foto: ANTARA

apahabar.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) khawatir terjadinya gejolak harga beras jelang tahun politik yang saat ini tengah terjadi.

Ekonom senior Indef Prof Bustanul Arifin mengungkapkan gelojak harga sudah terlihat dari kenaikan harga beras di awal tahun 2023. Padahal pemerintah telah membuat kebijakan impor sebagai langkah antisipasi kenaikan harga beras.

Menurut Bustanul, jika merujuk harga beras per kemarin, ternyata belum turun, masih di Rp13.200 per Kg dan untuk medium Rp13.050 per Kg, padahal kebijakan impor telah diberlakukan.

Seharusnya, kebijakan impor mampu menurunkan harga di pasar. Namun faktanya, jumlah beras belum sepenuhnya didistribusikan ke pasar. Akibatnya, harga beras masih saja tinggi.

Baca Juga: Telak! Usulan Impor Beras dari Thailand dan Vietnam Ditolak DPRD Kalsel

"Itu memang persoalan, masalahnya ini adalah tahun pemilu. Biasanya harga beras tinggi lebih sensitif dibandingkan harga gabah rendah, itu fakta," ujarnya dalam diskusi publik Tantangan Ekonomi di Tahun Pemilu, Kamis (2/3).

Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyampaikan bahwa kebijakan impor beras telah dihentikan sejak 16 Februari 2023. Upaya tersebut dilakukan karena beras hasil impor yang masuk ke indonesia jumlahnya mencapai 300 ribu ton.

Ini juga berkaitan dengan musim panen yang diperkirakan terjadi pada bulan akhir Februari hingga Maret. Diharapkan, pasokan beras dari petani mampu mencukupi permintaan masyarakat.

Dihentikannya kebijakan impor beras juga bertujuan untuk menekan harga beras yang berasal dari produksi dalam negeri. Hanya saja, Bustanul menjelaskan bahwa masyarakat perlu memperhatikan jumlah gabah yang disimpan oleh pemerintah.

Baca Juga: Panen Raya Sudah Berlangsung di Semua Daerah, Mentan Lapor ke Presiden

Berdasarkan data, total pengadaan gabah pada tahun 2022 temasuk rendah, hanya 993 ribu ton. Padahal, Bulog telah melakukan pembelian gabah dari petani. Hanya saja, pembeliannya terbilang sedikit.

Bustanul menjelaskan selama tahun 2019 hingga 2021, total gabah yang dimiliki Bulog sekitar 1 juta ton.

“Makanya stok Bulognya rendah, mengapa? Itu bisa kita perdebatkan ya mengapa rendah karena memang nggak mampu beli karena harganya ketinggian,” pungkasnya.